LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
IKTIOLOGI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan
Mata Kuliah Iktiologi
OLEH :
IRMIN
I1A1 15 014
PROGRAM STUDI MANAJAMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Iktiologi berasal dari
bahasa latin: Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu ichthyes diartikan sebagai
ikan dan logos berarti ajaran. Secara
harfiah iktiologi adalah salah satu cabang ilmu biologi (zoologi) yang
mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupannya. Iktiologi
meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi, genetika,
reproduksi, dan lain-lain) dan ekologi (struktur komunitas, populasi, habitat,
predator, dan persaingan serta penyakitnya).
Ikan
didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata yang hidup di air
dan secara sistematik di tempatkan pada filum chordate dengan karakteristik
memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan
sirip di gunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat di temukan hampir di semua
tipe perairan di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda.
Morfologi
adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar suatu organisme. Bentuk luar dari
organism ini merupakan salah satu cirri yang mudah di lihat dan di ingat dalam
mempelajari organisme. Adapun yang di maksud dengan bentuk luar organisme ini
adalah bentuk tubuh, termaksud di dalamnya warna tubuh yang kelihatan dari luar. Pada dasarnya bentuk luar ikan
dan berbagai jenis hewan air lainnya mulai dari lahir hingga ikan tersebut
tua dapat berubah-ubah, terutama pada ikan dan hewan air lainnya yang mengalami
metamorfosis dan mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan (habitat). Namun
demikian pada sebagian besar ikan bentuk tubuhnya relatif tetap, sehingga
kalaupun terjadi perubahan, perubahan bentuk tubuhnya relatif sangat sedikit.
Bentuk tubuh pada mahluk hidup,
termasuk pada hewan air juga erat kaitannya denganan atomi, sehingga ada
baiknya sebelum melihat anatominya, terlebih dahulu kita melihat bentuk
tubuh atau penampilan (morfologi) hewan air tersebut. Morfologi adalah
bentuk tubuh (termasuk warna) yang kelihatan dari luar. Bentuk tubuh pada mahluk hidup,
termasuk pada hewan air erat kaitannya dengan anatomi, sehingga
ada baiknya sebelum melihat anatominya terlebih dahulu kita melihat bentuk
tubuh atau penampilan (morfologi) hewan air tersebut.
Bentuk tubuh ikan dibedakan
menjadi dua macam yaitu simetris bilateral dan non simetris bilateral. Simetris
bilateral adalah bila ikan dibelah menjadi dua bagian yang sama pada bagian
tengahnya, kedua sisi letak, bentuk maupun ukurannya sama persis. Non simetris bilateral adalah
kedua bentuk sisi lateralnya berbeda atau tidak sama.
Pada dasarnya morfologi dari setiap
jenis hewan air yang masih dekat kekerabatanya mempunyai kemiripan-kemiripan,
seperti anatomi dan morfologi udang, kepiting, dan lobster hampir mirip. Hal
yang sama juga akan kita dapati pada berbagai jenis ikan serta pada
berbagai jenis hewan lainya. Berdasarkan hal di atas untuk dapat membedakan
struktur morfologi dari berbagai jenis ikan maka perlu diadakan kegiatan
praktikum mengenai bentuk morfologi dari berbagai jenis ikan, baik ikan air
tawar, air payau , maupun ikan asin.
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka perlunya dilakukan praktikum iktiologi terhadap morfologi
ikan untuk
mengetahui bentuk dan ciri morfologi dari
beberapa jenis ikan tertentu.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengenal bentuk, bagian, ciri-ciri
tubuh luar ikan sehingga di harapkan mahasiswa dapat membuat deskripsi tentang
morfologi dari jenis ikan yang di amati.
Manfaatnya
yaitu mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ciri dan
bentuk morfologi dari jenis ikan yang di
amati.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Klasifikasi Ikan
Cakalang
sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang adapun
klasifikasi cakalang menurut Paendong dkk. (2012), adalah sebagai berikut :
Filum :
Vertebrata
Kelas : Telestoi
Ordo
: Perciformes
Famili
: Scombridae
Genus
: Katsuwonus
Spesies : Katsuwonus
pelamis
Gambar 1. Ikan Cakalang (K. pelamis)
(Sumber
: Dok. Pribadi, 2016)
Klasifikasi Ikan Terbang
(Hirundichthys Oxicephalus) menurut Palo (2009), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fhylum : Chordata
Family : Exocoetidae
Class : Actinopterygii
Ordo : Beloniformes
Genus : Cypselurus
Species : Hirundichthys Oxicephalus
Gambar
2. Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
(Sumber : Dok. Pribadi, 2016)
Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 3. Ikan Timun (L. Kasmira)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016)
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008),
adalah sebagai berikut :
Kindom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus
Species : Decapterus macrosoma
Gambar
4. Ikan Layang (D.
Macrosoma)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016)
B. Morfologi
Ikan
Morfologi ikan
adalah merupakan Bagian-bagian dari Tubuh Ikan. Pengenalan struktur ikan tidak
terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri
yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi
ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan (Manik, 2007).
Ikan
cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis lateral. Ciri
khas dari ikan cakalang memiliki 4 - 6 garis berwarna hitam yang memanjang di
samping bagian tubuh. Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 –
11,5 kg serta panjang sekitar 30 - 80 cm. Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri
khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform),
bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar
53 - 63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang letaknya
terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14 - 16 jari-jari keras, pada sirip
punggung perut diikuti oleh 7 - 9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel)
yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masingsisi
dan sirip ekor (Manik, 2007).
Ikan terbang secara umum memiliki
bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya
terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang
bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymopharus dari family Oxyphoramphydae,
dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada
jenis cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk melayang dan
terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlahruas sirip bercabang
pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih
panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada
beberapa spesies Hyrundichthys, sisiknya juga tumbuh pada bagian palatin, pada
Fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan lidah (Yusuf dkk., 2014).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan
memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian
belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira)
berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala
memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di
sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah
dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma)
biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung
pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari–jari
keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan
bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung
kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai
panjang 30 cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian
atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning
pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk., 2015).
C. Habitat
dan Penyebaran.
Habitat ditemukan pada perairan
lepas pantai dan mempunyai tingkah laku membentuk gerombolan yang sangat besar,
berasosiasi dengan burung, objek yang bergerak dipermukaan, Cucut dan Paus, dan
mempunyai tingkah laku meloncat-locat di atas permukaan.Jenis makanannya adalah
ikan, Crustacea, Cephalopoda dan Moluska. Dia juga mempunyai
tingkah laku kanibal (saling memakan diantara kelompoknya) (Tilohe dkk., 2014).
Ikan
cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada
lautan Atlantik, Hindia dan
Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan
penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna
dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin
dan arus panas merupakan
daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang
sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang
sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan
sangat berhubungan dengan
arus-arus tersebut (Wouthuyzen dkk.,
2007).
Ikan terbang menyukai perairan hangat di laut lepas, seperti samudera
Hindia, Pasifik dan Atlantik. Di indonesia sebagian besar populasi ikan terbang
hidup diperairan Sulawesi, Papua, hingga Flores. Ikan terbang adalah hewan sosial
dan senang hidup berkelompok (Sandi, 2012). Ikan terbang banyak dijumpai di perairan
timur Indonesia, diantaranya adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna,
Laut Aru, Laut Arafura Papua, bagian utara Sulawesi Utara, Perairan Bali dan
Jawa Timur, Pantai Barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, Perairan
Sabang (Banda Aceh) dan laut utara Papua (Palo, 2009).
Habitat ikan Timun (L . Kasmira) hidup di perairan pantai
karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 20 0C hidupnya
berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1 - 60 meter, terkadang ikan ini berenang dengan
membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan timun
(L. Kasmira) ini banyak di jumpai
hampir di seluruh perairan indonesia
maupun manca negara (Muths dkk.,
2012).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang
cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini
tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34
promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan layang banyak tertangkap di
perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari pantai. Sedikit informasi yang
diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan bahwa pada
siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan
malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa ikan ini
banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini
dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di
perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di
samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai
natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan
salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan
Layang marga Decapterusbaik di
perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan
Indonesia (Imbir dkk., 2015).
D.
Fisiologi
dan Reproduksi.
Semua jenis makhluk hidup di alam
termasuk ikan mempunyai kemampuan bereproduksi untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk mempertahankan atau
melestarikan jenisnya. Selama proses reproduksi sebagian besar hasil
metabolismenya tertuju pada pematangan gonad, sehingga dengan sendirinya
terjadi perubahan–perubahan pada gonadnya seperti pertambahan ukuran dan bobot
gonad (Yusuf dkk., 2014).
Ikan
cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah
cakalang dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur. Fekunditas meningkat
dengan meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada
ikan betina dengan ukuran fork length
41 - 48 cm antara 8.000 – 2.000.000
telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa, antara musim
semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu pemijahan akan
semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa. Pemijahan cakalang sangat
dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva cakalang ditemukan di
perairan dengan suhu di atas 24 oC . Musim pemijahan cakalang
ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya larva di perairan
tersebut. Perbedaan ukuran cakalang pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur serta kecepatan
pertumbuhan (Tilohe dkk., 2014).
Aspek yang luar biasa dari fisiologi ikan cakalang adalah kemampuannya
untuk menjaga suhu tubuh lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Namun, tidak
seperti makhluk endotermik seperti mamalia dan burung, ikan cakalng tidak dapat
mempertahankan suhu dalam kisaran yang relatif sempit. Ikan cakalang mampu
melakukan hal tersebut dengan cara menghasilkan panas melalui proses
metabolisme. Rete mirabile, jalinan pembuluh vena dan arteri yang berada di
pinggiran tubuh, memindahkan panas dari darah vena ke darah arteri. Hal ini
akan mengurangi pendinginan permukaan tubuh dan menjaga otot tetap hangat. Ini menyebabkan
tuna mampu berenang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit (Suara dkk., 2014).
Ikan terbang yang memijah pada
substrat terapung cenderung memilih substrat lebih lunak atau
lentur seperti ganggang laut dan jenis Sargassum. Selain Sargassum,
ditemukan pula beberapa jenis substrat lain yang biasa dilekati oleh telur seperti
daun kelapa, daun pisang, daun tebu, seagrass (sisa tumbuhan lamun), jerami,
kayu-kayu, jaring, tali, plastic, dan botol-botol. Tingkah laku ikan terbang
seperti tersebut telah dimanfaatkan oleh nelayan dalam
penangkapan ikan dengan cara menggunakan daun kelapa dan daun pisang sebagai
alat FAD (Fish Attracting Devices) untuk menarik ikan terbang datang memijah
dan meletakkan telurnya (Azka dkk., 2015).
Reproduksi ikan
Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang
atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini memiliki 20.000 - 84.000 butir setiap musim, ikan layang
dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September
(Ariyani dkk., 2008). Pemijahan
ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang
mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan
layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
E. Makan
dan Kebiasaan Makan.
Secara umum makanan ikan cakalang dapat di golongkan atas 3 kelompok utama,
yaitu ikan, crustacea dan moluska. Kebiasaan cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan.
Jumlah cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan
ekor. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama.
Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan
schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan
permukaan dengan kepadatan yang besar Ikan cakalang mencari makan berdasarkan
penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari,
kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Wouthuyzen dkk., 2007).
Komposisi makanan ikan terbang (H. Oxicephalus) dan Cheilopongon Cyanopterus di Laut Flores terdiri kopepoda sebagai
makanan utama, alga sebagai makanan pelengkap, beberapa spesies Chaetognatha
dan Malacostraca sebagai makanan tambahan
(Syahailatua
dkk. 2006). Makanan utama ikan terbang
adalah zooplankton, namun ikan terbang yang berukuran lebih besar dapat pula
memakan ikan-ikan kecil. Makanan Ikan terbang H. Oxycephalus terdiri dari
kelompok plankton crustacea, plankton algae, dan plankton chaetognatha.
Kelompok makanan yang paling besar adalah plankton crustacea yang terdiri dari
copepod, cladocera, decapoda, mysid, dan amphipoda yang merupakan makan utama.
Dalam suatu geografis yang luas untuk satu spesies ikan yang hidup terpisah pisah
dapat memungkinkan terjadinya perbedaan kebiasaan makan (Yusuf dkk., 2014).
Jenis makanan ikan timun adalah
ikan-ikan kecil dan inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan
sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah
besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan
kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari
makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk
pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva
ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus
sp.) (Muths dkk., 2012).
F.
Nilai
Ekonomis
Ikan
cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku
maupun olahan. Dari kegiatan ekspor tersebut negara Indonesia khususnya
Sulawesi Utara mendapat tambahan devisa yang penting bagi keseimbangan neraca
perdagangan luar negeri. Devisa yang masuk ke Sulawesi Utara akan menyebabkan
peningkatan kesejahteraan penduduk
(Tilohe dkk., 2014).
Telur ikan terbang
“tobiko” banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, komoditas ini juga diekspor
ke negara-negara Amerika Serikat, Belanda, China, Jepang, Hongkong, Taiwan,
Korea, Ukraina, Kanada, Thailand, Rusia, dan Vietnam. Volume ekspor telur ikan
terbang tahun 2013 di Sulawesi Selatan sebesar 614,61 ton. Harga telur ikan
terbang berkisar Rp. 300.000 - Rp. 350.000 /kg. Permintaan telur ikan terbang
meningkat setiap tahunnya, namun informasi tentang komponen gizi telur ikan
terbang belum diketahui
(Azka dkk., 2015).
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini
didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik
karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam
skala kecil (Antonio, 2015).
Pindang
layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan
memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya.
Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak
berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih
(Fauziah dkk., 2014).
III. METODE PRAKIKUM
A. Waktu dan Tempat.
Praktikum
Iktiologi Air Morfometrik dilaksanakan pada hari , Sabtu Tanggal
17 Sebtember 2016 Pukul 16.00 – 18.00 WITA. Bertempat di
Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Halu Oleo.
B.
Alat
dan Bahan.
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel
1. Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini.
No
|
Alat dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat
|
||
-
Alat Tulis
|
-
|
-
Menulis
data yang yang telah diamati
|
|
-
Baki
|
-
|
-
Tempat
untuk meletakkan objek yang diamati
|
|
-
Kamera
|
-
|
-
Mendokumentasikan
objek yang diamati
|
|
-
Pingset
|
-
|
-
Menjepit
sirip objek yang diamati
|
|
- Penggaris
|
Cm
|
-
Mengukur objek
yang diamati
|
|
2.
|
Bahan
|
||
-
Ikan Cakalang (K. pelamis)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Ikan Terbang (H.
Oxicephalus)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Ikan Layang (D. Macrosoma)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Ikan ekor kuning (L. Kasmira)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Tisu
|
-
|
-
Membersihkan
meja
|
|
-
Alkohol 70 %
|
-
|
-
Mensterilkan
meja
|
|
- Kertas Laminating
|
-
|
-
Mengalas
objek
|
C. Prosedur kerja.
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum morfologi ini adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan
alat dan bahan.
2.
Meletakan
ikan diatas kertas laminating, bersihkan darah ikan menggunakan tisu
kemudian diambil gambarnya sebagai dokumentasi.
3.
Mengamati
morfologi ikan: bentuk tubuh, bentuk mulut, sungut, bentuk sirip ekor, sirip
pelvic, sirip anal, warna tubuh, bloct,
panjang premaxila, jumlah jari – jari sirip dorsal, linea lateralis.
4.
Mencatat hasil
pengamatan.
5.
Membersihkan dan
merapikan alat-alat praktikum.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum morfologi ikan dapat
di lihat pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Hasil Pengamatan
Morfologi Ikan Dalam Praktikum Ini.
No
|
PARAMETER
|
KETERANGAN
INDIVIDU
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Bentuk Tubuh
|
Pipi
|
Torpedo
|
Sagitiform
|
Fusiform
|
2
|
Bentuk Mulut :
|
||||
a.
Berdasarkan bentuk
|
Terminal
|
Superior
|
-
|
Tabung
|
|
b. Dapat
tidaknya
Disembulkan
|
Tidak ada
|
Tidak
|
Tidak
|
Dapat disembulkan
|
|
c.
Berdasarkan letaknya
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Superior
|
Terminal
|
|
3
|
Sungut (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
4
|
Bentuk sirip ekor
|
Homecercal
|
Heterocercal
|
Hipocercal
|
Hormocercal
|
5
|
Sirip pelvic
(Berpasangan/Tidak berpasangan)
|
Berpasangan
|
Berpasangan
|
Berpasangan
|
Berpasangan
|
6
|
Sirip anal
(Berpasangan/Tidak berpasangan)
|
Tidak ada
|
Tidak
|
Ada/berpasangan
|
Tidak ada
|
7.
|
Warna Tubuh
|
Kuning
|
Silver
|
Hitam abu-abu
|
Putih kehijau-hijauan
|
8.
|
Bar (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
9.
|
Band (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Ada
|
10.
|
Blotch (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
_
|
Tidak ada
|
11.
|
Panjang premaxila (PPa)
|
3 cm
|
6 cm
|
2 cm
|
1 cm
|
12.
|
Jumlah jari-jari sirip
Dorsal
|
9 sirip
|
10 sirip
|
10 sirip
|
37
|
13.
|
Speckles(Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
_
|
Tidak ada
|
14.
|
Stripe (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
_
|
Ada
|
15.
|
Lines (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
_
|
Tidak ada
|
16.
|
Ocellatod spot
(Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
_
|
Tidak ada
|
17.
|
Spot (Ada/Tidak ada)
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
_
|
Tidak ada
|
18.
|
Linea lateralis
(Ada/Tidak ada)
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
Keterangan:
1.
Ikan Cakalang (K.
Pelamis)
2. Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
3. Ikan Layang (D. Macrosomai)
4. Ikan timun (L. Kasmira)
B. Pembahasan.
Morfologi adalah bentuk luar suatu organisme. Bentuk tubuh ikan digolongkan dalam dua macam yakni
bentuk tubuh simetris bilateral dan non simetris bilateral. Pada
umumnya tubuh ikan terbagi atas tiga bagian utama yaitu caput (kepala),
trunchus (badan), dan caudal (ekor).
Bagian kepala ikan dimulai dari ujung moncong hingga batas penutup
insang, badan ikan dimulai dari belakang
tutup insang sampai dengan belakang anus, dan ekor ikan dimulai dari anus
sampai sirip ekor.
Pada pengamatan ikan Cakalang (K. pelamis) mempunyai bentuk tubuh kerucut (torpedo), mulut berbentuk paru, tidak dapat disembulkan, dan
berdasarkan letaknya terminal, tidak terdapat sungut, sirip ekor berbentuk
lunate, memiliki sirip pelvic berpasangan, sirip anal tidak berpasangan, warna
tubuh perak keabu - abuan, tidak memiliki bar, tidak memiliki band, tidak
memiliki blotch, tidak memiliki premaxila, memiliki jari – jari sirip dorsal
sebanyak 9 helai, tidak memiliki dots, tidak memiliki stripe, tidak memiliki
lines, tidak memiliki suddle blotch, tidak memiliki spot, dan memiliki linea
lateralis. Hal ini
didukung oleh pendapat Karina dkk.
(2013), Ikan
cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai
torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis
insang) sekitar 53 - 63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang
letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14 - 16 jari-jari keras,
pada sirip punggung perut diikuti oleh 7 - 9 finlet. Terdapat sebuah
rigi-rigi (keel) yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih
kecil pada masing-masing sisi dan sirip ekor.
Pada pengamatan ikan Terbang (H. Oxicephalus) mempunyai warna kulit biru serta
bagian perut berwarna putih dan dan mempunyai mata yang relatif besar, bentuk tubuh anak panah (sagittiform), mulut berbentuk paru, tidak dapat disembulkan, dan
berdasarkan letaknya terminal, tidak terdapat sungut, sirip ekor berbentuk
hipocercal (huruf V), tidak memiliki sirip pelvic, sirip anal berpasangan, tidak memiliki bar, memiliki band, tidak memiliki
blotch, tidak memiliki premaxila, tidak memiliki jari – jari sirip dorsal,
tidak memiliki dots, tidak memiliki stripe, memiliki lines, tidak memiliki
suddle blotch, memiliki spot, dan memiliki linea lateralis.
Hal ini didiukung oleh pendapat Yusuf dkk. (2014), Ikan terbang secara umum
memiliki bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis
rusuknya terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang
atau rahang bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymopharus dari
family Oxyphoramphydae, dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang
bawahnya terutama pada jenis cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk
melayang dan terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlahruas
sirip bercabang pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak
bawah yang lebih panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah
lepas. Pada beberapa spesies Hyrundichthys, sisiknya juga tumbuh pada bagian
palatin, pada Fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan
lidah.
Berdasarkan
pengamatan morfologi ikan timun (L.
kasmira) mempunyai kepala curam agak miring, memiliki badan compresed,
warna kuning cerah, serta terdapat Empat
garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa
garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Hal ini didukung
oleh pendapat Muths dkk. (2012), Tubuh
ikan Timun (L. Kasmira) memiliki
badan compressed kepala curam miring,
dan memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian
belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira)
berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala
memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di
sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah
dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi ikan layang (D. macrosoma) mempunyai
bentuk tubuh kerucut (Fusiform),
mulut berbentuk terompet, tidak dapat disembulkan, dan berdasarkan letak
mulutnya terminal, tidak
terdapat sungut, sirip ekor berbentuk lunate, sirip pelvic yang berpasangan,
sirip anal tidak berpasangan, warna tubuh hitam kebiru – biruan, tidak memiliki
bar, memiliki band, tidak memiliki blotch, panjang premaxila 2 cm, adanya
sirip dorsal yang kecil
sebanyak 27 buah, tidak memiliki dots, tidak memiliki stripe, tidak memiliki
lines, tidak memiliki suddle blotch, tidak memiliki spot, dan memiliki linea
lateralis. Hal ini didukung oleh pendapat Prihartini dkk. (2007), Ikan layang (Decapterus macrosoma) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis
kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini
bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang
bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang
ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan
sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada
bagian garis sisi (lateral line).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan
adalah dari keempat jenis ikan yang diamati memiliki parameter morfologi
(bentuk tubuh, bentuk mulut, sungut, betuk sirip ekor, sirip pelvic, sirip
anal, warna tubuh, bar, band, blotch, panjang premaxila, jumlah sirip – sirip
dorsal, dots, stripe, lines, saddle blotch, spot, dan linea lateralis) yang
berbeda – beda.
Pada Ikan Cakalang (K. Pelamis) memiliki
bentuk tubuh
torpedo/kerucut (fusiform), mulut berbentuk paruh, tidak
memiliki sungut, tubuh berwarna perak keabu - abuan, sirip ekor berbentuk
lunate, memiliki jari – jari sirip dorsal sebanyak 9 jari, dan memiliki linea
lateralis.
Pada ikan (H. Oxicephalus) memiliki tubuh berbentuk torpedo/kerucut (fusiform), mulut berbentuk paruh, tidak
memiliki sungut, tubuh berwarna hitam keesilveran, sirip ekor berbentuk
hipocercal, tidak memiliki jari – jari sirip dorsal, dan memiliki linea
lateralis.
Pada
ikan timun (L. kasmira) mempunyai
kepala curam agak miring, memiliki badan compresed, warna kuning cerah, serta
terdapat Empat
garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa
garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan.
Pada
Ikan layang (D. Macrosoma) memiliki bentuk tubuh torpedo/kerucut (fusiform), mulut berbentuk terompet,
tidak memiliki sungut, tubuh berwarna hitam kebiru – biruan, sirip ekor
berbentuk lunate, memiliki jari – jari sirip dorsal sebanyak 27 jari, dan
memiliki linea lateralis.
B. Saran
Adapun saran yang dapat saya
sampaikan yaitu sebaiknya para
pkaktikan harus bersungguh-sungguh
dalam melakukan pengamatan terhadap bentuk morfologi ikan yang sedang diamati
agar tidak terjadi kesalahan dalam memperoleh data yang nantinya akan jadi
bahan acuan bagi siapa saja yang membutuhkan data ini.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iktiologi berasal dari bahasa latin: Yunani, yang terdiri atas dua kata,
yaitu ichthyes diartikan sebagai ikan dan
logos berarti ajaran. Secara harfiah iktiologi adalah salah satu cabang
ilmu biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala
aspek kehidupannya. Iktiologi meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi,
fisiologi, genetika, reproduksi, dan lain-lain) dan ekologi (struktur
komunitas, populasi, habitat, predator, dan persaingan serta penyakitnya).
Ikan adalah hewan berdarah dingin (poikilotherm), mempunyai tulang belakang, mempunyai insang dan sirip, serta hidup di
perairan. Ikan menggunakan insang sebagai alat pernapasan dan sirip sebagai
pergerakan keseimbangan badan. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak menggunakan sirip yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan tubuh, sehingga tidak
tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh pengaruh arah angin.
Morfometrik
merupakan ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan (measuring methods) yang diambil dari
satu titik ke titik yang lain tanpa melalui lengkungan tubuh. Pengukuran
morfometrik dilakukan karena adanya variasi ukuran pada setiap tubuh ikan,
sehingga memiliki ukuran mutlak yang berbeda-beda. Variasi tersebut dipengaruhi
oleh faktor umur, jenis kelamin dan lingkungan hidup ikan.
Pengukuran
standar ikan antara lain panjang total tubuh, panjang standar tubuh, panjang
mulut, panjang kepala, tinggi tubuh, panjang jari-jari sirip dorsal, panjang
batang ekor dan sebagainya.
Oleh karena itu, perlu
dilakukan praktikum iktiologi mengenai morfometrik sehingga kita dapat
mengetahui metode pengukuran tubuh ikan.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
memperkenalkan metode atau cara menghitung berbagai ukuran ikan yang dapat
digubakan dalam identifikasi ikan dan kuantifikasi morfologi ikan.
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk menambah
informasi dan pengetahuan tentang pengukuran struktur penutup tubuh ikan serta dapat
mengidentifikasinya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Klasifikasi Ikan
Cakalang
sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang adapun klasifikasi
cakalang menurut Paendong dkk. (2012), adalah sebagai berikut :
Filum :
Vertebrata
Kelas : Telestoi
Ordo
: Perciformes
Famili
: Scombridae
Genus
: Katsuwonus
Spesies
: Katsuwonus pelamis
Gambar 5. Ikan Cakalang (K. pelamis)
(Sumber : Dok. Pribadi, 2016)
Klasifikasi Ikan Terbang
(Hirundichthys Oxicephalus) menurut Palo (2009), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fhylum : Chordata
Family : Exocoetidae
Class : Actinopterygii
Ordo : Beloniformes
Genus : Cypselurus
Species : Hirundichthys Oxicephalus
Gambar 6. Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016)
Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar
7. Ikan Timun (L. Kasmira)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016)
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008),
adalah sebagai berikut :
Kindom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus
Species : Decapterus macrosoma
Gambar 8. Ikan Layang (D. Macrosoma)
(Sumber : Dok. Pribadi
2016)
B. Morfologi dan Anatomi
Morfologi ikan
adalah Bagian-bagian Tubuh Ikan Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari
morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah
dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat
berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan (Manik, 2007).
Ikan
cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis lateral. Ciri
khas dari ikan cakalang memiliki 4 - 6 garis berwarna hitam yang memanjang di
samping bagian tubuh. Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 –
11,5 kg serta panjang sekitar 30 - 80 cm. Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri
khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform),
bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar
53 - 63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang letaknya
terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14 - 16 jari-jari keras, pada sirip
punggung perut diikuti oleh 7 - 9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel)
yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masingsisi
dan sirip ekor (Manik, 2007).
Ikan terbang secara umum memiliki
bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya
terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang
bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymopharus dari family Oxyphoramphydae,
dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada
jenis cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk melayang dan
terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlahruas sirip bercabang
pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih
panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada
beberapa spesies Hyrundichthys, sisiknya juga tumbuh pada bagian palatin, pada
Fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan lidah (Yusuf dkk., 2014).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan
memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian
belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira)
berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala
memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di
sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah
dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma)
biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung
pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua
berjari – jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2
(lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip
punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai
panjang 30 cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian
atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning
pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk., 2015).
C. Habitat
dan Penyebaran.
Habitat ditemukan pada perairan
lepas pantai dan mempunyai tingkah laku membentuk gerombolan yang sangat besar,
berasosiasi dengan burung, objek yang bergerak dipermukaan, Cucut dan Paus, dan
mempunyai tingkah laku meloncat-locat di atas permukaan.Jenis makanannya adalah
ikan, Crustacea, Cephalopoda dan Moluska. Dia juga mempunyai
tingkah laku kanibal (saling memakan diantara kelompoknya) (Tilohe dkk., 2014).
Ikan
cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada
lautan Atlantik, Hindia dan
Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan
penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna
dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin
dan arus panas merupakan
daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang
sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang
sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan
sangat berhubungan dengan
arus-arus tersebut (Wouthuyzen dkk.,
2007).
Ikan terbang menyukai perairan hangat di laut lepas, seperti samudera
Hindia, Pasifik dan Atlantik. Di indonesia sebagian besar populasi ikan terbang
hidup diperairan Sulawesi, Papua, hingga Flores. Ikan terbang adalah hewan sosial
dan senang hidup berkelompok (Sandi, 2012). Ikan terbang banyak dijumpai di perairan
timur Indonesia, diantaranya adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna,
Laut Aru, Laut Arafura Papua, bagian utara Sulawesi Utara, Perairan Bali dan
Jawa Timur, Pantai Barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, Perairan
Sabang ( Banda Aceh) dan laut utara Papua (Palo, 2009).
Habitat ikan timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai
karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 200C hidupnya
berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1 - 60 meter, terkadang ikan ini berenang dengan
membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan
Timun (L. Kasmira) ini banyak di
jumpai hampir di seluruh perairan indonesia
maupun manca negara (Muths dkk.,
2012).
Ikan layang termasuk jenis ikan
perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis
ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi
(32 – 34 promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan layang banyak
tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari pantai. Sedikit
informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan
bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih
dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa
ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini
dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di
perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di
samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai
natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan
salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan
Layang marga Decapterusbaik di
perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan
Indonesia (Imbir dkk., 2015).
D.
Fisiologi
dan Reproduksi.
Semua
jenis makhluk hidup di alam termasuk ikan mempunyai kemampuan bereproduksi
untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk mempertahankan atau melestarikan jenisnya.
Selama proses reproduksi sebagian besar hasil metabolismenya tertuju pada
pematangan gonad, sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan–perubahan pada
gonadnya seperti pertambahan ukuran dan bobot gonad
(Yusuf dkk., 2014).
Ikan
cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah
cakalang dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur. Fekunditas meningkat
dengan meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada
ikan betina dengan ukuran fork length
41 - 48 cm antara 8.000 – 2.000.000
telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa, antara musim
semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu pemijahan akan
semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa. Pemijahan cakalang sangat
dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva cakalang ditemukan di
perairan dengan suhu di atas 24 oC . Musim pemijahan cakalang ditentukan
berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya larva di perairan
tersebut. Perbedaan ukuran cakalang pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur serta kecepatan
pertumbuhan (Tilohe dkk., 2014).
Aspek yang luar biasa dari fisiologi ikan cakalang adalah
kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh lebih tinggi dari pada suhu lingkungan.
Namun, tidak seperti makhluk endotermik seperti mamalia dan burung, ikan
cakalng tidak dapat mempertahankan suhu dalam kisaran yang relatif sempit. Ikan
cakalang mampu melakukan hal tersebut dengan cara menghasilkan panas melalui
proses metabolisme. Rete mirabile, jalinan pembuluh vena dan arteri yang berada
di pinggiran tubuh, memindahkan panas dari darah vena ke darah arteri. Hal ini
akan mengurangi pendinginan permukaan tubuh dan menjaga otot tetap hangat. Ini menyebabkan
tuna mampu berenang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit (Suara dkk., 2014).
Ikan terbang yang memijah pada
substrat terapung cenderung memilih substrat lebih lunak atau
lentur seperti ganggang laut dan jenis Sargassum. Selain Sargassum,
ditemukan pula beberapa jenis substrat lain yang biasa dilekati oleh telur seperti
daun kelapa, daun pisang, daun tebu, seagrass (sisa tumbuhan lamun), jerami,
kayu-kayu, jaring, tali, plastic, dan botol-botol. Tingkah laku ikan terbang
seperti tersebut telah dimanfaatkan oleh nelayan dalam
penangkapan ikan dengan cara menggunakan daun kelapa dan daun pisang sebagai
alat FAD (Fish Attracting Devices) untuk menarik ikan terbang datang memijah
dan meletakkan telurnya (Azka dkk., 2015).
Reproduksi ikan
Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang
atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang
dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September
(Ariyani dkk., 2008). Pemijahan
ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang
mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan
layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
E. Makan
dan Kebiasaan Makan.
Secara umum makanan ikan cakalang dapat di golongkan atas 3 kelompok utama,
yaitu ikan, crustacea dan moluska. Kebiasaan cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan.
Jumlah cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan
ekor. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama.
Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan
schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan
permukaan dengan kepadatan yang besar Ikan cakalang mencari makan berdasarkan
penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari,
kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Wouthuyzen dkk., 2007).
Menurut Syahailatua dkk. (2006), komposisi makanan ikan terbang (H. Oxicephalus) dan Cheilopongon Cyanopterus di Laut Flores terdiri kopepoda sebagai
makanan utama, alga sebagai makanan pelengkap, beberapa spesies Chaetognatha
dan Malacostraca sebagai makanan tambahan.
Jenis makanan Timun (L. Kasmira) adalah ikan-ikan kecil dan
inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis
dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah
makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan
kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari
makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk
pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva
ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus
sp.) (Muths dkk., 2012).
F.
Nilai
Ekonomis
Ikan
cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku
maupun olahan. Dari kegiatan ekspor tersebut negara Indonesia khususnya
Sulawesi Utara mendapat tambahan devisa yang penting bagi keseimbangan neraca
perdagangan luar negeri. Devisa yang masuk ke Sulawesi Utara akan menyebabkan
peningkatan kesejahteraan penduduk
(Tilohe
dkk., 2014).
Telur ikan terbang “tobiko” banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, komoditas ini juga diekspor ke negara-negara Amerika Serikat, Belanda,
China, Jepang, Hongkong, Taiwan, Korea, Ukraina, Kanada, Thailand, Rusia, dan
Vietnam. Volume ekspor telur ikan terbang tahun 2013 di Sulawesi Selatan
sebesar 614,61 ton (BPS 2013). Harga telur ikan terbang berkisar Rp. 300.000 -
Rp. 350.000 /kg. Permintaan telur ikan terbang meningkat setiap tahunnya, namun
informasi tentang komponen gizi telur ikan terbang belum diketahui
(Azka dkk., 2015).
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini
didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik
karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam
skala kecil (Antonio, 2015).
Pindang
layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan
memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya.
Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak berbau.
Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih (Fauziah dkk.,(2014).
G.
Morfometrik
Morfometrik
merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat,
serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase
hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting
pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada
masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi
lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu
untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur
dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh (Amir dan Achmar Mallawa, 2015).
III. METODE PRAKIKUM
A. Waktu dan Tempat.
Praktikum
Iktiologi Air Morfometrik dilaksanakan pada hari , Sabtu Tanggal
17 Sebtember 2016 Pukul 16.00 – 18.00 WITA. Bertempat di
Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Halu Oleo.
B. Alat
dan Bahan.
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel
3. Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini.
No
|
Alat dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat
|
||
-
Alat Tulis
|
-
|
-
Menulis
data yang yang telah diamati
|
|
-
Baki
|
-
|
-
Tempat
untuk meletakkan objek yang diamati
|
|
-
Kamera
|
-
|
-
Mendokumentasikan
objek yang diamati
|
|
-
Pingset
|
-
|
-
Menjepit
sirip objek yang diamati
|
|
- Penggaris
|
Cm
|
-
Mengukur objek
yang diamati
|
|
2.
|
Bahan
|
||
-
Ikan Cakalang (K. pelamis)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Ikan Terbang (H.
Oxicephalus)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Ikan Layang (D. Macrosomai)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Ikan ekor kuning (L. Kasmira)
|
-
|
-
Obyek yang diamati
|
|
-
Tisu
|
-
|
-
Membersihkan
meja
|
|
-
Alkohol 70 %
|
-
|
-
Mensterilkan
meja
|
|
- Kertas Laminating
|
-
|
-
Mengalas
objek
|
C. Prosedur kerja.
Adapun prosedur kerja yang dilakukan
dalam praktikum morfomerik ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan
alat dan bahan
2. Meletakan
objek dan mistar diatas kertas HVS kemudian didokumentasikan
3. Mengukur
tubuh ikan
4. Mencatat
hasil pengamatan kedalam worksheet yang dijadikan laporan sementara
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Adapun
hasil pengamatan morfometrik ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan
Morfomertik Ikan
No.
|
Parameter
|
Ukuran Individu
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Berat
tubuh
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.
|
Panjang
total (PT)
|
25 cm
|
16 cm
|
28 cm
|
31 cm
|
3.
|
Panjang
standar ( PS)
|
23 cm
|
12 cm
|
23 cm
|
29 cm
|
4.
|
Panjang
kepala (PK)
|
6 cm
|
5 cm
|
5cm
|
9 cm
|
5.
|
Panjang
sebelum sirip dorsal (PsSD)
|
13 cm
|
5 cm
|
16 cm
|
10 cm
|
6.
|
Panjang
sebeum sirip pelvic (PsSPe)
|
7 cm
|
4,5
cm
|
0 cm
|
9 cm
|
7.
|
Pajang
sebelum sirip anal (PsSA)
|
14 cm
|
9 cm
|
13 cm
|
21 cm
|
8.
|
Tinggi
kepala (TK)
|
4 cm
|
3,5
cm
|
4 cm
|
6 cm
|
9.
|
Tinggi
badan (TB)
|
5 cm
|
5 cm
|
4 cm
|
8 cm
|
10.
|
Tinggi
batang ekor (TBE)
|
1 cm
|
1,5
cm
|
1 cm
|
1 cm
|
11
|
Panjang
batang ekor (PBE)
|
2 cm
|
2 cm
|
2 cm
|
3 cm
|
12.
|
Diameter
mata (DM)
|
1.5
cm
|
1 cm
|
2 cm
|
1,5
cm
|
13.
|
Jarak
mata ke tutup insang (JMTI)
|
3 cm
|
2,5
cm
|
2,5
cm
|
-
|
14.
|
Panjang
hidung
|
2 cm
|
0,5
cm
|
1 cm
|
2 cm
|
15.
|
Lebar
badan (LB)
|
4 cm
|
2 cm
|
2,5
cm
|
5 cm
|
16.
|
Panjang
dasar sirip dorsal (PDSD)
|
6 cm
|
8 cm
|
4,5
cm
|
2,5
cm
|
17.
|
Panjang
dasar sirip anal (PDSA)
|
4 cm
|
2 cm
|
1 cm
|
2,5
cm
|
18.
|
Panjang
dasar sirip pelvic (PDSPe)
|
2 cm
|
1 cm
|
-
|
2 cm
|
19.
|
Panjang
dasar sirip pektoral (PDSP)
|
1 cm
|
1 cm
|
-
|
-
|
20.
|
Panjang
sirip ekor bagian atas (PSEBT)
|
4 cm
|
4 cm
|
5 cm
|
5 cm
|
21.
|
Panjang
sirip ekor bagian bawah (PSEBB)
|
4 cm
|
3,5
cm
|
7 cm
|
5 cm
|
22.
|
Panjang
moncong (PM)
|
6 cm
|
2 cm
|
2,5
cm
|
2 cm
|
23.
|
Panjang
maxila (Pma)
|
2 cm
|
2 cm
|
2 cm
|
3 cm
|
24.
|
Panjang
permaxila (PPa)
|
2 cm
|
1,5
cm
|
2 cm
|
3,5
cm
|
25.
|
Jumlah
jari-jari sirip dorsal
a. jari-jari
keras
|
24 cm
|
11 cm
|
2 cm
|
4 cm
|
b. jari-jari
lemah
|
24 cm
|
14 cm
|
9 cm
|
14 cm
|
|
26.
|
Jumlah
jari-jari sirip anal
a. jari-jari
keras
|
3 cm
|
3 cm
|
2 cm
|
2 cm
|
b. jari-jari
lemah
|
10 cm
|
7 cm
|
16 cm
|
9 cm
|
|
27.
|
Simbol/rumus
sirip dorsal
|
DIV,24
|
DXI,14
|
DII,9
|
DIV,14
|
28.
|
Simbol/rumus
sirip anal
|
AIII,10
|
AIII,7
|
AII,16
|
AII,
9
|
Keterangan:
1. Ikan
Layang (D. Macrosoma)
2. Ikan
Timun (L. Kasmira)
3. Ikan
Terbang (H. Oxycephalus)
4. Ikan
Cakalang (K. pelamis)
B. Pembahasan.
Morfometrik
merupakan ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan (measuring methods) yang dimbil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan
tubuh.
Berdasarkan
hasil pengamatan morfometrik ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki panjang total (PT) 31 cm,
panjang standar (PS) 29 cm, panjang kepala (PK) 9 cm, panjang sebelum sirip
dorsal (PsSD) 10 cm, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 9 cm, panjang sebelum
sirip anal (PsSA) 21 cm, tinggi kepala (TK) 6 cm, tinggi badan (TB) 8 cm,
tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 3 cm, diameter mata
(DM) 1,5 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 0, panjang hidung 2 cm, lebar
badan (LB) 5 cm, panjang dasar sirip dorsal (PDSD) 5,5 cm, panjang dasar sirip
anal (PDSA) 2,5 cm, panjang dasar sirip pelvic (PDSPe) 2 cm, panjang dasar
sirip paktoral (PDSP) 0, panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT) 5 cm, panjang
sirip ekor bagian bawah (PSEBB) 5 cm, panjang moncong (PM) 2 cm, panjang
maxilla (PMa) 3 cm, panjang prexilla (PPa) 3,5 cm, jumlah jari-jari sirip
dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal
(jumlah jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 9), simbol/rumus sirip dorsal
DIV,14 dan simbol/rumus sirip anal AII,9. Hal ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar Mallawa (2015), Morfometrik
merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat,
serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase
hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting
pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada
masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa
menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam
morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan
estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh.
Berdasarkan
hasil pengamatan morfometrik terhadap ikan Terbang memiliki panjang total (PT)
28 cm, panjang standar (PS) 23 cm,
panjang kepala (PK) 5 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 16 cm, panjang
sebelum sirip pelvic (PsSPe) 0 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 13 cm,
tinggi kepala (TK) 4 cm, tinggi badan (TB) 4 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm
panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 2 cm, jarak mata ke tutup
insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 1 cm, lebar badan (LB) 2,5 cm, panjang
dasar sirip dorsal (PDSD) 4,5 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 1 cm, panjang
dasar sirip pelvic (PDSPe) 0 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 0 cm,
panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT) 5 cm, panjang sirip ekor bagian bawah
(PSEBB) 7 cm, panjang moncong (PM) 2,5 cm, panjang maxilla (PMa) 2 cm, panjang
prexilla (PPa) 2 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 2 dan
jari-jari lemah 9), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 2 dan
jari-jari lemah 16), simbol/rumus sirip dorsal DII,9 dan simbol/rumus sirip
anal AII, 16. Hal ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan
pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala
kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan.
Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan,
agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing
jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih
lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk
mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan
jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh.
Berdasarkan
hasil pengamatan morfometrik ikan Timun (L. Kasmira) memiliki panjang total (PT) 16 cm, panjang standar (PS) 12 cm, panjang kepala
(PK) 5 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 5 cm, panjang sebelum sirip
pelvic (PsSPe) 4,5 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 9 cm, tinggi kepala
(TK) 3,5 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1,5 cm, panjang
batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 1 cm, jarak mata ke tutup insang
(JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 0,5 cm, lebar badan (LB) 2 cm, panjang dasar
sirip dorsal (PDSD) 8 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 2 cm, panjang dasar
sirip pelvic (PDSPe) 1 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 1 cm, panjang
sirip ekor bagian atas (PSEBT) 4 cm, panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB)
3,5 cm, panjang moncong (PM) 2 cm, panjang maxilla (PMa) 2 cm, panjang prexilla
(PPa) 1,5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 11 dan jari-jari
lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah
7), simbol/rumus sirip dorsal DXI,14 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 7. Hal
ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar
Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang
meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan
standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk
mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya,
disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga
informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai
penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam
tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui
berat dan ukuran tubuh.
Berdasarkan
hasil pengamatan morfometrik ikan Layang (D. Macrosoma)
memiliki panjang total (PT) 25 cm, panjang standar (PS) 23 cm, panjang
kepala (PK) 6 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 13, panjang sebelum sirip
pelvic (PsSPe) 7 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 14 cm, tinggi kepala
(TK) 4 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang
batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 1,5 cm, jarak mata ke tutup insang
(JMTI) 3 cm, panjang hidung 2 cm, lebar badan (LB) 4 cm, panjang dasar sirip
dorsal (PDSD) 6 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 4 cm, panjang dasar sirip
pelvic (PDSPe) 2 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 1 cm, panjang sirip ekor
bagian atas (PSEBT) 4 cm, panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB) 4 cm, panjang
moncong (PM) 6 cm, panjang maxilla (PMa) 2 cm, panjang prexilla (PPa) 2 cm,
jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 24),
jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 10),
simbol/rumus sirip dorsal DIV, 24 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 10. Hal ini
di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar
Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang
meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan
standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk
mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran
ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan,
sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat.
Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih
mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta
mengetahui berat dan ukuran tubuh.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpula
Simpulan
yang dapat ditarik dari hasil pengamatan morfometrik bahwa: ikan Layang (D. Macrosoma) memiliki
panjang total (PT) 25 cm, tinggi kepala (TK) 4 cm, panjang kepala (PK) 6 cm,
tinggi badan (TB) 5 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor
(PBE) 2 cm,diameter mata (DM) 1,5 cm,panjang hidung 2 cm, lebar badan (LB) 4
cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 24), jumlah
jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 10), simbol/rumus
sirip dorsal DIV, 24 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 10.
Pada
ikan Timun (L. Kasmira) memiliki panjang total (PT) 16 cm, panjang standar (PS) 12 cm, panjang kepala
(PK) 5 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter
mata (DM) 1 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 0,5
cm, lebar badan (LB) 2 cm, panjang prexilla (PPa) 1,5 cm, jumlah jari-jari
sirip dorsal (jari-jari keras 11 dan jari-jari lemah 14), jumlah jari-jari
sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 7), simbol/rumus sirip dorsal
DXI,14 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 7.
Pada
ikan Terbang (H. Oxycephalus) memiliki
panjang total (PT) 28 cm, panjang
standar (PS) 23 cm, panjang kepala (PK) 5 cm, tinggi badan (TB) 4 cm, tinggi
batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 2
cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 1 cm, lebar badan
(LB) 2,5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 2 dan jari-jari
lemah 9), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah
16), simbol/rumus sirip dorsal DII,9 dan simbol/rumus sirip anal AII, 16.
Pada
ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki panjang total (PT) 31 cm,
panjang standar (PS) 29 cm, panjang kepala (PK) 9 cm, panjang sebelum sirip
dorsal (PsSD) 10 cm, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 9 cm, panjang sebelum
sirip anal (PsSA) 21 cm, tinggi kepala (TK) 6 cm, tinggi badan (TB) 8 cm,
tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 3 cm, diameter mata
(DM) 1,5 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 0, panjang hidung 2 cm, lebar
badan (LB) 5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari
lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal (jumlah jari-jari keras 2 dan jari-jari
lemah 9), simbol/rumus sirip dorsal DIV,14 dan simbol/rumus sirip anal AII,9.
B.
Saran
Saran saya sebagai praktikan adalah
melakukan praktikum dengan mengamati jenis ikan lain sebagai bahan pembanding
dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi pengukuran tubuh ikan.
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ikan merupakan salah
satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis. Umumnya ada 2 tipe nilai
ekonomis yaitu nilai ekonomis tinggi dan nilai ekonomis rendah. Ikan yang
memiliki nilai ekonomis tinggi biasanya disebut dengan ikan cantik. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tekstur daging, warna tubuh, dan lain
sebagainya. Contohnya ikan Terbang
(H. oxycephalus). Sedangkan ikan tidak
cantik ikan yang memiliki standar yang tidak diinginkan oleh konsumen.
Iktiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang ikan dan
seluruh aspek kehidupannya. Didalam iktiologi dibahas mengenai integumen atau
sering dikenal dengan penutup tubuh pada ikan beserta derivat- derivatnya.
Sistem integumen merupakan bagian terluar dari ikan sebagai sistem pembalut
tubuh. Sistem integument dapat dianggap terdiri dari kulit yang sebenarnya dan
derivat-derivatnya. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya, dan
merupakan lapisan penutup yang umumnya terdiri dua lapisan utama, letaknya
sebelah luar dari jaringan ikat kendur yang meliputi otot dan struktur permukaan lain. Sedangkan
derivat integumen yaitu striker tertentu yang secara embriogenetik berasal dari
salah satu atau kedua lapisan kulit sebenarnya. Struktur ini dapat berupa
struktur yang lunak seperti kelenjar eksresi, tetapi dapat berupa struktur yang
keras dari kulit ini dinamakan eksoskelet
Oleh
karena itu, perlu dilakukan praktikum sehingga kami dapat mengetahui sistem integumen
pada ikan.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengamati struktur penutup tubuh ikan (kulit
dan derivat-derivatnya) seperti sisik (squama),
jari-jari sirip, lendir, sisik duri (scute),
lunas (keel), dan kelenjar racun.
Manfaat
dari praktikum ini adalah agar praktikan mengetahui struktur penutup tubuh pada
ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Ikan
Klasifikasi Ikan Terbang (H. oxycephalus) menurut Ali dkk.
(2013), adalah sebagai berikut:
Kingdom:
Animalia
Phylum: Chordata
Class: Actinopterygii
Order: Beloniformes
Family: Exocoetidae
Genus:
Hirundicthyes
Species: Hirundichthyes oxycephalus
Gambar
9. Morfologi Ikan Terbang (H. oxycephalus)
(Sumber:
Dok. Pribadi, 2016)
B. Morfologi dan
Anatomi
Ikan Terbang (H. oxycephalus) secara umum memiliki bentuk tubuh yang
memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya terletak dibagian bawah
badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang bawah lebih menonjol
terutama pada individu muda Oxymop
harus dari family Oxyphoramphydae,
dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada
jenis Cypselurus. Sirip pectoral
panjang diadaptasikan untuk melayang dan terdiri dari duri lunak, dengan
variasi ukuran dan jumlah ruas sirip bercabang pada masing-masing spesies.
Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih panjang. Sisiknya sikloid
berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada beberapa spesies Hyrundichthyes, sisiknya juga tumbuh
pada bagian palatin, pada fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer,
pterofoid, dan lidah ukuran-ukuran panjang kepala, tinggi, dan lebar juga
tergantung pada umur (Ali dkk., 2013)
C. Habitat dan Penyebaran
Habitat ikan Terbang (H.
oxycephalus) ini dapat di temui di seluruh zona khatulistiwa dan
berkembang di perairan hangat di seluruh dunia. Mereka sering di temukan di
India dan Samudra Atlantik dan juga lautan. Seperti di sebutkan sebelumnya,
ikan Terbang seringkali dapat di lihat pada zona air dangkal. Hal ini hanya memungkinkan
mereka untuk membuat mekanisme pertahanan yang baik dalam memaksimalkan peluang
mereka untuk menemukan makanan yang mereka sukai (Syahailatua,
2006).
Ikan Terbang tersebar di
beberapa wilayah perairan dunia sebagai sumber daya perikanan komersial seperti
Kepulauan Pasifik, Korea, China, Laut Jepang, Bagian Selatan California, USA,
Barat Afrika, Selatan India, Brazil, Nederland Antilles, Timur Karibia. Ikan
ini melimpah pada wilayah perairan tertentu terutama di wilayah perairan tropis
sebagai sumber perikanan skala kecil seperti di Indonesia, Philipina,Vietnam,
Thailand, dan Karibia. Di Indonesia, distribusi ikan Terbang terutama di
wilayah perairan Timur Indonesia seperti Selat Makassar, Laut Flores, Laut
Banda, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, dan Laut Jawa (Djamali,
2006).
Ikan Terbang banyak ditemukan di laut tropis dan sub
tropis, hidup dipermukaan lepas pantai maupun daerah pantai dan merupakan salah
satu komponen rantai makanan pada ekosistem pelagi. Distribusi ikan Terbang
dibatasi oleh garis isothermal 20oC, namun ada spesies yang toleran
terhadap suhu dingin seperti Cypselurus
huterurus yang mempunyai wilayah distribusi paling luas seperti Exocoetus
volitans (Palo, 2009).
D. Fisiologi dan Reproduksi
Semua makhluk hidup termasuk ikan mempunyai kemampuan bereproduksi
untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk mempertahankan jenisnya.
Selama proses reproduksi sebagian besar hasil metabolismenya tertuju pada
pematangan gonad, sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan-perubahan pada
gonadnya seperti pertambahan ukuran dan bobot gonad. Pengetahuan tentang
perubahan tahapan kematangan gonad bertujuan untuk mendapatkan keterangan
bilamana ikan memijah, baru memijah, atau akan memijah, serta untuk
membandingkan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Kapasitas
reproduksi suatu populasi tergantung berapa banyak individu secara seksual
telah dewasa atau matang (Palo, 2009).
Di dalam proses mempertahankan eksistensinya,
masing-masing spesies mempunyai strategi reproduksi. Strategi reproduksi adalah
semua pola dan cirri khas reproduksi yang diperlihatkan oleh individu dari
suatu spesies termasuk sifat bawaan yang kompleks misalnya: ukuran atau umur
pertama matang gonad, fekunditas, diameter telur, ukuran gamet, dan sebagainya.
Tingkat kematangan gonad dapat diketahui melalui pengamatan morfologi dan
histologi gonadnya (Alam, 2009).
E. Makanan dan Kebiasaan Makan
Komposisi makanan ikan Terbang (H. oxycephalus) dan Cheilopongon cyanopterus
di Laut Flores terdiri kopepoda sebagai makanan utama, alga sebagai makanan
pelengkap, beberapa spesies Chaetognatha dan
Malacostraca sebagai makanan tambahan
(Syahailatua, 2006).
Ikan Terbang
tergolong ikan pemakan plankton, namun ikan Terbang yang berukuran lebih besar
dapat pula memakan ikan-ikan kecil. Makanan Ikan Terbang terdiri dari kelompok
plankton crustacea,plankton algae, dan plankton chaetognatha. Kelompok makanan yang paling besar adalah plankton
crustacea yang terdiri dari copepod, cladocera, decapoda, mysid, dan amphipoda
yang merupakan makan utama dalam suatu geografis yang luas untuk satu spesies
ikan yang hidup terpisah-pisah dapat memungkinkan terjadinya perbedaan
kebiasaan makan (Palo, 2009).
F. Nilai Ekonomis
Selain menjadi sumber protein hewani, telur
ikan Terbang (H.
oxycephalus) juga merupakan
komoditas ekspor yang dapat menjadi sumber devisa negara. Sulawesi Selatan
merupakan pusat perdagangan utama telur ikan Terbang di Indonesia, sehingga
ekspor telur ikan Terbang di daerah ini menjadi andalan penghasil devisa
setelah udang. Usaha ekspor komoditi telur ikan Terbang dari sulawesi selatan
sudah di mulai sejak tahun 1970-an (Syahailatua, 2006).
Nilai ekonomi yang besar bagi sumber daya tersebut
sering kali mengabaikan etika pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan akibat tingginya
permintaan pasar, sehingga populasi jenis ikan ini mengalami penurunan terus
menerus beberapa tahun belakangan ini. Upaya untuk mencegah agar ikan Terbang
tidak punah dan berkelanjutan diperlukan suatu kebijakan yang tepat. Untuk
mendukung upaya tersebut maka diperlukan informasi penelitian pendukung baik
biologi maupun ekologi. Salah satu faktor ekologis yang memegang peranan
penting dalam kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan adalah makanan. Ikan
tumbuh optimal jika mendapat makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi yang
seimbang. Makanan yang dimakan oleh ikan dimanfaatkan dalam siklus metabolisme
tubuhnya yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan tingkat
keberhasilan hidup untuk tiap individu-individu ikan di perairan tersebut. Ketersediaan
makanan yang cukup bagi ikan akan digunakan untuk partumbuhan sehingga dapat
tumbuh dengan optimal (Natsir, 2009).
G. Sistem Integumen.
Sistem integumen merupakan bagian tubuh yang
berhubungan langsung dengan lingkungan luar atau habitat hidup. Sistem
integumen mencangkup kulit dan derivat serta modifikasinya. Derivat integumen
merupakan suatu struktur yang secara embriogenetik berasal dari salah satu atau
kedua lapisan kulit yang sebenarnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah
sisik, jari-jari sirip, scute (skut),
keel (kil), kelenjar lendir dan
kelenjar racun (Abdul, 2014).
Integumen merupakan bagian tubuh ikan yang terletak
paling luar. Sistem integumen atau sistem integumentum terdiri dari kulit dan
derivat-derivatnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari
sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir, dan
kelenjar racun (Makatipu, 2006).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Sabtu, 24 September 2016 pukul 16:00-17:45 WITA, bertempat di Laboratorium
Oseanografi, GIS dan Remote Sensing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel
5. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya
No
|
Alat
dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
A.
|
Alat
-
Alat Tulis
-
Baki
-
Kamera
-
Microskop
-
Pinset
-
Penggaris
|
-
-
-
-
-
cm
|
-
Menulis data yang yang telah diamati
-
Tempat untuk meletakkan objek
yang diamati
-
Mendokumentasikan objek yang diamati
-
Mengamati sisik objek
-
Mengambil sisik objek yang diamati
-
Mengukur objek yang diamati
|
B.
|
Bahan
- Alkohol
-
Air panas
-
Ikan Terbang (H. oxycephalus)
-
Tisu
-
Kertas HVS
|
%
liter
individu
-
lembar
|
-
Mensterilkan meja
-
Merendam objek
-
Obyek yang diamati
-
Membersihkan meja
-
Mengalas objek
|
C. Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum sistem integumen ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan
alat dan bahan
2. Meletakan
ikan diatas kertas HVS kemudian diambil gambarnya sebagai dokumentasi
3.
Mengamati integumen
ikan: tipe sisik (squama), sisk duri (scute), lendir, lunas (keel),
warna sisik, bentuk sisik, jumlah primary
radii, dan jumlah secondary radii.
4.
Mencatat hasil pengamatan ke dalam
worksheet yang dijadikan laporan sementara.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Bentuk Sisik Ikan Terbang (H. oxycephalus)
Keterangan :
1. Ctenii
2. Focus
3. Posterior field
4. Circuli
5. Lateral field
6. Anterior field
7. Secondary radii
Gambar 14. Sisik Ikan Terbang (H. oxycephalus)
2. Hasil Pengamatan Sistem integumen
Tabel 6. Hasil
Pengamatan Sistem Integumen Ikan Terbang (H. oxycephalus)
No.
|
Parameter
|
Keterangan
|
1
|
Tipe sisik (Squama)
|
Ctenoid
|
2
|
Sisik duri (Scute) (ada/tidak ada)
|
tidak ada
|
3
|
Lendir (ada/tidak ada)
|
tidak ada
|
4
|
Lunas (Keel) (ada/tidak ada)
|
tidak ada
|
5
|
Warna sisik
|
Bening kehitaman
|
6
|
Bentuk sisik
|
Bulat lonjong
|
7
|
Jumlah Primery Radii
|
tidak ada
|
8
|
Jumlah Secondary Radii
|
6
|
B. Pembahasan
Integumen merupakan lapisan penutup tubuh pada ikan
yang terdiri atas kulit dan derivat-derivatnya. Lapisan kulit terdiri atas dua
bagian yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Lapisan epidermis merupakan
lapisan kulit yang terdapat pada lapisan terluar dalam suatu organisme
sedangkan lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang terdapat pada lapisan
dalam kulit dalam suatu organisme.
Berdasarkan hasil pengamatan sistem integumen pada ikan
Terbang (H. oxycephalus) memiliki
tipe sisik (squama) ctenoid, tidak
memiliki sisik duri (scute), tidak
memiliki lendir, tidak memiliki lunas (keel),
warna sisik bening kehitaman, bentuk sisik bulat lonjong, tidak memiliki primary radii, namun memiliki secondary
radii bejumlah 6. Di dalam
sisik ctenoid terdapat beberapa bagian didalamnya yaitu ctenii, focus,
posterior field, circuli, lateral field, anterior field, secondary radii. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh Abdul, (2014) bahwa sistem integumen merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan
lingkungan luar atau habitat hidup. Sistem integumen mencangkup kulit dan
derivat serta modifikasinya. Derivat integumen merupakan suatu struktur yang
secara embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang
sebenarnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir dan kelenjar racun. Pendapat lain pula
yang sejalan dengan hasil yang diperoleh yang dikemukakan oleh Makatipu, (2006)
bahwa integumen merupakan bagian tubuh ikan yang terletak paling luar. Sistem
integumen atau sistem integumentum terdiri dari kulit dan derivat-derivatnya.
Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir, dan kelenjar racun.
V. SIMPULAN DAN
SARAN
A. Simpulan
Adapun
simpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan ikan Terbang (H. oxycephalus) ini
adalah memiliki tipe sisik (squama) ctenoid,
tidak memiliki sisik duri (scute), tidak
memiliki lendir, tidak memiliki lunas (keel),
warna sisik bening kehitaman, bentuk sisik bulat lonjong, tidak memiliki primary radii, namun memiliki secondary
radii bejumlah 6
B. Saran
Adapun
saran saya dalam praktikum kali ini yaitu sebelum melakukan praktikum harus
membaca terlebih dahulu panduan paraktikum agar dalam praktikum dapat berjalan
dengan lancar.
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ikan adalah hewan yang memiliki tekstur daging yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Hal ini dikarenakan didalam daging ikan mengandung zat-zat yang bernutrisi
seperti protein, vitamin, lemak, air dan mineral seperti pada ikan Cakalang (K. pelamis). Sejalan dengan berkembangan
masyarakat kebutuhan terhadap ikan tidak pernah berkurang. Untuk itu perlu
dipelajari iktiologi agar organisme ikan tetap ada sehingga keberlanjutan
permintaan terhadap ikan selalu elastis.
Ikhtiologi merupakan salah satu
cabang ilmu Biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta
segala aspek kehidupan yang dimilikinya. Istilah ini berasal dari Ichthyologia (bahasa Latin: Yunani)
dimana perkataan Ichthyes artinya
ikan dan logos artinya ajaran.
Iktiologi juga mempelajari mengenai sistem urat daging. Dibangdingkan dengan
vertebrata lainnya, ikan mempunyai system otot yang relatif jauh sederhana
Urat
daging atau yang dikenal dengan otot yang kelihatan jelas pada ikan merupakan satu kesatuan yang disusun oleh
suatu komponen yang disebut myotome
yang tampak seperti blok-blok otot. Kumpulan dari myotome-myotome ini akan membentuk yang disebut dengan myosepta. Urat daging pada ikan terbagi
oleh horizontal steleto geneus septum yang terdiri dari bagian bawah yang
disebut dengan hypaxial dan urat
daging bagian atas yang disebut dengan apaxial.
Olehnya itu,
Perlu dilakukan praktikum kali ini untuk lebih mengetahui dan memahami tentang sistem
urat daging pada ikan.
B. Tujuan dan Manfaat
Adapun
tujuan praktikum ini adalah untuk mengamati letak dan jenis-jenis urat daging
yang terdapat dalam tubuh ikan.
Adapun
manfaat praktikum ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
sistem urat daging yang terdapat dalam tubuh
ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Klasifikasi
Cakalang
sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang adapun
klasifikasi cakalang menurut Paendong dkk. (2012), adalah sebagai berikut :
Filum :
Vertebrata
Kelas : Telestoi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Spesies : Katsuwonus pelamis
Gambar 10.
Ikan Cakalang (K. pelamis)
(Sumber : Dok. Pribadi, 2016)
B.
Morfologi
dan Anatomi
Morfologi ikan Cakalang (K. pelamis) yaitu tubuh berbentuk
torpedo/kerucut (Fusiform), memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua
sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16
jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9
finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal
diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat
titik- titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi
bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang
memanjang pada bagian samping badan.
Termasuk ikan yang hidup pada perairan Laut lepas namun
dekat dengan garis pantai. Ikan-ikan muda sering masuk ke dalam teluk atau
pelabuhan. Gerombolannya terbentuk bersama spesies lain, terdiri dari 100
sampai 5.000 ekor. Bagian tubuh ikan mulai dari anterior sampai posterior berturut-turut (Marline, 2014).
C.
Habitat
dan Penyebaran
Penyebaran Cakalang (K.
pelamis) tersebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan
Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut
letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut
kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran
atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas
merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing
ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan
Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena
kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus
tersebut (Litaay, 2013).
D. Fisiologi
dan Reproduksi
Ikan Cakalang (K.
pelamis) mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah Cakalang
dapat menghasilkan 1.000.000-2.000.000 telur. Fekunditas meningkat dengan
meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada ikan
betina dengan ukuran fork length
41-48 cm antara 8.000-2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di
perairan khatulistiwa, antara musim semi sampai awal musim gugur di daerah sub
tropis, dan waktu pemijahan akan semakin pendek dengan semakin jauh dari
khatulistiwa. Pemijahan Cakalang sangat dipengaruhi oleh perairan panas,
sebagian besar larva Cakalang ditemukan di perairan dengan suhu di atas 24oC
. Musim pemijahan Cakalang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan
ditemukannya larva di perairan tersebut. Perbedaan ukuran Cakalang pertama kali
matang gonad dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu perairan, letak
lintang dan bujur serta kecepatan pertumbuhan (Manik, 2007)
E. Makan dan Cara makan
Ikan Cakalang (K. pelamis) termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan
yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan
ruaya disekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa
bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan
berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Gerombolannya terbentuk
bersama spesies lain, terdiri dari 100 sampai 5.000 ekor. Termasuk predator
oportunistik dengan jenis makanan dari ikan- ikan kecil (Clupeidae dan
Engraulidae), cumi-cumi, crustacea sampai zooplankton (Jamal,
2008).
Kebiasaan
Cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah Cakalang
dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu
suatu schooling Cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang
berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling
yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan
dengan kepadatan yang besar. Ikan Cakalang ukuran besar berbeda kemampuan
adaptasinya dengan ikan Cakalang ukuran kecil dalam mengatasi perubahan
lingkungan. Dengan mengetahui ukuran ikan Cakalang, maka dapat melihat sebagian
sifat-sifatnya dalam mengatasi perubahan lingkungan. Di perairan
Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan Cakalang dengan ikan
pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin banyaknya ikan kecil dan plankton,
maka Cakalang akan berkumpul untuk mencari makan. Ikan Cakalang mencari makan
berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat
rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada
waktu senja (Tolihe, 2014).
F. Nilai Ekonomis
Ikan Cakalang (K. pelamis) merupakan salah satu ikan ekonomis penting di
Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyebutkan target
pertumbuhan ekspor mencapai 19% dimana posisi ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang
sangat strategis dalam menghasilkan devisa negara, selain sebagai komoditas
pencukupan sumber protein hewani untuk penduduk Indonesia. Laporan terkini
menyebutkan bahwa kelompok TTC (Tuna Tongkol Cakalang) menyumbang sebanyak 12%
dari total 40% ekspor produk perikanan. Untuk itu status perikanan Cakalang di
WPP menjadi sangat penting untuk diketahui. Analisa mengenai indeks musim
penangkapan, dan perkembangan hasil tangkapan sangat diperlukan. Di daerah
tropis seperti Indonesia, satu alat tangkap yang dapat menangkap banyak spesies
ikan dengan karakteristik ikan yang sangat berbeda-beda seperti ikan demersal
dan ikan pelagis (Tolihe, 2014).
Salah satu
jenis sumberdaya ikan laut, yang mempunyai nilai ekonomis penting dan
mempunyai prospek yang baik adalah ikan Cakalang. Potensi ikan pelagis besar di
wilayah pengelolaan perikanan (WPP 4) yaitu di Selat Makassar dan Laut Flores
sebesar 193,60 (103 ton/tahun) dan produksinya sebesar 85,10 (103 ton/tahun),
dengan tingkat pemanfaatan sebesar 43,96 %. Teknologi penangkapan yang umum
digunakan di Indonesia untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan Cakalang adalah
purse seine dan pancing (pole and line, pancing tonda, pancing ulur dan long
line). Potensi produksi ikan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 900
ribu ton (Suara, 2014).
G. Sistem Urat Daging
Urat daging atau yang dikenal dengan otot
yang kelihatan jelas pada ikan merupakan
satu kesatuan yang disusun oleh suatu komponen yang disebut myotome yang tampak sepertsi blok-blok
otot. Kumpulan dari myotome-myotome
ini akan membentuk yang disebut dengan myosepta.
Urat daging pada ikan terbagi oleh horizontal
steleto geneus septum yang terdiri dari bagian bawah yang disebut dengan hypaxial dan urat daging bagian atas
yang disebut dengan apaxial. Letak
dari urat daging ini hampir tersebar diseluruh tubuh sehingga urat daging pada
ikan mempunyai peranan, fungsi, yang sesuai dengan letaknya dalam tubuh (Abdul, 2010).
Urat
daging mempunyai peranan penting dalam aktifitas kehidupan ikan. Gerakan tubuh
yang dihasilkan merupakan hasil kerja dari otot. Secara fungsional otot ini
terbagi menjadi 2 tipe yaitu otot yang bekerja dibawah rangsangan atau disebut voluntary dan otot yang bekerja tidak
dibawah rangsangan otot atau disebut involuntary.
Urat daging pada ikan mempunyai peranan dan fungsi yang sesuai dengan letak dan
fungsinya dalam tubuh karena urat daging pada pada ikan hampir diseluruh tubuh
tersebar (Abdul, 2010).
Pada dasarnya ikan mepunyai 3 macam urat
daging berdasarkan strukturnya yaitu otot polos, otot bergaris, dan otot
jantung dan salah satu hal yang menarik dari sistem urat daging ini adalah terdapatnya
organ listrik pada beberapa ikan yang pada vertebrata lainnya tidak ada. Urat
daging pada ikan yang mempunyai sirip
tunggal yang mempunyai fungsi untuk menggerakkan sirip-sirip terebut (Ikbal,
2008)
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Sabtu, 24 September 2016 pukul 15:00-17:45 WITA, bertempat di Laboratorium
Oseanografi, GIS dan Remote Sensing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel
7. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya
No
|
Alat
dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
A.
|
Alat
-
Alat Tulis
-
Baki
-
Kamera
-
Penggaris
-
Pisau bedah
|
-
-
-
cm
-
|
-
Menulis data yang yang telah diamati
-
Tempat untuk meletakkan objek
yang diamati
-
Mendokumentasikan objek yang diamati
-
Mengukur objek yang diamati
-
Mengupas kulit
|
B.
|
Bahan
- Alkohol
-
Air panas
-
Ikan Cakalang (K. pelamis)
-
Tisu
-
Kertas HVS
|
%
liter
individu
-
lembar
|
-
Mensterilkan meja
-
Merendam objek
-
Obyek yang diamati
-
Membersihkan meja
-
Mengalas objek
|
C. Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum sistem urat daging ini adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan
alat dan bahan
2. Meletakan
objek pada baki kemudian direndam dengan air panas sampai ikan tersebut kejang
dan kulitnya mudah dikelupas, namun perendaman jangan terlalu lama sebab urat
daging akan rusak sehingga akan menyulitkan pengupasan.
3. Mengelupas
kulit dengan menggunakan pisau kater sampai terlihat urat dagingnya.
4. Memotong
objek sehingga menjadi posisi daging melintang
5. Mengamati
bagian-bagian pada daging melintang dan pada daging bagian luarnya.
6. Menggambar
hasil pengamatan dalam worksheet yang dijadikan laporan sementara.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.
Urat Daging Bagian Luar Tubuh Ikan Cakalang (K. pelamis) Keterangan:
1.
Apaxial
2.
Hypaxial
3.
Myoseptum
4.
Myotome
5.
Literalis septum
Gambar 11. Urat
Daging Bagian Luar Tubuh Ikan Cakalang (K.
pelamis)
2.
Urat Daging Penampang Melintang Ikan
Cakalang (K. pelamis)
Keterangan:
1.
Supracarinalis
2.
Septum
verticale
3.
Myomer
4.
Myocomate
5.
Corpus
verteble
6.
Lusclus
lateralis
cuperficialistis
7.
Septum
horizontal
8.
Infracanhalis
Gambar 12.
Urat Daging Penampang Melintang Ikan Cakalang (K. pelamis)
C.
Pembahasan
Sistem urat
daging merupakan suatu kesatuan antara komponen-komponen penyusunnya, komponen
tersebut berupa blok urat daging yang disebut myotome dan kumpulan-kumpulan dari myotome yang disebut myoseptum.
Berdasarkan
hasil pengamatan urat daging bagian luar ikan Cakalang (K. pelamis) terdapat beberapa bagian didalamnya yaitu apaxial, hypaxial, myotome,
myoseptum dan literalis septum. Apaxial merupakan
bentuk tubuh ikan pada bagian atas. Hypaxial
merupakan bentuk tubuh ikan yang terdapat dibagian bawah. Myotome adalah blok-blok penyusun myosepta. Myosepta merupakan
kumpulan dari beberapa myotome. Hal ini sejalan
dengan pendapat yang dikemukkan oleh Abdul, (2010) bahwa urat daging atau yang dikenal dengan otot
yang kelihatan jelas pada ikan merupakan
satu kesatuan yang disusun oleh suatu komponen yang disebut myotome yang tampak sepertsi blok-blok
otot. Kumpulan dari myotome-myotome
ini akan membentuk yang disebut dengan myosepta.
Urat daging pada ikan terbagi oleh horizontal steleto geneus septum yang
terdiri dari bagian bawah yang disebut dengan hypaxial dan urat daging bagian atas yang disebut dengan apaxial. Letak dari urat daging ini
hampir tersebar diseluruh tubuh sehingga urat daging pada ikan mempunyai
peranan, fungsi, yang sesuai dengan letaknya dalam tubuh.
Sedangkan
pada bagian penampang melintang ikan Cakalang
(K. pelamis) memiliki supracarinalis, septum verticale, myomer,
myocomate, corpus verteble, lusclus lateralis cuperficialistis, septum
horizontal, infracanhalis. Hal
ini sejalan dengan pertanyaan yang dikemukakan oleh pendapat yang dikemukakan
oleh Jamal, (2011) bahwa untuk melihat jelas bagian-bagian urat daging, maka
perlu dibuat sayatan melintang pada tubuh ikan agak ke caudal (potongan tegak lurus melalui tulang punggung). Setelah
terpotong menjadi penampang melintang maka secara otomatis tampaklah otot-otot
yang tersusun dalam lingakaran-lingkaran konsentris. Potongan otot-otot yang
berupa lingkaran tersebut disebabkan karena otot-otot tersebut tersusun dengan
rapidari cranial ke caudal oleh lapisan otot yang terbentuk
kerucutyang disebut coni musculi. Coni musculi ini tersusun secara segmental
dan disebut myomer dan myotome. Antara satu myomer dengan myomer yang lainnya dipisahkan oleh suatu pembungkus yang disebut myocomate
atau
myoseptum. Otot-otot yang terletak dibagian sebelah kiri dan kanan tubuh dipisahkan
oleh suatu sekat yang disebut septum
vertical dan septum horizontal
atau horizontal skeletogeneus septum. Otot-otot pada tubuh ikan terbagi atasa
dua daerah yaitu musculi dorsalis atau musculi
apaxialis yaitu kumpulan otot-otot yang terdapat disebelah dorsal septum horizontal, musculiventralis
atau musculi apaxialis yaitu kumpulan
otot-otot yang terletak disebelah ventral septum horizontal.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Adapun
simpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah urat daging pada bagian
luar ikan Cakalang (K. pelamis)
memiliki apaxial, hypaxial, horizontal steletogeneus, myotome,
dan memiliki myoseptum dan bagian luar urat daging pada bagian penampang
melintang ikan Cakalang (K. pelamis)
memiliki supracarinalis, septumverticale, myomer, myocomate, corpusverteble, lusclus lateralis
cuperficialistis, septum horizontal,
dan infracanhalis.
B. Saran
Adapun saran saya sebagai praktikan adalah sebaiknya
praktikum berikutnya para praktikan melaksanakan praktikum dengan sebaik-baikya
agar tidak mengalami kesulitan pada saat pembuatan laporan.
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ikan
merupakan hewan akuatik, artinya hewan yang seluruh siklus hidupnya berada
dalam suatu perairan, umumnya bernafas dengan insang. Insang yang di gunakan
oleh ikan untuk bernafas terdiri atas insang yang dilengkapi dengan tutup inang,
misalnya ikan bertulang sejati dan insang yang tidak di lengkapi dengan tutup
inang, misalnya pada ikan bertulang rawan. Di samping itu, ada pula kelompok
ikan yang bernafas dengan paru paru dan alat pernafasan tambahan lainnya.
Pernapasan
adalah proses perukaran oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2)
antara orgapnisme dengan lingkunganya atau proses pengambilan oksigen (O2) yang
berasal dari alam dan dan diproses kedalam tubuh organisme kemudian di lepaskan
lagi di alam dalam bentuk (CO2). Alat pernafasan pada ikan secara umum adalah insang dengan
pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan paru-paru dan alat pernafasan tambahan
lainnya.
Pada
proses pernapasan, pertukaran gas terjadi secara difusi yaitu suatu aliran
molekul gas dari lingkunganya yang berkontraksi gasnya tinggi kelingkungan luar
dengan lingkungan yang konsentrasi gasnya lebih rendah. Sehingga begitu penting
jika kita melaksanakan praktek secara langsung mengenai sistem pernapasan
terhadap ikan agar kita mengetahui letak bagian-bagian aalat yang digunakan
dalam proses pernafasan khususnya ikan layang
(Decapterus macrosoma) dan ikan timun
(Lutjanus kasmra).
Berdasarkan uraian di atas, maka
perlunya dilakukan praktikum iktiologi terhadap sistem pernapasan pada ikan
untuk mengetahui bentuk dan letak bagian alat pernapasan pada beberapa golongan
organism serta mengidentifikasi ada atau tidaknya alat pernapasan tambahan yang
terdapat pada ikan khususnya ikan layang (Decapterus
macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).
B.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum ini yaitu kita dapat mengetahui bagian-bagian alat pernapasan
yang digunakan dalam proses pernapasan yang meliputi insang serta ada atau
tidaknya alat pernapasan tambahan yang ada pada ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjnus kasmira).
Manfaat
dari praktikum ini kita dapat menambah wawasan atau pengetahuan mengenai sistem
pernapasan yang meliputi insang serta ada atau tidaknya alat pernapasan
tambahan yang ada pada ikan layang (Decapterus
macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Klasifikasi
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008),
adalah sebagai berikut :
Kindom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus
Species : Decapterus macrosoma
Gambar
13. Ikan Layang (D.
Macrosoma)
(Sumber : Dok. Pribadi
2016)
Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 14. Ikan Timun (L. Kasmira)
(Sumber : Dok. Pribadi
2016)
B.
Morfologi
dan Anatomi
Ikan
layang (Decapterus macrosoma) merupakan salah satu
komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang
tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar
15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas
yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet)
di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang
tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral
line) (Prihartini dkk., 2007).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma)
biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung
pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap+8 biasa), sirip punggung kedua
berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2
(lepas) dan bergabung dengan 22–27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip
punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai
panjang 30 cm, umumnya 20–25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian
atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning
pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk., 2015).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan
memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian
belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira)
berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala
memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di
sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah
dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
C.
Habitat
dan Penyebaran
Secara ekologis sebagian besar
populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan Layang (D. Macrosoma) menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di
permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, neritik,
daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap
secara bersama. Ikan Layang (D. macrosoma)
bersifat stenohalin, artinya hidup
pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31 - 32
ppt (Safruddin, 2013).
Ikan layang termasuk jenis ikan
perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis
ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi
(32 – 34 promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan layang banyak
tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari pantai. Sedikit
informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang tetapi ada kecenderungan
bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih
dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa
ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 - 100 meter
(Prihartini
dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di
perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di
samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai
natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan
salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan
Layang marga Decapterusbaik di
perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan
Indonesia (Imbir dkk., 2015).
Habitat ikan Timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai
karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 200C hidupnya
berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1-60 meter, terkadang ikan ini berenang dengan
membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan
Timun (L. Kasmira) ini banyak di
jumpai hampir di seluruh perairan indonesia
maupun manca negara (Muths dkk.,
2012).
D.
Fisiologi
dan Reproduksi
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang
dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September (Ariyani
dkk., 2008). Pemijahan
ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang
mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi
antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
Reproduksi ikan
Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang
atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
E.
Makan
dan Kebiaasaan Makan
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan
kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan layang ini mencari
makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk
pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva
ikan juga telur-telur ikan teri (Stolephorus
sp.) (Muths dkk., 2012).
Jenis
makanan ikan timun (L. Kasmira) adalah ikan-ikan kecil dan
inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis
dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah
makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
F.
Nilai
Ekonomis
Pindang
layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan
memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya.
Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak
berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih
(Fauziah dkk. (2014).
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini
didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik
karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam
skala kecil (Antonio, 2015).
G.
Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan merupakan
pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida dalam suatu organisme hidup.
Alat pernapasa pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada
beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasaan paru-paru selalu
menggunakan insang. Belum berfungsinya insang pada saat embrio, maka pernafasan
dilakukan dengan menggunakan telur. Ada tiga bagian insang yaitu daun insang (giil filament) adalah bagian yang
mengandung kapiler-kapiler darah, tulang
lengkung insang (gill arch) suatu
saluran yang memungkinkan keluar masuknya darah dan terakhir adalah tapis
insang (gill racker) terletak pada bagian
yang terdepan (Nadia, 2014).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum Iktiologi Air
terhadap Sistem Pernafasan ikan dilaksanakan pada hari, Sabtu Tanggal
01 Oktober 2016 Pukul 09.00 – 11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium
Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo.
B.
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang di gunakan pada praktikum sistem pernapasan ikan dapat di lihat
pada tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Alat dan Bahan yang digunakan
Pada Praktikum Sistem Pernapasan.
No
|
Alat dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
A.
B.
|
Alat
-
Pisau bedah (Scapel)
-
Gunting bedah
-
Pinset
-
Kaca pembesar/lup
-
Baki (Dissecting-pan)
-
Alat tulis
-
Kertas HVS
-
Lap kasar dan halus
-
Mistar
-
Kamera
Bahan
-
Ikan layang (D. Macrosoma)
-
Ikan timun (L. Kasmira)
-
Alkohol 70%
-
Tisu
-
Sunlight
|
-
-
-
-
-
-
-
-
Cm
-
-
-
-
-
-
-
|
Untuk
membedah objek
Untuk menggunting objek
Untuk
mengambil bahan
Untuk
melihat objek yang kecil
Sebagai
wadah menyimpan objek
Untuk
menulis hasil pengamatan
Sebagai
media menggambar objek
Membersihkan
tempat praktikum
Alat bantu untuk foto ilmiah
Untuk pemotretan objek
Sebagai
objek pengamatan
Sebagai
objek pengamatan
Membersihkan
noda sisa praktikum
Mengeringkan
objek
Untuk mensterilkan alat bedah
|
C. Prosedur
Kerja
Adapun prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum sistem pernapasan
ikan adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan
di gunakan dalam praktikum.
2.
Menyiapkan kertas
laminating yang di gunakan sebagai alas untuk meletakan organisme.
3.
Meletakan organisme
pada kertas laminating kemudian mengambil gambar terlebih dahulu.
4.
Melakukan pembedahan
pada organisme yang di mulai dari lubang anus sampai pada bagian kepala.
5.
Mengamati bagian alat
pernapasan pada organisme
6.
Membuat laporan
sementara
7. Membersihkan
dan merapikan alat-alat praktikum.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Hasil
pengamatan sistem pernapasan pada ikan
layang (D. Macrosoma) dan ikan timun
(L. Kasmira) dapat dilihat pada tabel
9 dibawah ini :
Tabel 9.
Hasil Pengamatan Sistem Pernapasan pada Ikan
Parameter
|
Ikan
Layang
|
Ikan
Timun
|
|
1.
|
Jumlah Upper Limb Rakers
|
15 helai
|
8 helai
|
2.
|
Jumlah Lower Limb Rakers
|
22 helai
|
16 helai
|
3.
4.
|
Jumlah Gill Rakers
Jumlah Gill Filament
|
70
helai
127
helai
|
49
helai
108 helai
|
1.
Alat Pernapasan Ikan Layang (D. Macrosoma) Keterangan
:
1.
Upper limb rakers
2.
Lower limb rakers
3.
Gill rakers
4.
Gill fillament
Gambar
15. Insang Ikan Layang (D. Macrosoma).
2.
Alat
Pernapasan Ikan Timun (L. Kasmira)Keterangan :
1. Upper
limb rakers
2. Lower
limb rakers
3. Gill
rakers
4. Gill
filament
Gambar 16. Insang Ikan Timun (L. Kasmira).
B.
Pembahasan
Pernafasan
adalah proses perukaran oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2)
antara organisme dengan lingkunganya atau proses pengambilan oksigen (O2) yang
berasal dari alam dan dan diproses kedalam tubuh organisme kemudian di lepaskan
lagi di alam dalam bentuk (CO2). Alat pernapasan pada ikan secara umum adalah insang dengan
pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan paru-paru dan alat pernafasan tambahan
lainnya.
Berdasarkan
pengamatan sistem pernapasan pada ikan layang (D. macrosoma), jelas bahwa sistem pernapasan ikan layang terdiri
dari upper limb rakers berjumlah 15 helai, lower limb rakers berjumlah 22 buah, gill rakers
berjumlah 70 helai yang berfungsi sebagai penyaring oksigen (O2) terlarut yang
masuk kedalam insang, dan gill filament berjumlah 127 helai yang berfungsi
sebagai tempat terjadinya pertukaran gas oksigen (O2) dengan karbon dioksida
(C02). Pada bagian-bagian sistem pernafasan ikan layang di sesuaikan dengan
habitat atau lingkungan hidupnya. Hal ini didukung oleh pandapar Nadia (2014),
bahwa Sistem
pernafasan merupakan pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida dalam
suatu organisme hidup. Alat pernapasan pada ikan secara umum adalah insang
dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasaan
paru-paru selalu menggunakan insang. Belum berfungsinya insang pada saat
embrio, maka pernafasan dilakukan dengan menggunakan telur. Ada tiga bagian
insang yaitu daun insang (giil filament)
adalah bagian yang mengandung kapiler-kapiler darah, tulang lengkung insang (gill arch) suatu saluran yang
memungkinkan keluar masuknya darah dan terakhir adalah tapis insang (gill racker) terletak pada bagian yang
terdepan.
Berdasakan
pengamatan pada ikan timun sama halnya dengan ikan layang hanya perbedaannya
terletak pada jumlah upper limb rakers
sebanyak 8 helai, lower limb rakers
sebanyak 16 helai, gill rakers sebanyak 49 helai dan gill filament sebanyak 108
helai, yang masing-masing alat pernafasan tersebut mempunyai fungsi
masing-masing dalam proses pernafasan ikan timun sesuai dengan habitat atau
lingkungan hidupnya. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), bahwa Sistem pernafasan merupakan
pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida dalam suatu organisme hidup. Alat
pernapasan pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada
beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasaan paru-paru selalu
menggunakan insang. Belum berfungsinya insang pada saat embrio, maka pernafasan
dilakukan dengan menggunakan telur. Ada tiga bagian insang yaitu daun insang (giil filament) adalah bagian yang
mengandung kapiler-kapiler darah, tulang
lengkung insang (gill arch) suatu
saluran yang memungkinkan keluar masuknya darah dan terakhir adalah tapis
insang (gill racker) terletak pada
bagian yang terdepan.
Jika di tinjau pada sistem pencernaan ikan
layang (D. Macrosoma) dan ikan timun
(L. Kasmira) masing-masing mempunyai
perbedaan yang terletak pada hitungan helai alat pencernaan. Dimana insang dari
ikan layang sangat lebat dan halus di bandingkan dengan ikan timun, hal ini di
karenakan ikan layang merupakan kelompok
organisme karnivor (pemakan daging) berbeda dengan ikan timun, ikan timun merupakan
kelompok organisme herbivor (pemakan tumbuhan) sehingga insangnya lebih
renggang bila di bandingkan dengan ikan layang.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Pernapasan merupakan proses
pengambilan oksigen (O2) dari alam dan pelepasan karbondioksida (CO2) pada
suatu organsme hidup. Pada pengamatan ikan layang dan ikan timun memiliki
bagia-bagian pernapasan sama yang tetapi mempunyai jumlah helai yang
berbeda-beda, dan pada ikan layang sistem pernapasan terdiri dari upper limb
rakers berjumlah 15 helai, lower limb
rakers berjumlah 22 buah, gill rakers berjumlah 70 helai dan gill filament
berjumlah 127 helai. Sedangkan ikan timun sistem pernafasan terdiri dari upper
limb rakers sebanyak 8 helai, lower limb
rakers sebanyak 16 helai, gill rakers sebanyak 49 helai dan gill filament
sebanyak 108 helai.
B.
Saran
Saran
yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat praktikum
harus dilengkapi dengan mikroskop, agar nantinya praktikan dapat mengamati
secara jelas bagian-bagian dari sistem pernafasan ikan yang bersifat
mikroskopik.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Ikan
adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang,
insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium
dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin.
Sistem pencernaan merupakan
suatu sistem organ dalam
hewan multisel yang menerima makanan kemudian di cerna menjadi energi dan nutrien,
serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur atau anus.
Sistem pencernaan yaitu meliputi organ yang
berhubungan dengan pengambilan makanan kemudian diproses secara kimiawi di
dalam tubuh, serta pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak tercerna lagi oleh
tubuh melalui anus. Alat-alat pencernaan makanan secara berturut-turut dari
awal makananan masuk ke mulut kemudian ke rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus,
usus dan sampai pada anus. Bagian-bagian dari sistem pencernaan pada ikan
mempunyai fungsi yang berbeda-beda tetapi saling berkaitan satu sama lain.
Alat
pencernaan dalam ikan berhubungan erat dengan jenis makanan dan kebiasaan
makannya sehingga terdapat beberapa adaptasi alat pencernaan makanan terhadap jenis
makanan yang di konsumsinya. Suatu proses pencernaan dapat membedakan antara spesies satu dengan yang
lainnya. Alat pencernaan yang sering mendapat modifikasi adalah bibir, gigi,
mulut, dan lambung.
Fungsi
pencernaan makanan adalah untuk menghancurkan makanan menjadi zat yang terlarut
sehingga makanan tersebut mudah diserap dan kemudian digunakan dalam proses
metabolisme. Proses pencernaan terbagi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik
(terutama dalam rongga mulut dan lambung), serta secara kimiawi (terutama dalam
lambung dan usus) sehingga sangat penting untuk melaksanakan praktikum secara
langsung guna mengetahui bagaimana sistem pencernaan yang terjadi di dalam
tubuh ikan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka perlunya dilakukan praktikum iktiologi terhadap sistem
sistem pencernaan pada ikan
untuk mengetahui bentuk dan letak bagian alat pencernaan pada beberapa
golongan organisme khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma)
dan ikan timun (Lutjanus kasmira) serta mengamati
secara langsung ada atau tidaknya modifikasi alat yang terjadi pada ikan ikan layang
(Decapterus
macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus
kasmira).
B.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari praktikum ini yaitu untuk dapat mengetahui bentuk dan letak pencernaan
makanan pada ikan layang (Decapterus macrosoma)
dan ikan timun (Lutjanus kasmira) serta melihat
ada atau tidaknya modifikasi alat pencernaan yang terjadi pada ikan tersebut.
Manfaat
dari praktikum ini yaitu untuk menambah wawasan atau pengetahuan mengenai
bentuk dan letak pencernaan makanan pada ikan layang (Decapterus macrosoma)
dan ikan timun (Lutjanus kasmira) serta melihat
ada atau tidaknya modifikasi alat pencernaan yang terjadi pada ikan tersebut.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Klasifikasi
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani, (2008)
adalah sebagai berikut :
Kindom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus
Species : Decapterus macrosoma
Gambar
17. Ikan Layang (D.
Macrosoma)
(Sumber : Dok. Pribadi
2016)
Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 18. Ikan Timun (L. Kasmira)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016)
B.
Morfologi
dan Anatomi
Ikan
layang (Decapterus macrosoma) merupakan salah satu
komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang
tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar
15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas
yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet)
di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang
tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral
line) (Prihartini dkk., 2007).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma)
biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung
pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap+8 biasa), sirip punggung kedua
berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2
(lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip
punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang
30 cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas,
putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat.
Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk., 2015).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan
memiliki kedudukan tulang penutup insang yang berkembang dengan baik. Tepat bagian
belakang dan sisik ikan timun (L. Kasmira)
berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala
memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di
sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah
dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
C.
Habitat
dan Penyebaran
Secara ekologis sebagian besar
populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan Layang (D. Macrosoma) menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di
permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, neritik,
daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap
secara bersama. Ikan Layang (D. Macrosoma)
bersifat stenohalin, artinya hidup
pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31-32 ppt
(Safruddin, 2013).
Ikan layang termasuk jenis ikan
perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis
ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi
(32 – 34 promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan layang banyak
tertangkap di perairan yang berjarak 20–30 mil dari pantai. Sedikit
informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan
bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih
dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa
ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di
perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di
samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai
natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan
salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan
Layang marga Decapterus baik di
perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan
Indonesia (Imbir dkk., 2015).
Habitat ikan Timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai
karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 20 0C hidupnya
berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1 - 60 meter, terkadang ikan ini berenang dengan
membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan
Timun (L. Kasmira) ini banyak di
jumpai hampir di seluruh perairan indonesia
maupun manca negara (Muths dkk.,
2012).
D.
Fisiologi
dan Reproduksi
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang
dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September
(Ariyani dkk.,
2008).
Pemijahan ikan layang terjadi pada
setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan
sepanjang tahun
dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan
terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini
dkk., 2007).
Reproduksi ikan
Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang
atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
E.
Makan
dan Kebiaasaan Makan
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan
kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari
makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk
pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva
ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus
sp.) (Muths dkk., 2012).
Jenis makanan ikan timun adalah
ikan-ikan kecil dan inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan
sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah
besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
F.
Nilai
Ekonomis
Menurut
Fauziah dkk. (2014), pindang layang
memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan
memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya.
Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak
berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih.
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini
didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik
karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam
skala kecil (Antonio, 2015).
G. Sistem Pencernaan
Ikan
mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut dan berakhir di anus.
Secara umum alat pencernaan pada ikan meliputi : mulut (mouth) dan rongga
mulut, faring (pharynx), esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus. Pencernaan makanan mempunyai fungsi utama
dalam menghancurkan makanan sehingga
makanan tersebut mudah diserap dan bisa digunakan dalam proses metabolisme.
Proses pencernaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik yang tidak
memerlukan enzim dan secara kimiawi yang dibantu dengan enzim (Nadia, 2014).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Iktiologi Air terhadap
Sistem Pencernaan ikan dilaksanakan pada hari, Sabtu Tanggal 01 Oktober
2016 Pukul 09.00 – 11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS,
Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
B.
Alat
dan Bahan
Alat
dan bahan yang di gunakan pada praktikum sistem pencernaan ikan dapat di lihat
pada tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Alat dan Bahan yang digunakan
Pada Praktikum Sistem Pencernaan.
No
|
Alat dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
A.
B.
|
Alat
-
Pisau bedah (Scapel)
-
Gunting bedah
-
Pinset
-
Kaca pembesar/lup
-
Baki (Dissecting-pan)
-
Alat tulis
-
Kertas HVS
-
Lap kasar dan halus
-
Mistar
-
Kamera
Bahan
-
Ikan layang (D. Macrosoma)
-
Ikan timun (L. Kasmira)
-
Alkohol 70%
-
Tisu
-
Sunlight
|
-
-
-
-
-
-
-
-
Cm
-
-
-
-
-
-
|
Untuk
membedah objek
Untuk menggunting objek
Untuk
mengambil bahan
Untuk
melihat objek yang kecil
Sebagai
wadah menyimpan objek
Untuk
menulis hasil pengamatan
Sebagai
media menggambar objek
Membersihkan
tempat praktikum
Alat bantu untuk foto ilmiah
Untuk pemotretan objek
Sebagai
objek pengamatan
Sebagai
objek pengamatan
Membersihkan
noda sisa praktikum
Mengeringkan
objek
Untuk mensterilkan alat bedah
|
C. Prosedur
Kerja
Adapun prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum sistem pencernaan
ikan adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang
akan di gunakan dalam praktikum.
2.
Menyiapkan kertas
laminating yang di gunakan sebagai alas untuk meletakan organisme.
3.
Meletakan organisme pada
kertas laminating kemudian mengambil gambar terlebih dahulu.
4.
Melakukan pembedahan
pada organisme yang di mulai dari lubang anus sampai pada bagian kepala.
5.
Mengamati bagian alat
pencernaan pada organisme
6.
Membuat laporan
sementara
7. Membersihkan
dan merapikan alat-alat praktikum.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Hasil
pengamatan sistem pencernaan makanan pada ikan layang (D. Macrosoma), dan ikan timun (L. Kasmira) dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Hasil Pengamatan Sistem
Pencernaan pada Ikan.
No
|
Parameter
|
Ikan
Layang
|
Ikan
Timun
|
1.
2.
3.
|
Pajang Saluran Pencernaan
Panjang lambung
Panjang usus
|
12,5 cm
1,5 cm
7,5 cm
|
6 cm
1 cm
4,5 cm
|
1.
Saluran
Pencernaan Ikan Layang (D. Macrosoma).
1. Lambung
2. Anus
3. Usus
Gambar
19. Saluran Pencernaan Ikan Layang (D.
Macrosoma).
2.
Saluran
Pencernaan Ikan Timun (L. Kasmira)
1. Lambung
2. Anus
3. Usus
Gambar
20. Saluran Pencernaan Ikan Timun (L. Kasmira).
B.
Pembahasan
Sistem pencernaan merupakan
suatu sistem organ dalam
hewan multisel yang menerima makanan kemudian di cerna menjadi energi dan
nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur atau anus. Proses
berlangsungnya pencernaan terbagi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik terutama
dalam rongga mulut dan lambung, dan secara kimiawi terutama dalam lambung dan
usus
Berdasarkan
hasil pengamatan saluran sistem pencernaan pada ikan layang (D. Macrosomai) memiliki mulut (mouth),
faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach), pilorus (piloric),
usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Fungsi mulut adalah tempat dimana
makanan pertama kalinya masuk setelah itu diteruskan kedalam pangkal
kerongkongan/faring. Lambung merupakan tempat dimana penampung makanan. Usus
merupakan tempat dimana terjadinya proses penyerapan sari-sari makanan dan anus
merupakan tempat dimana keluarnya sisa sari-sari makanan yang tidak dibutuhkan
atau digunakan lagi oleh tubuh. Hasil pengukuran yang diperoleh saluran
pencernaan ikan layang sepanjang 12,5 cm. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014),
bahwa Ikan mempunyai saluran pencernaan
yang dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Secara umum alat pencernaan pada
ikan meliputi : mulut (mouth) dan rongga mulut, faring (pharynx), esophagus,
lambung, pylorus, usus dan anus.
Pencernaan makanan mempunyai fungsi utama dalam menghancurkan makanan sehingga makanan tersebut mudah diserap dan
bisa digunakan dalam proses metabolisme. Proses pencernaan terjadi dalam dua
bentuk, yaitu secara fisik yang tidak memerlukan enzim dan secara kimiawi yang
dibantu dengan enzim.
Berdasarkan
hasil pengamatan saluran sistem pencernaan ikan Timun (L. Kasmira) sama halnya dengan ikan layang yaitu memiliki mulut
(mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach), pilorus (piloric),
usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Fungsi mulut adalah tempat dimana
makanan pertama kalinya masuk setelah itu diteruskan kedalam pangkal
kerongkongan/faring. Lambung merupakan tempat dimana penampung makanan. Usus
merupakan tempat dimana terjadinya proses penyerapan sari-sari makanan dan anus
merupakan tempat dimana keluarnya sisa sari-sari makanan yang tidak dibutuhkan
atau digunakan lagi oleh tubuh. Hasil pengukuran yang diperoleh pada saluran
pencernaan ikan timun sepanjang 6 cm.
Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), Ikan mempunyai saluran
pencernaan yang dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Secara umum alat
pencernaan pada ikan meliputi : mulut (mouth) dan rongga mulut, faring (pharynx), esophagus, lambung, pylorus,
usus dan anus. Pencernaan makanan mempunyai fungsi utama dalam menghancurkan
makanan sehingga makanan tersebut mudah
diserap dan bisa digunakan dalam proses metabolisme. Proses pencernaan terjadi
dalam dua bentuk, yaitu secara fisik yang tidak memerlukan enzim dan secara
kimiawi yang dibantu dengan enzim.
Berdasarkan pengamatan pada ikan layang dan
ikan timun memiliki ukuran panjang saluran pencernaan yang sangat berbeda hal
ini dikarenakan ikan layang merupakan hewan karnivor (Pemakan daging) dan ikan
timun merupakan hewan herbivor (Pemakan daging). Pada umumnya proses pencernaan
pada hewan herbivor dan karnivor khususnya ikan layang dan ikan timun sangat
berbeda. Pada ikan layang (karnivor) proses pencernaannya sangat membutuhkan
waktu yang cukup singkat sehingga ukuran saluran pencernaannya lebih pendek,
Sedangkan pada ikan timun (herbivor) dalam proses pencernaannya sangat
membutuhkan waktu yang cukup sehingga ukuran panjang saluran pencernaannya
lebih panjang dari ikan layang (herbivor).
V.
A.
Simpulan
Pada
ikan Layang (D. Macrosoma) memiliki
mulut (mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach),
pilorus (piloric), usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Dengan adanya
semua alat pencernaan diatas maka telah diperoleh hasil pengukuran saluran
pencernaan sepanjang 14 cm, panjang ginjal 1 cm dan panjang gonad 7,5 cm, serta
ikan ini tidak memiliki alat pencernaan yang termodifikasi.
Pada
ikan Timun (L. Kasmira) memiliki
mulut (mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach),
pilorus (piloric), usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Dengan adanya
semua alat pencernaan diatas maka telah diperoleh hasil pengukuran saluran
pencernaan sepanjang 7 cm, panjang ginjal 1 cm dan panjang gonad 4,5 cm serta ikan
ini tidak memiliki alat pencernaan yang termodifikasi.
Ukuran
saluran pencernaan ikan layang lebih panjang dari ikan layang yaitu 12,5 cm
sedangkan ikan timun hanya sepanjang 6 cm, hal ini di karenakan kedua organisme
ini mempunyai kebiasaan makan yang berbeda. Ikan layang merupakan kelompok
organisme herbivor (pemakan tumbuhan) sedangkan ikan timun merupakan kelompok
organisme herbivor (pemakan tumbuhan) sehingga ukuran saluran pencernaan ikan
layang lebih pendek dari ikan timun.
B.
Saran
Saran
yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat praktikum
harus dilengkapi dengan mikroskop, agar nantinya praktikan dapat mengamati
secara jelas bagian-bagian dari sistem pencernaan yang bersifat mikroskopik
dari semua organisme yang diamati
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ikan
adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang,
insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium
dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin.
Alat
ekskresi ikan berupa ginjal opistonefros yaitu merupakan tipe ginjal
yang paling primitive. Pada ginjal ini, tubulus-tubulus bagian anterior
telah lenyap, beberapa tubulus bagian tengah berhubungan dengan testes serta
terdapat konsentrasi dan pelipatgandaan tubulus di bagian posterior.
Ikan
mempunyai sistem ekskresi berupa ginjal dan suatu lubang pengeluaran yang
disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat bermuaranya
saluran ginjal dan saluran kelamin yang berada tephunggat dibelakang anus.
Ginjal pada umumnya terletak antara columna vertebralis dan gas bladder. Ginjal
terdiri dari dua bagian yaitu caput renalis anterior yang tersusun atas
jaringan hemapoeitik, limfoid dan endokrin serta trunkus renalis posterior yang
tersusun atas nefron-nefron dikelilingi jaringan limfoid interstitial. Sehingga
dalam sistem urogenitalia ini penting untuk dilaksanakan praktek secara
langsung agar kita dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam proses
pengeluaran maupun reproduksi yang
terjadi pada beberapa ikan khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).
Berdasarkan uraian di
atas, maka perlunya dilakukan praktikum terhadap sistem urogenitalia pada ikan khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira) untuk mengetahui
letak-letak yang digunakan dalam proses ekskresi (pengeluaran) dan reproduksi
(pembiakan).
B.
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum ini yaitu untuk mengamati letak alat-alat yang digunakan dalam
proses ekskresi (pengeluaran) dan reproduksi (pembiakan) ikan.
Manfaat
dari pratikum ini adalah agar praktikan dapat lebih mengetahui dan menambah
wawasan mengenai sistem urogenitalia meliputi sistem ekskersi dan reproduksi
ikan .
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Klasifikasi
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008),
adalah sebagai berikut :
Kindom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus
Species : Decapterus macrosoma
Gambar
21. Ikan Layang (D.
Macrosoma)
(Sumber : Dok. Pribadi
2016)
Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 22. Ikan Timun (L. Kasmira)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016)
B.
Morfologi
dan Anatomi
Ikan
layang (Decapterus Macrosoma) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang
penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup
bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa
mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah
terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip
dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada
bagian garis sisi (lateral line)
(Prihartini dkk., 2007).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma)
biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung
pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua
berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2
(lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip
punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai
panjang 30 cm, umumnya 20 – 25 cm.
Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah.
Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat. Satu totol hitam terdapat
pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk.,
2015).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan
memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian
belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira)
berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala
memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di
sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah
dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
C.
Habitat
dan Penyebaran
Secara ekologis sebagian besar
populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan Layang (D. Macrosoma) menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di
permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, neritik,
daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap
secara bersama. Ikan Layang (D. Macrosoma)
bersifat stenohalin, artinya hidup
pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31-32 ppt
(Safruddin, 2013).
Ikan layang termasuk jenis ikan
perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis
ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi
(32 – 34 promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan layang banyak
tertangkap di perairan yang berjarak 20–30 mil dari pantai. Sedikit
informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan
bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih
dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa
ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini
dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di
perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di
samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai
natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan
salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan
Layang marga Decapterusbaik di
perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan
Indonesia (Imbir dkk., 2015).
Habitat ikan Timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai
karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 200C hidupnya
berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1-60 meter, terkadang ikan ini berenang dengan
membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan
Timun (L. kasmira) ini banyak di jumpai hampir di seluruh perairan indonesia maupun manca negara (Muths
dkk., 2012).
D.
Fisiologi
dan Reproduksi
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang
dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September
(Ariyani
dkk., 2008).
Pemijahan ikan layang terjadi pada
setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan
sepanjang tahun
dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September –
Desember
(Prihartini dkk., 2007).
Reproduksi ikan
Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar
(bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang
atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
E.
Makan
dan Kebiaasaan Makan
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan
kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari
makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk
pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva
ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus
sp.) (Muths dkk., 2012).
Jenis makan timun (L. Kasmira) adalah ikan-ikan kecil dan
invertebrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis dan
ukuran mulutnya mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan
merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
F.
Nilai
Ekonomis
Menurut
Fauziah dkk. (2014), pindang layang
memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan
memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya.
Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak
berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih.
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis
ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini didaptkan di dasar laut. Ikan ini
mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik karena jenis ikan ini memiliki banyak
tulang dan penagkapannya juga hanya dalam skala kecil (Antonio, 2015).
G.
Sistem
Urogenitalia
Sistem urogenitalia
merupakan kombinasi dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem genitalia
(reproduksi). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi yang berfungsi
untuk membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan atau membahayakan bagi
kesehatan tubuh yang dikeluarkan sebagai larutan dalam air dengan perantara
ginjal dan salurannya. Sistem gintalia meliputi sistem didalam reproduksi yaitu
proses dihasilkannya, yang didahului oleh pencampuran dengan perubahan gen dari
ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru (Nadia, 2014).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum Iktiologi Air
terhadap Sistem urogenitalia ikan dilaksanakan pada hari, Sabtu Tanggal
01 Oktober 2016 Pukul 09.00 – 11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium
Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo.
B.
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang di gunakan pada praktikum sistem urogenitalia ikan layang (D. Macrosoma) dan ikan timun
(L. Kasmira) dapat di lihat
pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Alat dan Bahan yang digunakan
Pada Praktikum Sistem Urogenitalia.
No
|
Alat dan Bahan
|
Satuan
|
Kegunaan
|
A.
B.
|
Alat
-
Pisau bedah (Scapel)
-
Gunting bedah
-
Pinset
-
Kaca pembesar/lup
-
Baki (Dissecting-pan)
-
Alat tulis
-
Kertas HVS
-
Lap kasar dan halus
-
Mistar
-
Kamera
Bahan
-
Ikan layang (D. Macrosoma)
-
Ikan timun (L. Kasmira)
-
Alkohol 70%
-
Tisu
-
Sunlight
|
-
-
-
-
-
-
-
-
Cm
-
-
-
-
-
-
-
|
Untuk
membedah objek
Untuk menggunting objek
Untuk
mengambil bahan
Untuk
melihat objek yang kecil
Sebagai
wadah menyimpan objek
Untuk
menulis hasil pengamatan
Sebagai
media menggambar objek
Membersihkan
tempat praktikum
Alat bantu untuk foto ilmiah
Untuk pemotretan objek
Sebagai
objek pengamatan
Sebagai
objek pengamatan
Membersihkan
noda sisa praktikum
Mengeringkan
objek
Untuk mensterilkan alat bedah
|
C. Prosedur
Kerja
Adapun prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum sistem pernafasan
ikan adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang
akan di gunakan dalam praktikum.
2.
Menyiapkan kertas
laminating yang di gunakan sebagai alas untuk meletakan organisme.
3.
Meletakan organisme
pada kertas laminating kemudian mengambil gambar terlebih dahulu.
4.
Melakukan pembedahan
pada organisme yang di mulai dari lubang anus sampai pada bagian kepala.
5.
Mengamati alat-alat
yang digunakan dalam sistem urogenitalia
6.
Membuat laporan
sementara
7. Membersihkan
dan merapikan alat-alat praktikum
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Hasil
pengamatan sistem urogenitalia pada ikan
layang (D. Macrosoma) dan ikan timun
(L. Kasmira) dapat dilihat pada tabel
13 dibawah ini :
Tabel
13. Hasil Pengamatan Sistem Urogenitalia Pada Ikan
No
|
Parameter
|
Ikan
Layang
|
Ikan
Timun
|
1.
|
Ginjal
|
1 cm
|
0,6 cm
|
2.
|
Gonad
|
8,5 cm
|
4 cm
|
1.
Sistem
Urogenitalia Pada Ikan Layang (D. Macrosoma)
Keterangan :
1. Urinary
papilla
2. Vas
deferens
3. Testes
Gambar 23.
Urogenitalia Pada Ikan Layang (D. Macrosoma)
2.
Sistem
Urogenitalia Ikan Timun (L. Kasmira)
Keterangan :
1. Urinary
papilla
2. Vas
deferens
3. Testes
Gambar
24. Urogenitalia Pada Ikan Timun (L.
Kasmira)
B.
Pembahasan
Sistem
urogenitalia merupakan suatu sistem yang terbentuk dari pengkombinasian antara sistem
urinaria (ekskresi). Sistem urinaria meliputi pembuangan sisa hasil
metabolisme, baik melalui usus dan kulit maupun alat ekskresi khususnya ginjal.
Namun pada system genitalia meliputi sistem
di dalam reproduksi yaitu proses di hasilkannya spesies baru oleh
spesies sebelumnya yang di dahului oleh percampuran dengan perubahan gen dan
ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru.
Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap sistem urogenitalia pada ikan Layang (D. Macrosoma)
adalah berjenis kelamin betina yang terdiri atas ovary dan oviduct.Ovari
merupakan tempat dimana terdapatnya sel telur sedangkan oviduct merupakan
lapisan terluar dari kelamin. Selain itu pula dalam sistem urogenitalia ini terdapat
sistem ekskresi yaitu : ginjal dan gonad. Ginjal berfungsi sebagai pembuang
sisa metabolisme berupa urea (sisa pembongkaran protein) dan zat-zat sisa yang
berupa racun, misalnya sisa obat-obatan. Pada ginjal ikan Layang ini memiliki
panjang 1 cm. Gonad adalah organ yang berfungsi dalam proses reproduksi ikan.
Gonad merupakan kelenjar endoktrin yang menghasilkan gamet dari organisme ikan.
Pada ikan ini memiliki panjang gonad 8,5 cm. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia
(2014), sistem
urogenitalia merupakan kombinasi dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem
genitalia (reproduksi). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi yang
berfungsi untuk membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan atau membahayakan
bagi kesehatan tubuh yang dikeluarkan sebagai larutan dalam air dengan
perantara ginjal dan salurannya. Sistem gintalia meliputi sistem didalam
reproduksi yaitu proses dihasilkannya, yang didahului oleh pencampuran dengan
perubahan gen dari ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies
baru.
Berdasarkan
hasil pengamatan ikan Timun (L. Kasmira)
adalah berjenis kelamin jantan yang terdiri dari testes, vas deferens, dan
genital pore. Testes adalah sel kelamin jantan pada ikan.Testis ikan berbentuk
seperti kantong dengan lipatan-lipatan, serta dilapisi dengan suatu lapisan sel
spermatogenik. Sepasang testis pada jantan tersebut akan mulai membesar pada
saat terjadi perkawinan dan sperma jantan bergerak melalui vas deferens menuju
celah/lubang urogenital, sedangkan genital pore adalah lubang dimana sebagai
tempat keluarnya sel sperma.Selain itu pula dalam sistem urogenitalia ini
terdapat sistem ekskresi yaitu ginjal dan gonad yang mana fungsi gonad adalah
sebagai pembuang sisa metabolisme berupa urea (sisa pembongkaran protein) dan
zat-zat sisa yang berupa racun, misalnya sisa obat-obatan. Pada ginjal ikan
Layang ini memiliki panjang 0,6 cm. Sedangkan gonad adalah organ yang berfungsi
dalam proses reproduksi ikan. Gonad merupakan kelenjar endoktrin yang
menghasilkan gamet dari organisme ikan. Pada ikan ini memiliki panjang gonad 4
cm. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), sistem urogenitalia merupakan kombinasi
dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem genitalia (reproduksi). Sistem
urinaria biasa disebut sistem ekskresi yang berfungsi untuk membuang
bahan-bahan yang tidak diperlukan atau membahayakan bagi kesehatan tubuh yang
dikeluarkan sebagai larutan dalam air dengan perantara ginjal dan salurannya.
Sistem gintalia meliputi sistem didalam reproduksi yaitu proses dihasilkannya,
yang didahului oleh pencampuran dengan perubahan gen dari ciri-ciri pada
spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Pada
ikan Layang (D. Macrosoma) adalah
berjenis kelamin betina yang terdiri atas ovary dan oviduct.Ovari merupakan
tempat dimana terdapatnya sel telur sedangkan oviduct merupakan lapisan terluar
dari kelamin.
Pada ikan Timun (L. Kasmira) berjenis kelamin jantan yang terdiri dari testes, vas
deferens, dan genital pore. Testes adalah sel kelamin jantan pada ikan
sedangkan genital pore adalah lubang dimana sebagai tempat keluarnya sel
sperma.
B. Saran
Saran
yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat praktikum
harus dilengkapi dengan mikroskop, agar nantinya praktikan dapat mengamati
secara jelas bagian-bagian dari sistem pencernaan yang bersifat mikroskopik
dari semua organisme yang diamati.
DAFTAR PUSTAKA
Amir
Faisal dan Achmal Mallawa. 2015. Pengkajian
Stok Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Selat Makassar. Jurnal IPTEKS
PSP, Vol.2 (3) : 208-217
Azka
Aulia, Nurjanah, Agoes. M. J. 2015. Profil
Asam Lemak, Asam Amino, Total Karotenoid, Dan Α- Tokoferol Telur Ikan Terbang. JPHPI. Volume 18 (3) :
75- 83.
Antonio,
J. E.G, Daniel. L. M. F, Maldonado. M. G, Carlos. J. P. U, Romero. J. R dan
Manuel, J. A. N. 2015. Influence of the Temperature on the Early Larval
Development of the Pacific Blue Snapper (L.
kasmira). Vol. 43 (1) : 137-145.
Ariyani.
F. dan Yennie. Y. 2008. Pengawetan Pindang Ikan Layang (D. macrosoma) Menggunakan Kitosan. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Vol. 3 (2) : 139-146.
Fauziah
F. Swastawati, dan L. Rianingsih. 2014. Kajian
Efek Antioksidan Asap Cair Terhadap Oksidasi Lemak Ikan Pindang Layang (Decapterus
Sp.) Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Pengolahan Dan
Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 3 (4) : 71-76.
Imbir.
E. Onibala. H dan Pongoh, J. 2015. Studi Pengeringan Ikan Layang (D. macrosoma) Asin dengan Penggunaan
Alat Pengeringan Surya. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 3 (1) :
13-18.
Manik.
N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan dan
Pulau Nusa Laut. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Vol. 33 (1) : 17-25.
Muths.
D, Gouws G, Mwale. M., Tessier. E dan Bourjea. J. 2012. Genetic Connectivity of
the Reef Fish Lutjanus Kasmira at the Scaler of the Western Indian Ocean. Vol.
69 (5) : 842-853.
Nadia.
L. R. N. 2014. KajianTentangIlmuIktiologi. Unahlu Press.
Palo
Mahfud. 2009. Selektifitas Jaring Insang Ikan Terbang (Exocoetidae) di Perairan Majene Selat Makasar. Jurnal Ilmu Kelautan
dan Perikanan. Vol. 19 (3) : 137-142.
Paendong
Marline. S, John. S. K dan Winsy Ch. D. Weku. 2012. Analisis Penentuan Musim
Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus
Pelamis) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian. Vol. 12 (5)
: 83-97.
Prihartini. S, Anggoro dan
Asriyanto. 2007. Analisis Tampilan
Biologis Ikan Layang (Decapterus Sp) Hasil Tangkapan Purse Seine Yang
Didaratkan Di Ppn Pekalongan. Jurnal Pasir Laut, Vol.3 (1) :
61-75.
Safruddin.
2013. The Distribution of Scads (D.
macrosoma) in Relation With Oceanographic Conditions in Pangkep Regency
Waters. ISSN : 0853-4489. Vol. 23 (3) : 150-156.
Suara
Yahya, Asri Silvana. N dan Lukman. M. 2014. Analisis Organoleptik Pada Ikan
Cakalang Segar yang Diawetkan Dengan Es Air Kelapa Fermentasi. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. Vol. 2 (3) : 135-142.
Syahailatula.
A, Asikin. D, Petrus. M dan Syamsu. A. A. 2006. Keragaman Jenis dan Distribusi
Ukuran Panjang Ikan Terbang di Perairan Indonesia Timur. Jurnal Perikanan. Vol.
8 (2) : 260-265.
Tolihe
Opin, Sitti. N dan Aziz. S. 2014. Analisis Parameter Dinamika Populasi Ikan
Cakalang yang di Daratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Kelurahan Tenda Kota
Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 (4) : 140- 162.
Wouthuyzen
Sam, Teguh. P dan Nurdin. M. 2007. Makanan Dan Aspek Reproduksi Ikan Cakalang (Katsowonus Pelamis) di Laut Banda, Suatu
Studi Perbandingan. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Vol. 33 (1) : 1-25.
Yusuf.
J, Didi. R, Syamsu alam. A dan Yusral. N. I. 2014. Studi Kelembagaan
Dalam Pengelolaan Dan Pemanfaatan Telur Ikan Terbang (Kasus Desa Pa’lalakang
Kabupaten Takalar). Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Vol. 24 (3) :
19-28.
MgmD - Casino and Games | Dr. Md.
BalasHapusCasino and 논산 출장샵 Games · 포천 출장샵 Casino and 아산 출장마사지 Games · 안동 출장샵 Casino and Games · Entertainment 안산 출장샵 · Entertainment