Senin, 24 Oktober 2016

diposkan oleh irmin

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

IKTIOLOGI



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan
Mata Kuliah  Iktiologi




     
OLEH :
IRMIN
I1A1 15 014










PROGRAM STUDI MANAJAMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
 2016




 I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
   Iktiologi berasal dari bahasa latin: Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu ichthyes diartikan sebagai ikan dan logos berarti ajaran. Secara harfiah iktiologi adalah salah satu cabang ilmu biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupannya. Iktiologi meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi, genetika, reproduksi, dan lain-lain) dan ekologi (struktur komunitas, populasi, habitat, predator, dan persaingan serta penyakitnya).
         Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata yang hidup di air dan secara sistematik di tempatkan pada filum chordate dengan karakteristik memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip di gunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat di temukan hampir di semua tipe perairan di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda.
            Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar suatu organisme. Bentuk luar dari organism ini merupakan salah satu cirri yang mudah di lihat dan di ingat dalam mempelajari organisme. Adapun yang di maksud dengan bentuk luar organisme ini adalah bentuk tubuh, termaksud di dalamnya warna tubuh yang kelihatan dari luar. Pada dasarnya bentuk luar ikan dan berbagai jenis hewan air lainnya mulai dari lahir hingga ikan tersebut tua dapat berubah-ubah, terutama pada ikan dan hewan air lainnya yang mengalami metamorfosis dan mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan (habitat). Namun demikian pada sebagian besar ikan bentuk tubuhnya relatif tetap, sehingga kalaupun terjadi perubahan, perubahan bentuk tubuhnya relatif sangat sedikit.
Bentuk tubuh pada mahluk hidup, termasuk pada hewan air juga erat kaitannya denganan atomi, sehingga ada baiknya sebelum melihat anatominya, terlebih dahulu kita melihat bentuk tubuh atau penampilan (morfologi) hewan air tersebut. Morfologi adalah bentuk tubuh (termasuk warna) yang kelihatan dari luar. Bentuk tubuh pada mahluk hidup, termasuk pada hewan air erat kaitannya dengan anatomi, sehingga ada baiknya sebelum melihat anatominya terlebih dahulu kita melihat bentuk tubuh atau penampilan (morfologi) hewan air tersebut.
            Bentuk tubuh ikan dibedakan menjadi dua macam yaitu simetris bilateral dan non simetris bilateral. Simetris bilateral adalah bila ikan dibelah menjadi dua bagian yang sama pada bagian tengahnya, kedua sisi letak, bentuk maupun ukurannya sama persis. Non simetris bilateral adalah kedua bentuk sisi lateralnya berbeda atau tidak sama.
            Pada dasarnya morfologi dari setiap jenis hewan air yang masih dekat kekerabatanya mempunyai kemiripan-kemiripan, seperti anatomi dan morfologi udang, kepiting, dan lobster hampir mirip. Hal yang sama juga akan kita dapati pada berbagai jenis ikan serta pada berbagai jenis hewan lainya. Berdasarkan hal di atas untuk dapat membedakan struktur morfologi dari berbagai jenis ikan maka perlu diadakan kegiatan praktikum mengenai bentuk morfologi dari berbagai jenis ikan, baik ikan air tawar, air payau , maupun ikan asin.
            Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlunya dilakukan praktikum iktiologi terhadap morfologi ikan untuk mengetahui bentuk dan ciri morfologi dari  beberapa jenis ikan tertentu.


B. Tujuan dan Manfaat
            Tujuan dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengenal bentuk, bagian, ciri-ciri tubuh luar ikan sehingga di harapkan mahasiswa dapat membuat deskripsi tentang morfologi dari jenis ikan yang di amati.
            Manfaatnya yaitu mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ciri dan bentuk  morfologi dari jenis ikan yang di amati.



 II. TINJAUAN PUSTAKA

A.    Klasifikasi Ikan
Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang adapun klasifikasi cakalang menurut Paendong dkk. (2012), adalah sebagai berikut :
Filum : Vertebrata
              Kelas  : Telestoi
                           Ordo : Perciformes
                                          Famili : Scombridae
                                                     Genus : Katsuwonus
                                                                  Spesies : Katsuwonus pelamis
Gambar 1. Ikan Cakalang (K. pelamis)
                                                     (Sumber : Dok. Pribadi,  2016)
  

Klasifikasi Ikan Terbang (Hirundichthys Oxicephalus) menurut Palo (2009), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fhylum : Chordata
Family : Exocoetidae
Class : Actinopterygii
Ordo : Beloniformes
Genus : Cypselurus
Species : Hirundichthys Oxicephalus
Gambar 2. Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
(Sumber : Dok. Pribadi, 2016)

Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
  Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus    
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 3. Ikan Timun (L. Kasmira)
    (Sumber : Dok. Pribadi 2016)

Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008), adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus    
Species : Decapterus macrosoma


Gambar 4. Ikan Layang (D. Macrosoma)
                                                   (Sumber : Dok. Pribadi 2016) 
B.     Morfologi Ikan
Morfologi ikan adalah merupakan Bagian-bagian dari Tubuh Ikan. Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan (Manik, 2007).
Ikan cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis lateral. Ciri khas dari ikan cakalang memiliki 4 - 6 garis berwarna hitam yang memanjang di samping bagian tubuh. Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 – 11,5 kg serta panjang sekitar 30 - 80 cm. Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar 53 - 63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14 - 16 jari-jari keras, pada sirip punggung perut diikuti oleh 7 - 9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masingsisi dan sirip ekor (Manik, 2007).
            Ikan terbang secara umum memiliki bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymopharus dari family Oxyphoramphydae, dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada jenis cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk melayang dan terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlahruas sirip bercabang pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada beberapa spesies Hyrundichthys, sisiknya juga tumbuh pada bagian palatin, pada Fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan lidah (Yusuf dkk., 2014).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira) berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths  dkk., 2012).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma) biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 30 cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir  dkk., 2015).
C.    Habitat dan Penyebaran.
Habitat ditemukan pada perairan lepas pantai dan mempunyai tingkah laku membentuk gerombolan yang sangat besar, berasosiasi dengan burung, objek yang bergerak dipermukaan, Cucut dan Paus, dan mempunyai tingkah laku meloncat-locat di atas permukaan.Jenis makanannya adalah ikan, Crustacea, Cephalopoda dan Moluska. Dia juga mempunyai tingkah laku kanibal (saling memakan diantara kelompoknya) (Tilohe dkk., 2014).
Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut (Wouthuyzen dkk., 2007).
Ikan terbang menyukai perairan hangat di laut lepas, seperti samudera Hindia, Pasifik dan Atlantik. Di indonesia sebagian besar populasi ikan terbang hidup diperairan Sulawesi, Papua, hingga Flores. Ikan terbang adalah hewan sosial dan senang hidup berkelompok (Sandi, 2012). Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, diantaranya adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Papua, bagian utara Sulawesi Utara, Perairan Bali dan Jawa Timur, Pantai Barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, Perairan Sabang (Banda Aceh) dan laut utara Papua (Palo, 2009).
Habitat ikan Timun (L . Kasmira) hidup di perairan pantai karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 20 0C hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1 - 60  meter, terkadang ikan ini berenang dengan membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan timun (L. Kasmira) ini banyak di jumpai hampir di seluruh  perairan indonesia maupun manca negara (Muths dkk., 2012).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan  jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan  bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan Layang marga Decapterusbaik di perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan Indonesia (Imbir dkk., 2015).
D.    Fisiologi dan Reproduksi.
Semua jenis makhluk hidup di alam termasuk ikan mempunyai kemampuan bereproduksi untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk  mempertahankan atau melestarikan jenisnya. Selama proses reproduksi sebagian besar hasil metabolismenya tertuju pada pematangan gonad, sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan–perubahan pada gonadnya seperti pertambahan ukuran dan bobot gonad (Yusuf dkk., 2014).
Ikan cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah cakalang dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur. Fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada ikan betina dengan ukuran fork length 41 -  48 cm antara 8.000 – 2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa, antara musim semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu pemijahan akan semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa. Pemijahan cakalang sangat dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva cakalang ditemukan di perairan dengan suhu di atas 24 oC . Musim pemijahan cakalang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya larva di perairan tersebut. Perbedaan ukuran cakalang pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur serta kecepatan pertumbuhan  (Tilohe dkk., 2014).
Aspek yang luar biasa dari fisiologi ikan cakalang adalah kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Namun, tidak seperti makhluk endotermik seperti mamalia dan burung, ikan cakalng tidak dapat mempertahankan suhu dalam kisaran yang relatif sempit. Ikan cakalang mampu melakukan hal tersebut dengan cara menghasilkan panas melalui proses metabolisme. Rete mirabile, jalinan pembuluh vena dan arteri yang berada di pinggiran tubuh, memindahkan panas dari darah vena ke darah arteri. Hal ini akan mengurangi pendinginan permukaan tubuh dan menjaga otot tetap hangat. Ini menyebabkan tuna mampu berenang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit (Suara dkk., 2014).
Ikan terbang yang memijah pada substrat terapung cenderung memilih substrat lebih lunak atau lentur seperti ganggang laut dan jenis Sargassum. Selain Sargassum, ditemukan pula beberapa jenis substrat lain yang biasa dilekati oleh telur seperti daun kelapa, daun pisang, daun tebu, seagrass (sisa tumbuhan lamun), jerami, kayu-kayu, jaring, tali, plastic, dan botol-botol. Tingkah laku ikan terbang seperti tersebut telah dimanfaatkan oleh nelayan dalam penangkapan ikan dengan cara menggunakan daun kelapa dan daun pisang sebagai alat FAD (Fish Attracting Devices) untuk menarik ikan terbang datang memijah dan meletakkan telurnya (Azka dkk., 2015).
Reproduksi ikan Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini memiliki 20.000 - 84.000 butir setiap musim, ikan layang dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September (Ariyani dkk., 2008). Pemijahan ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
E.     Makan dan Kebiasaan Makan.
Secara umum makanan ikan cakalang dapat di golongkan atas 3 kelompok utama, yaitu ikan, crustacea dan moluska. Kebiasaan cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan yang besar Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Wouthuyzen dkk., 2007).
Komposisi makanan ikan terbang (H. Oxicephalus) dan Cheilopongon Cyanopterus di Laut Flores terdiri kopepoda sebagai makanan utama, alga sebagai makanan pelengkap, beberapa spesies Chaetognatha dan Malacostraca sebagai makanan tambahan (Syahailatua dkk. 2006). Makanan utama ikan terbang adalah zooplankton, namun ikan terbang yang berukuran lebih besar dapat pula memakan ikan-ikan kecil. Makanan Ikan terbang H. Oxycephalus terdiri dari kelompok plankton crustacea, plankton algae, dan plankton chaetognatha. Kelompok makanan yang paling besar adalah plankton crustacea yang terdiri dari copepod, cladocera, decapoda, mysid, dan amphipoda yang merupakan makan utama. Dalam suatu geografis yang luas untuk satu spesies ikan yang hidup terpisah pisah dapat memungkinkan terjadinya perbedaan kebiasaan makan (Yusuf dkk., 2014).
Jenis makanan ikan timun adalah ikan-ikan kecil dan inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus sp.) (Muths dkk., 2012).
F.     Nilai Ekonomis
Ikan cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan. Dari kegiatan ekspor tersebut negara Indonesia khususnya Sulawesi Utara mendapat tambahan devisa yang penting bagi keseimbangan neraca perdagangan luar negeri. Devisa yang masuk ke Sulawesi Utara akan menyebabkan peningkatan kesejahteraan penduduk
(Tilohe dkk., 2014).
 Telur ikan terbang “tobiko” banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, komoditas ini juga diekspor ke negara-negara Amerika Serikat, Belanda, China, Jepang, Hongkong, Taiwan, Korea, Ukraina, Kanada, Thailand, Rusia, dan Vietnam. Volume ekspor telur ikan terbang tahun 2013 di Sulawesi Selatan sebesar 614,61 ton. Harga telur ikan terbang berkisar Rp. 300.000 - Rp. 350.000 /kg. Permintaan telur ikan terbang meningkat setiap tahunnya, namun informasi tentang komponen gizi telur ikan terbang belum diketahui
(Azka dkk., 2015).
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam skala kecil (Antonio, 2015).
Pindang layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya. Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih (Fauziah dkk., 2014).

III. METODE PRAKIKUM
A. Waktu dan Tempat.
Praktikum Iktiologi Air  Morfometrik dilaksanakan pada hari , Sabtu Tanggal 17 Sebtember  2016 Pukul 16.00 – 18.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
B.     Alat dan Bahan.
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini.
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
1.
Alat



-     Alat Tulis
-
-          Menulis data yang yang telah diamati

-     Baki
-
-          Tempat untuk meletakkan objek yang  diamati

-     Kamera
-
-          Mendokumentasikan objek yang   diamati

-     Pingset
-
-          Menjepit sirip objek yang diamati

   -  Penggaris
Cm
-          Mengukur objek yang diamati
2.
Bahan



-     Ikan Cakalang (K.  pelamis)
-
-          Obyek yang diamati

-     Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
-
-          Obyek yang diamati

-     Ikan Layang (D. Macrosoma)
-
-          Obyek yang diamati

-     Ikan ekor kuning (L. Kasmira)
-
-          Obyek yang diamati

-     Tisu
-
-          Membersihkan meja

-     Alkohol 70 %
-
-          Mensterilkan meja

- Kertas Laminating
-
-          Mengalas objek

C. Prosedur kerja.
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum morfologi  ini  adalah sebagai berikut:
1.      Menyiapkan alat dan bahan.
2.      Meletakan ikan diatas kertas laminating, bersihkan darah ikan menggunakan tisu kemudian diambil gambarnya sebagai dokumentasi.
3.      Mengamati morfologi ikan: bentuk tubuh, bentuk mulut, sungut, bentuk sirip ekor, sirip pelvic, sirip anal, warna tubuh,  bloct, panjang premaxila, jumlah jari – jari sirip dorsal, linea lateralis.
4.      Mencatat hasil pengamatan.
5.      Membersihkan dan merapikan alat-alat praktikum.         
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
            Hasil pengamatan pada praktikum morfologi ikan dapat di lihat pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Morfologi Ikan Dalam Praktikum Ini.
No
PARAMETER
KETERANGAN INDIVIDU
1
2
3
4
1
Bentuk Tubuh
Pipi
Torpedo
Sagitiform
Fusiform
2
Bentuk Mulut :





a.    Berdasarkan bentuk
Terminal
Superior
­-
Tabung

b.    Dapat tidaknya
Disembulkan
Tidak ada
Tidak
Tidak
Dapat disembulkan

c.    Berdasarkan letaknya
Tidak ada
Tidak ada
Superior
Terminal
3
Sungut (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
4
Bentuk sirip ekor
Homecercal
Heterocercal
Hipocercal
Hormocercal
5
Sirip pelvic
(Berpasangan/Tidak berpasangan)
Berpasangan
Berpasangan
Berpasangan
Berpasangan
6
Sirip anal
(Berpasangan/Tidak berpasangan)
Tidak ada
Tidak
Ada/berpasangan
Tidak ada
7.
Warna Tubuh
Kuning
Silver
Hitam abu-abu
Putih kehijau-hijauan
8.
Bar (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9.
Band (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
10.
Blotch (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
_
Tidak ada
11.
Panjang premaxila (PPa)
3 cm
6 cm
2 cm
1 cm
12.
Jumlah jari-jari sirip
Dorsal
9 sirip
10 sirip
10 sirip
37
13.
Speckles(Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
_
Tidak ada
14.
Stripe (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
_
Ada
15.
Lines (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
_
Tidak ada
16.
Ocellatod spot
(Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
_
Tidak ada
17.
Spot (Ada/Tidak ada)
Tidak ada
Tidak ada
_
Tidak ada
18.
Linea lateralis
(Ada/Tidak ada)
Ada
Ada
Ada
Ada
Keterangan:
1.   Ikan Cakalang (K. Pelamis)
2.  Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
3.  Ikan Layang (D. Macrosomai)
4.  Ikan timun (L. Kasmira)

B.     Pembahasan.
Morfologi adalah bentuk luar suatu organisme. Bentuk tubuh ikan digolongkan dalam dua macam yakni bentuk tubuh simetris bilateral dan non simetris bilateral. Pada umumnya tubuh ikan terbagi atas tiga bagian utama yaitu caput (kepala), trunchus (badan), dan caudal (ekor).  Bagian kepala ikan dimulai dari ujung moncong hingga batas penutup insang, badan ikan dimulai dari belakang tutup insang sampai dengan belakang anus, dan ekor ikan dimulai dari anus sampai sirip ekor.
Pada pengamatan ikan Cakalang (K.  pelamis) mempunyai bentuk tubuh kerucut (torpedo), mulut berbentuk paru, tidak dapat disembulkan, dan berdasarkan letaknya terminal, tidak terdapat sungut, sirip ekor berbentuk lunate, memiliki sirip pelvic berpasangan, sirip anal tidak berpasangan, warna tubuh perak keabu - abuan, tidak memiliki bar, tidak memiliki band, tidak memiliki blotch, tidak memiliki premaxila, memiliki jari – jari sirip dorsal sebanyak 9 helai, tidak memiliki dots, tidak memiliki stripe, tidak memiliki lines, tidak memiliki suddle blotch, tidak memiliki spot, dan memiliki linea lateralis. Hal ini didukung oleh pendapat Karina dkk. (2013), Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar 53 - 63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14 - 16 jari-jari keras, pada sirip punggung perut diikuti oleh 7 - 9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masing sisi dan sirip ekor.
            Pada pengamatan ikan Terbang (H. Oxicephalus) mempunyai warna kulit biru serta bagian perut berwarna putih dan dan mempunyai mata yang relatif besar, bentuk tubuh anak panah (sagittiform), mulut berbentuk paru, tidak dapat disembulkan, dan berdasarkan letaknya terminal, tidak terdapat sungut, sirip ekor berbentuk hipocercal (huruf V), tidak memiliki sirip pelvic, sirip anal berpasangan, tidak memiliki bar, memiliki band, tidak memiliki blotch, tidak memiliki premaxila, tidak memiliki jari – jari sirip dorsal, tidak memiliki dots, tidak memiliki stripe, memiliki lines, tidak memiliki suddle blotch, memiliki spot, dan memiliki linea lateralis. Hal ini didiukung oleh pendapat Yusuf dkk. (2014), Ikan terbang secara umum memiliki bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymopharus dari family Oxyphoramphydae, dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada jenis cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk melayang dan terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlahruas sirip bercabang pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada beberapa spesies Hyrundichthys, sisiknya juga tumbuh pada bagian palatin, pada Fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan lidah.
Berdasarkan pengamatan morfologi ikan timun (L. kasmira) mempunyai kepala curam agak miring, memiliki badan compresed, warna kuning cerah, serta terdapat Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Hal ini didukung oleh pendapat Muths dkk. (2012), Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira) berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi ikan layang (D. macrosoma) mempunyai bentuk tubuh kerucut (Fusiform), mulut berbentuk terompet, tidak dapat disembulkan, dan berdasarkan letak mulutnya terminal, tidak terdapat sungut, sirip ekor berbentuk lunate, sirip pelvic yang berpasangan, sirip anal tidak berpasangan, warna tubuh hitam kebiru – biruan, tidak memiliki bar, memiliki band, tidak memiliki blotch, panjang premaxila 2 cm, adanya sirip dorsal yang kecil sebanyak 27 buah, tidak memiliki dots, tidak memiliki stripe, tidak memiliki lines, tidak memiliki suddle blotch, tidak memiliki spot, dan memiliki linea lateralis. Hal ini didukung oleh pendapat Prihartini dkk. (2007), Ikan layang (Decapterus macrosoma) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line).


 V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan adalah dari keempat jenis ikan yang diamati memiliki parameter morfologi (bentuk tubuh, bentuk mulut, sungut, betuk sirip ekor, sirip pelvic, sirip anal, warna tubuh, bar, band, blotch, panjang premaxila, jumlah sirip – sirip dorsal, dots, stripe, lines, saddle blotch, spot, dan linea lateralis) yang berbeda – beda.
Pada Ikan Cakalang (K. Pelamis) memiliki bentuk tubuh torpedo/kerucut (fusiform), mulut berbentuk paruh, tidak memiliki sungut, tubuh berwarna perak keabu - abuan, sirip ekor berbentuk lunate, memiliki jari – jari sirip dorsal sebanyak 9 jari, dan memiliki linea lateralis.
Pada ikan (H. Oxicephalus) memiliki tubuh berbentuk torpedo/kerucut (fusiform), mulut berbentuk paruh, tidak memiliki sungut, tubuh berwarna hitam keesilveran, sirip ekor berbentuk hipocercal, tidak memiliki jari – jari sirip dorsal, dan memiliki linea lateralis.
Pada ikan timun (L. kasmira) mempunyai kepala curam agak miring, memiliki badan compresed, warna kuning cerah, serta terdapat Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan.
Pada Ikan layang (D. Macrosoma) memiliki bentuk tubuh torpedo/kerucut (fusiform), mulut berbentuk terompet, tidak memiliki sungut, tubuh berwarna hitam kebiru – biruan, sirip ekor berbentuk lunate, memiliki jari – jari sirip dorsal sebanyak 27 jari, dan memiliki linea lateralis.
B. Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan yaitu sebaiknya para pkaktikan harus bersungguh-sungguh dalam melakukan pengamatan terhadap bentuk morfologi ikan yang sedang diamati agar tidak terjadi kesalahan dalam memperoleh data yang nantinya akan jadi bahan acuan bagi siapa saja yang membutuhkan data ini.




I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang   
Iktiologi berasal dari bahasa latin: Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu ichthyes diartikan sebagai ikan dan logos berarti ajaran. Secara harfiah iktiologi adalah salah satu cabang ilmu biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupannya. Iktiologi meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi, genetika, reproduksi, dan lain-lain) dan ekologi (struktur komunitas, populasi, habitat, predator, dan persaingan serta penyakitnya).
Ikan adalah hewan berdarah dingin (poikilotherm), mempunyai tulang belakang, mempunyai insang dan sirip, serta hidup di perairan. Ikan menggunakan insang sebagai alat pernapasan dan sirip sebagai pergerakan keseimbangan badan. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak menggunakan sirip yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan tubuh, sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh pengaruh arah angin.
Morfometrik merupakan ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan (measuring methods) yang diambil dari satu titik ke titik yang lain tanpa melalui lengkungan tubuh. Pengukuran morfometrik dilakukan karena adanya variasi ukuran pada setiap tubuh ikan, sehingga memiliki ukuran mutlak yang berbeda-beda. Variasi tersebut dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin dan lingkungan hidup ikan.
Pengukuran standar ikan antara lain panjang total tubuh, panjang standar tubuh, panjang mulut, panjang kepala, tinggi tubuh, panjang jari-jari sirip dorsal, panjang batang ekor dan sebagainya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum iktiologi mengenai morfometrik sehingga kita dapat mengetahui metode pengukuran tubuh ikan.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan metode atau cara menghitung berbagai ukuran ikan yang dapat digubakan dalam identifikasi ikan dan kuantifikasi morfologi ikan.
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang pengukuran struktur penutup tubuh ikan serta dapat mengidentifikasinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.    Klasifikasi Ikan
Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang adapun klasifikasi cakalang menurut Paendong dkk. (2012), adalah sebagai berikut :
Filum : Vertebrata
              Kelas  : Telestoi
                           Ordo : Perciformes
                                          Famili : Scombridae
                                                     Genus : Katsuwonus
                                                                  Spesies : Katsuwonus pelamis
Gambar 5. Ikan Cakalang (K. pelamis)
                      (Sumber : Dok. Pribadi,  2016)

Klasifikasi Ikan Terbang (Hirundichthys Oxicephalus) menurut Palo (2009), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fhylum : Chordata
Family : Exocoetidae
Class : Actinopterygii
Ordo : Beloniformes
Genus : Cypselurus
Species : Hirundichthys Oxicephalus
 Gambar 6. Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
                                                   (Sumber : Dok. Pribadi 2016)

Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
  Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus    
Spesies : Lutjanus kasmira
 Gambar 7. Ikan Timun (L. Kasmira)
            (Sumber : Dok. Pribadi 2016)

Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008), adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus    
Species : Decapterus macrosoma
  

Gambar 8. Ikan Layang (D. Macrosoma)
(Sumber : Dok. Pribadi 2016) 
B.     Morfologi  dan Anatomi
Morfologi ikan adalah Bagian-bagian Tubuh Ikan Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan (Manik, 2007).
Ikan cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis lateral. Ciri khas dari ikan cakalang memiliki 4 - 6 garis berwarna hitam yang memanjang di samping bagian tubuh. Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 – 11,5 kg serta panjang sekitar 30 - 80 cm. Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar 53 - 63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14 - 16 jari-jari keras, pada sirip punggung perut diikuti oleh 7 - 9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masingsisi dan sirip ekor (Manik, 2007).
            Ikan terbang secara umum memiliki bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymopharus dari family Oxyphoramphydae, dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada jenis cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk melayang dan terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlahruas sirip bercabang pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada beberapa spesies Hyrundichthys, sisiknya juga tumbuh pada bagian palatin, pada Fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan lidah (Yusuf dkk., 2014).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira) berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths  dkk., 2012).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma) biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari – jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 30 cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir  dkk., 2015).
C.    Habitat dan Penyebaran.
Habitat ditemukan pada perairan lepas pantai dan mempunyai tingkah laku membentuk gerombolan yang sangat besar, berasosiasi dengan burung, objek yang bergerak dipermukaan, Cucut dan Paus, dan mempunyai tingkah laku meloncat-locat di atas permukaan.Jenis makanannya adalah ikan, Crustacea, Cephalopoda dan Moluska. Dia juga mempunyai tingkah laku kanibal (saling memakan diantara kelompoknya) (Tilohe dkk., 2014).
Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut (Wouthuyzen dkk., 2007).
Ikan terbang menyukai perairan hangat di laut lepas, seperti samudera Hindia, Pasifik dan Atlantik. Di indonesia sebagian besar populasi ikan terbang hidup diperairan Sulawesi, Papua, hingga Flores. Ikan terbang adalah hewan sosial dan senang hidup berkelompok (Sandi, 2012). Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, diantaranya adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Papua, bagian utara Sulawesi Utara, Perairan Bali dan Jawa Timur, Pantai Barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, Perairan Sabang ( Banda Aceh) dan laut utara Papua (Palo, 2009).
Habitat ikan timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 200C hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1 - 60  meter, terkadang ikan ini berenang dengan membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan Timun (L. Kasmira) ini banyak di jumpai hampir di seluruh  perairan indonesia maupun manca negara (Muths dkk., 2012).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan  jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari  pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan  bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan Layang marga Decapterusbaik di perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan Indonesia (Imbir dkk., 2015).
D.    Fisiologi dan Reproduksi.
Semua jenis makhluk hidup di alam termasuk ikan mempunyai kemampuan bereproduksi untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk  mempertahankan atau melestarikan jenisnya. Selama proses reproduksi sebagian besar hasil metabolismenya tertuju pada pematangan gonad, sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan–perubahan pada gonadnya seperti pertambahan ukuran dan bobot gonad
(Yusuf dkk., 2014).
Ikan cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah cakalang dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur. Fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada ikan betina dengan ukuran fork length 41 -  48 cm antara 8.000 – 2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa, antara musim semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu pemijahan akan semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa. Pemijahan cakalang sangat dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva cakalang ditemukan di perairan dengan suhu di atas 24 oC . Musim pemijahan cakalang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya larva di perairan tersebut. Perbedaan ukuran cakalang pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur serta kecepatan pertumbuhan  (Tilohe dkk., 2014).
Aspek yang luar biasa dari fisiologi ikan cakalang adalah kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh lebih tinggi dari pada suhu lingkungan. Namun, tidak seperti makhluk endotermik seperti mamalia dan burung, ikan cakalng tidak dapat mempertahankan suhu dalam kisaran yang relatif sempit. Ikan cakalang mampu melakukan hal tersebut dengan cara menghasilkan panas melalui proses metabolisme. Rete mirabile, jalinan pembuluh vena dan arteri yang berada di pinggiran tubuh, memindahkan panas dari darah vena ke darah arteri. Hal ini akan mengurangi pendinginan permukaan tubuh dan menjaga otot tetap hangat. Ini menyebabkan tuna mampu berenang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit (Suara dkk., 2014).
Ikan terbang yang memijah pada substrat terapung cenderung memilih substrat lebih lunak atau lentur seperti ganggang laut dan jenis Sargassum. Selain Sargassum, ditemukan pula beberapa jenis substrat lain yang biasa dilekati oleh telur seperti daun kelapa, daun pisang, daun tebu, seagrass (sisa tumbuhan lamun), jerami, kayu-kayu, jaring, tali, plastic, dan botol-botol. Tingkah laku ikan terbang seperti tersebut telah dimanfaatkan oleh nelayan dalam penangkapan ikan dengan cara menggunakan daun kelapa dan daun pisang sebagai alat FAD (Fish Attracting Devices) untuk menarik ikan terbang datang memijah dan meletakkan telurnya (Azka dkk., 2015).
Reproduksi ikan Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September (Ariyani dkk., 2008). Pemijahan ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
E.     Makan dan Kebiasaan Makan.
Secara umum makanan ikan cakalang dapat di golongkan atas 3 kelompok utama, yaitu ikan, crustacea dan moluska. Kebiasaan cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan yang besar Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Wouthuyzen dkk., 2007).
Menurut Syahailatua dkk. (2006), komposisi makanan ikan terbang (H. Oxicephalus) dan Cheilopongon Cyanopterus di Laut Flores terdiri kopepoda sebagai makanan utama, alga sebagai makanan pelengkap, beberapa spesies Chaetognatha dan Malacostraca sebagai makanan tambahan.
Jenis makanan Timun (L. Kasmira) adalah ikan-ikan kecil dan inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus sp.) (Muths dkk., 2012).
F.     Nilai Ekonomis
Ikan cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan. Dari kegiatan ekspor tersebut negara Indonesia khususnya Sulawesi Utara mendapat tambahan devisa yang penting bagi keseimbangan neraca perdagangan luar negeri. Devisa yang masuk ke Sulawesi Utara akan menyebabkan peningkatan kesejahteraan penduduk
(Tilohe dkk., 2014).
Telur ikan terbang “tobiko” banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, komoditas ini juga diekspor ke negara-negara Amerika Serikat, Belanda, China, Jepang, Hongkong, Taiwan, Korea, Ukraina, Kanada, Thailand, Rusia, dan Vietnam. Volume ekspor telur ikan terbang tahun 2013 di Sulawesi Selatan sebesar 614,61 ton (BPS 2013). Harga telur ikan terbang berkisar Rp. 300.000 - Rp. 350.000 /kg. Permintaan telur ikan terbang meningkat setiap tahunnya, namun informasi tentang komponen gizi telur ikan terbang belum diketahui
(Azka dkk., 2015).
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam skala kecil (Antonio, 2015).
Pindang layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya. Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih (Fauziah dkk.,(2014).

G.    Morfometrik
Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh (Amir dan Achmar Mallawa, 2015).

III. METODE PRAKIKUM
A. Waktu dan Tempat.
Praktikum Iktiologi Air  Morfometrik dilaksanakan pada hari , Sabtu Tanggal 17 Sebtember  2016 Pukul 16.00 – 18.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
BAlat dan Bahan.
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini.
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
1.
Alat



-     Alat Tulis
-
-          Menulis data yang yang telah diamati

-     Baki
-
-          Tempat untuk meletakkan objek yang  diamati

-     Kamera
-
-          Mendokumentasikan objek yang   diamati

-     Pingset
-
-          Menjepit sirip objek yang diamati

   -  Penggaris
Cm
-          Mengukur objek yang diamati
2.
Bahan



-     Ikan Cakalang (K.  pelamis)
-
-          Obyek yang diamati

-     Ikan Terbang (H. Oxicephalus)
-
-          Obyek yang diamati

-     Ikan Layang (D. Macrosomai)
-
-          Obyek yang diamati

-     Ikan ekor kuning (L. Kasmira)
-
-          Obyek yang diamati

-     Tisu
-
-          Membersihkan meja

-     Alkohol 70 %
-
-          Mensterilkan meja

- Kertas Laminating
-
-          Mengalas objek

C. Prosedur kerja.
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum morfomerik ini adalah sebagai berikut:
1.    Menyiapkan alat dan bahan
2.    Meletakan objek dan mistar diatas kertas HVS kemudian didokumentasikan
3.    Mengukur tubuh ikan
4.    Mencatat hasil pengamatan kedalam worksheet yang dijadikan laporan sementara
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan morfometrik ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Morfomertik Ikan
No.

Parameter
Ukuran Individu
1
2
3
4
1.
Berat tubuh
-
-
-
-
2.
Panjang total (PT)
25 cm
16 cm
28 cm
31 cm
3.
Panjang standar ( PS)
23 cm
12 cm
23 cm
29 cm
4.
Panjang kepala (PK)
6 cm
5 cm
5cm
9 cm
5.
Panjang sebelum sirip dorsal (PsSD)
13 cm
5 cm
16 cm
10 cm
6.
Panjang sebeum sirip pelvic (PsSPe)
7 cm
4,5 cm
0 cm
9 cm
7.
Pajang sebelum sirip anal (PsSA)
14 cm
9 cm
13 cm
21 cm
8.
Tinggi kepala (TK)
4 cm
3,5 cm
4 cm
6 cm
9.
Tinggi badan (TB)
5 cm
5 cm
4 cm
8 cm
10.
Tinggi batang ekor (TBE)
1 cm
1,5 cm
1 cm
1 cm
11
Panjang batang ekor (PBE)
2 cm
2 cm
2 cm
3 cm
12.
Diameter mata (DM)
1.5 cm
1 cm
2 cm
1,5 cm
13.
Jarak mata ke tutup insang (JMTI)
3 cm
2,5 cm
2,5 cm
 -
14.
Panjang hidung
2 cm
0,5 cm
1 cm
2 cm
15.
Lebar badan (LB)
4 cm
2 cm
2,5 cm
5 cm
16.
Panjang dasar sirip dorsal (PDSD)
6 cm
8 cm
4,5 cm
2,5 cm
17.
Panjang dasar sirip anal (PDSA)
4 cm
2 cm
1 cm
2,5 cm
18.
Panjang dasar sirip pelvic (PDSPe)
2 cm
1 cm
-
2 cm
19.
Panjang dasar sirip pektoral (PDSP)
1 cm
1 cm
-
-
20.
Panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT)
4 cm
4 cm
5 cm
5 cm
21.
Panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB)
4 cm
3,5 cm
7 cm
5 cm
22.
Panjang moncong (PM)
6 cm
2 cm
2,5 cm
2 cm
23.
Panjang maxila (Pma)
2 cm
2 cm
2 cm
3 cm
24.
Panjang permaxila (PPa)
2 cm
1,5 cm
2 cm
3,5 cm
25.
Jumlah jari-jari sirip dorsal
a.       jari-jari keras
24 cm
11 cm
2 cm
4 cm

b.      jari-jari lemah
24 cm
14 cm
9 cm
14 cm
26.
Jumlah jari-jari sirip anal
a.       jari-jari keras
3 cm
3 cm
2 cm
2 cm

b.      jari-jari lemah
10 cm
7 cm
16 cm
9 cm
27.
Simbol/rumus sirip dorsal
DIV,24
DXI,14
DII,9
DIV,14
28.
Simbol/rumus sirip anal
 AIII,10
AIII,7
AII,16
AII, 9

Keterangan:
1. Ikan Layang (D. Macrosoma)
2. Ikan Timun (L. Kasmira)
3. Ikan Terbang (H. Oxycephalus)
4. Ikan Cakalang (K.  pelamis)

B.     Pembahasan.
Morfometrik merupakan ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan (measuring methods) yang dimbil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan morfometrik ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki panjang total (PT) 31 cm, panjang standar (PS) 29 cm, panjang kepala (PK) 9 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 10 cm, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 9 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 21 cm, tinggi kepala (TK) 6 cm, tinggi badan (TB) 8 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 3 cm, diameter mata (DM) 1,5 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 0, panjang hidung 2 cm, lebar badan (LB) 5 cm, panjang dasar sirip dorsal (PDSD) 5,5 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 2,5 cm, panjang dasar sirip pelvic (PDSPe) 2 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 0, panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT) 5 cm, panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB) 5 cm, panjang moncong (PM) 2 cm, panjang maxilla (PMa) 3 cm, panjang prexilla (PPa) 3,5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal (jumlah jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 9), simbol/rumus sirip dorsal DIV,14 dan simbol/rumus sirip anal AII,9. Hal ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan morfometrik terhadap ikan Terbang memiliki panjang total (PT) 28 cm,  panjang standar (PS) 23 cm, panjang kepala (PK) 5 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 16 cm, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 0 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 13 cm, tinggi kepala (TK) 4 cm, tinggi badan (TB) 4 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 2 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 1 cm, lebar badan (LB) 2,5 cm, panjang dasar sirip dorsal (PDSD) 4,5 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 1 cm, panjang dasar sirip pelvic (PDSPe) 0 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 0 cm, panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT) 5 cm, panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB) 7 cm, panjang moncong (PM) 2,5 cm, panjang maxilla (PMa) 2 cm, panjang prexilla (PPa) 2 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 9), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 16), simbol/rumus sirip dorsal DII,9 dan simbol/rumus sirip anal AII, 16. Hal ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan morfometrik ikan Timun (L. Kasmira) memiliki panjang total (PT) 16 cm,  panjang standar (PS) 12 cm, panjang kepala (PK) 5 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 5 cm, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 4,5 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 9 cm, tinggi kepala (TK) 3,5 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1,5 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 1 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 0,5 cm, lebar badan (LB) 2 cm, panjang dasar sirip dorsal (PDSD) 8 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 2 cm, panjang dasar sirip pelvic (PDSPe) 1 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 1 cm, panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT) 4 cm, panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB) 3,5 cm, panjang moncong (PM) 2 cm, panjang maxilla (PMa) 2 cm, panjang prexilla (PPa) 1,5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 11 dan jari-jari lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 7), simbol/rumus sirip dorsal DXI,14 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 7. Hal ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan morfometrik ikan Layang (D. Macrosoma) memiliki panjang total (PT) 25 cm, panjang standar (PS) 23 cm, panjang kepala (PK) 6 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 13, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 7 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 14 cm, tinggi kepala (TK) 4 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 1,5 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 3 cm, panjang hidung 2 cm, lebar badan (LB) 4 cm, panjang dasar sirip dorsal (PDSD) 6 cm, panjang dasar sirip anal (PDSA) 4 cm, panjang dasar sirip pelvic (PDSPe) 2 cm, panjang dasar sirip paktoral (PDSP) 1 cm, panjang sirip ekor bagian atas (PSEBT) 4 cm, panjang sirip ekor bagian bawah (PSEBB) 4 cm, panjang moncong (PM) 6 cm, panjang maxilla (PMa) 2 cm, panjang prexilla (PPa) 2 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 24), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 10), simbol/rumus sirip dorsal DIV, 24 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 10. Hal ini di dukung oleh pendapat Amir dan Achmar Mallawa (2015), Morfometrik merupakan peneraan pengukuran morfologi yang meliputi ukuran panjang dan berat, serta skala kondisi fisik berdasarkan standar morfologi tubuh, sesuai fase hidup hewan. Morfometri dimaksudkan untuk mengukur bagian tubuh yang penting pada hewan, agar diketahui kisaran ukurannya, disetiap fase pertumbuhan pada masing-masing jenis-spesies hewan, sehingga informasi untuk determinasi taksa menjadi lebih lengkap dan akurat. Nilai penting yang terkandung dalam morfometri yaitu untuk mengenal lebih mendalam tentang jenis-spesies, melakukan estimasi umur dan jenis kelamin serta mengetahui berat dan ukuran tubuh.

 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpula
Simpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan morfometrik bahwa: ikan Layang (D. Macrosoma) memiliki panjang total (PT) 25 cm, tinggi kepala (TK) 4 cm, panjang kepala (PK) 6 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm,diameter mata (DM) 1,5 cm,panjang hidung 2 cm, lebar badan (LB) 4 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 24), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 10), simbol/rumus sirip dorsal DIV, 24 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 10.
Pada ikan Timun (L. Kasmira) memiliki panjang total (PT) 16 cm,  panjang standar (PS) 12 cm, panjang kepala (PK) 5 cm, tinggi badan (TB) 5 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 1 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 0,5 cm, lebar badan (LB) 2 cm, panjang prexilla (PPa) 1,5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 11 dan jari-jari lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 3 dan jari-jari lemah 7), simbol/rumus sirip dorsal DXI,14 dan simbol/rumus sirip anal AIII, 7.
Pada ikan Terbang (H. Oxycephalus) memiliki panjang total (PT) 28 cm,  panjang standar (PS) 23 cm, panjang kepala (PK) 5 cm, tinggi badan (TB) 4 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 2 cm, diameter mata (DM) 2 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 2,5 cm, panjang hidung 1 cm, lebar badan (LB) 2,5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 9), jumlah jari-jari sirip anal (jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 16), simbol/rumus sirip dorsal DII,9 dan simbol/rumus sirip anal AII, 16.
Pada ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki panjang total (PT) 31 cm, panjang standar (PS) 29 cm, panjang kepala (PK) 9 cm, panjang sebelum sirip dorsal (PsSD) 10 cm, panjang sebelum sirip pelvic (PsSPe) 9 cm, panjang sebelum sirip anal (PsSA) 21 cm, tinggi kepala (TK) 6 cm, tinggi badan (TB) 8 cm, tinggi batang ekor (TBE) 1 cm, panjang batang ekor (PBE) 3 cm, diameter mata (DM) 1,5 cm, jarak mata ke tutup insang (JMTI) 0, panjang hidung 2 cm, lebar badan (LB) 5 cm, jumlah jari-jari sirip dorsal (jari-jari keras 4 dan jari-jari lemah 14), jumlah jari-jari sirip anal (jumlah jari-jari keras 2 dan jari-jari lemah 9), simbol/rumus sirip dorsal DIV,14 dan simbol/rumus sirip anal AII,9.
B.  Saran
Saran saya sebagai praktikan adalah melakukan praktikum dengan mengamati jenis ikan lain sebagai bahan pembanding dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi pengukuran tubuh ikan.


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis. Umumnya ada 2 tipe nilai ekonomis yaitu nilai ekonomis tinggi dan nilai ekonomis rendah. Ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi biasanya disebut dengan ikan cantik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tekstur daging, warna tubuh, dan lain sebagainya. Contohnya ikan Terbang (H. oxycephalus). Sedangkan ikan tidak cantik ikan yang memiliki standar yang tidak diinginkan oleh konsumen.
     Iktiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang ikan dan seluruh aspek kehidupannya. Didalam iktiologi dibahas mengenai integumen atau sering dikenal dengan penutup tubuh pada ikan beserta derivat- derivatnya.
Sistem integumen merupakan bagian  terluar dari ikan sebagai sistem pembalut tubuh. Sistem integument dapat dianggap terdiri dari kulit yang sebenarnya dan derivat-derivatnya. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya, dan merupakan lapisan penutup yang umumnya terdiri dua lapisan utama, letaknya sebelah luar dari jaringan ikat kendur yang meliputi otot dan struktur permukaan lain. Sedangkan derivat integumen yaitu striker tertentu yang secara embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit sebenarnya. Struktur ini dapat berupa struktur yang lunak seperti kelenjar eksresi, tetapi dapat berupa struktur yang keras dari kulit ini dinamakan eksoskelet
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum sehingga kami dapat mengetahui sistem integumen pada ikan.

B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati struktur penutup tubuh ikan (kulit dan derivat-derivatnya) seperti sisik (squama), jari-jari sirip, lendir, sisik duri (scute), lunas (keel), dan kelenjar racun.
Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan mengetahui struktur penutup tubuh pada ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Ikan
Klasifikasi Ikan Terbang (H. oxycephalus) menurut Ali dkk. (2013), adalah sebagai berikut:
 Kingdom: Animalia          
Phylum: Chordata
Class: Actinopterygii
Order: Beloniformes
Family: Exocoetidae
Genus: Hirundicthyes                        
Species: Hirundichthyes oxycephalus
Gambar 9. Morfologi Ikan Terbang (H. oxycephalus)
(Sumber: Dok. Pribadi, 2016) 
B. Morfologi dan Anatomi
Ikan Terbang (H. oxycephalus) secara umum memiliki bentuk tubuh yang memanjang seperti cerutu, agak gepeng, garis rusuknya terletak dibagian bawah badan, kedua rahangnya hampir sama panjang atau rahang bawah lebih menonjol terutama pada individu muda Oxymop harus dari family Oxyphoramphydae, dan atau rahang atas lebih menonjol daripada rahang bawahnya terutama pada jenis Cypselurus. Sirip pectoral panjang diadaptasikan untuk melayang dan terdiri dari duri lunak, dengan variasi ukuran dan jumlah ruas sirip bercabang pada masing-masing spesies. Sirip ekor bercagak dengan cagak bawah yang lebih panjang. Sisiknya sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas. Pada beberapa spesies Hyrundichthyes, sisiknya juga tumbuh pada bagian palatin, pada fodiator dan Parexocoetus juga tumbuh pada vormer, pterofoid, dan lidah ukuran-ukuran panjang kepala, tinggi, dan lebar juga tergantung pada umur (Ali dkk., 2013)
C. Habitat dan Penyebaran    
Habitat ikan Terbang (H. oxycephalus) ini dapat di temui di seluruh zona khatulistiwa dan berkembang di perairan hangat di seluruh dunia. Mereka sering di temukan di India dan Samudra Atlantik dan juga lautan. Seperti di sebutkan sebelumnya, ikan Terbang seringkali dapat di lihat pada zona air dangkal. Hal ini hanya memungkinkan mereka untuk membuat mekanisme pertahanan yang baik dalam memaksimalkan peluang mereka untuk menemukan makanan yang mereka sukai (Syahailatua, 2006).
Ikan Terbang tersebar di beberapa wilayah perairan dunia sebagai sumber daya perikanan komersial seperti Kepulauan Pasifik, Korea, China, Laut Jepang, Bagian Selatan California, USA, Barat Afrika, Selatan India, Brazil, Nederland Antilles, Timur Karibia. Ikan ini melimpah pada wilayah perairan tertentu terutama di wilayah perairan tropis sebagai sumber perikanan skala kecil seperti di Indonesia, Philipina,Vietnam, Thailand, dan Karibia. Di Indonesia, distribusi ikan Terbang terutama di wilayah perairan Timur Indonesia seperti Selat Makassar, Laut Flores, Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, dan Laut Jawa (Djamali, 2006).
Ikan Terbang banyak ditemukan di laut tropis dan sub tropis, hidup dipermukaan lepas pantai maupun daerah pantai dan merupakan salah satu komponen rantai makanan pada ekosistem pelagi. Distribusi ikan Terbang dibatasi oleh garis isothermal 20oC, namun ada spesies yang toleran terhadap suhu dingin seperti Cypselurus huterurus yang mempunyai wilayah distribusi paling luas seperti Exocoetus volitans (Palo, 2009).
D. Fisiologi dan Reproduksi
Semua makhluk hidup termasuk ikan mempunyai kemampuan bereproduksi untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk mempertahankan jenisnya. Selama proses reproduksi sebagian besar hasil metabolismenya tertuju pada pematangan gonad, sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan-perubahan pada gonadnya seperti pertambahan ukuran dan bobot gonad. Pengetahuan tentang perubahan tahapan kematangan gonad bertujuan untuk mendapatkan keterangan bilamana ikan memijah, baru memijah, atau akan memijah, serta untuk membandingkan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan reproduksi. Kapasitas reproduksi suatu populasi tergantung berapa banyak individu secara seksual telah dewasa atau matang (Palo, 2009).
Di dalam proses mempertahankan eksistensinya, masing-masing spesies mempunyai strategi reproduksi. Strategi reproduksi adalah semua pola dan cirri khas reproduksi yang diperlihatkan oleh individu dari suatu spesies termasuk sifat bawaan yang kompleks misalnya: ukuran atau umur pertama matang gonad, fekunditas, diameter telur, ukuran gamet, dan sebagainya. Tingkat kematangan gonad dapat diketahui melalui pengamatan morfologi dan histologi gonadnya (Alam, 2009).
E. Makanan dan Kebiasaan Makan          
Komposisi makanan ikan Terbang (H. oxycephalus) dan Cheilopongon cyanopterus di Laut Flores terdiri kopepoda sebagai makanan utama, alga sebagai makanan pelengkap, beberapa spesies Chaetognatha dan Malacostraca sebagai makanan tambahan (Syahailatua, 2006).
Ikan Terbang tergolong ikan pemakan plankton, namun ikan Terbang yang berukuran lebih besar dapat pula memakan ikan-ikan kecil. Makanan Ikan Terbang terdiri dari kelompok plankton crustacea,plankton algae, dan plankton chaetognatha. Kelompok  makanan yang paling besar adalah plankton crustacea yang terdiri dari copepod, cladocera, decapoda, mysid, dan amphipoda yang merupakan makan utama dalam suatu geografis yang luas untuk satu spesies ikan yang hidup terpisah-pisah dapat memungkinkan terjadinya perbedaan kebiasaan makan (Palo, 2009).
F. Nilai Ekonomis
Selain menjadi sumber protein hewani, telur ikan Terbang (H. oxycephalus) juga merupakan komoditas ekspor yang dapat menjadi sumber devisa negara. Sulawesi Selatan merupakan pusat perdagangan utama telur ikan Terbang di Indonesia, sehingga ekspor telur ikan Terbang di daerah ini menjadi andalan penghasil devisa setelah udang. Usaha ekspor komoditi telur ikan Terbang dari sulawesi selatan sudah di mulai sejak tahun 1970-an (Syahailatua, 2006).
Nilai ekonomi yang besar bagi sumber daya tersebut sering kali mengabaikan etika pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan akibat tingginya permintaan pasar, sehingga populasi jenis ikan ini mengalami penurunan terus menerus beberapa tahun belakangan ini. Upaya untuk mencegah agar ikan Terbang tidak punah dan berkelanjutan diperlukan suatu kebijakan yang tepat. Untuk mendukung upaya tersebut maka diperlukan informasi penelitian pendukung baik biologi maupun ekologi. Salah satu faktor ekologis yang memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan adalah makanan. Ikan tumbuh optimal jika mendapat makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi yang seimbang. Makanan yang dimakan oleh ikan dimanfaatkan dalam siklus metabolisme tubuhnya yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan tingkat keberhasilan hidup untuk tiap individu-individu ikan di perairan tersebut. Ketersediaan makanan yang cukup bagi ikan akan digunakan untuk partumbuhan sehingga dapat tumbuh dengan optimal (Natsir, 2009).
G. Sistem Integumen.
Sistem integumen merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar atau habitat hidup. Sistem integumen mencangkup kulit dan derivat serta modifikasinya. Derivat integumen merupakan suatu struktur yang secara embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang sebenarnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir dan kelenjar racun (Abdul, 2014).
Integumen merupakan bagian tubuh ikan yang terletak paling luar. Sistem integumen atau sistem integumentum terdiri dari kulit dan derivat-derivatnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir, dan kelenjar racun (Makatipu, 2006).
                                                                                
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 September 2016 pukul 16:00-17:45 WITA, bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS dan Remote Sensing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
A. 
Alat
-    Alat Tulis
-    Baki

-    Kamera
-    Microskop
-    Pinset
-    Penggaris

-
-

 -
 -
 -
cm

-      Menulis data yang yang telah diamati
-      Tempat untuk meletakkan objek yang  diamati
-      Mendokumentasikan objek yang diamati
-      Mengamati sisik objek
-      Mengambil sisik objek yang diamati
-      Mengukur objek yang diamati
B.
Bahan
- Alkohol
-   Air panas
-   Ikan Terbang (H. oxycephalus)
-   Tisu
-   Kertas HVS


%
liter

individu
-
lembar

-      Mensterilkan meja
-      Merendam objek
-      Obyek yang diamati
-      Membersihkan meja

-      Mengalas objek


C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum sistem integumen ini  adalah sebagai berikut:
1.    Menyiapkan alat dan bahan 
2.    Meletakan ikan diatas kertas HVS kemudian diambil gambarnya sebagai dokumentasi
3.    Mengamati integumen ikan: tipe sisik (squama), sisk duri (scute), lendir, lunas (keel), warna sisik, bentuk sisik, jumlah primary radii, dan jumlah secondary radii.
4.    Mencatat hasil pengamatan ke dalam worksheet yang dijadikan laporan sementara.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Bentuk Sisik Ikan Terbang (H. oxycephalus)                                                                 

Keterangan :

1. Ctenii
2. Focus
3. Posterior field
4. Circuli
5. Lateral field
      6. Anterior field
7. Secondary radii
Gambar 14. Sisik Ikan Terbang (H. oxycephalus)
2. Hasil Pengamatan Sistem integumen
Tabel 6. Hasil Pengamatan Sistem Integumen Ikan Terbang (H. oxycephalus)
 No.
Parameter
Keterangan
1
Tipe sisik (Squama)
Ctenoid
2
Sisik duri (Scute) (ada/tidak ada)
tidak ada
3
Lendir (ada/tidak ada)
tidak ada
4
Lunas (Keel) (ada/tidak ada)
tidak ada
5
Warna sisik
Bening kehitaman
6
Bentuk sisik
Bulat lonjong
7
Jumlah Primery Radii
tidak ada
8
Jumlah Secondary Radii
6

B. Pembahasan
Integumen merupakan lapisan penutup tubuh pada ikan yang terdiri atas kulit dan derivat-derivatnya. Lapisan kulit terdiri atas dua bagian yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit yang terdapat pada lapisan terluar dalam suatu organisme sedangkan lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang terdapat pada lapisan dalam kulit dalam suatu organisme.
Berdasarkan hasil pengamatan sistem integumen pada ikan Terbang (H. oxycephalus) memiliki tipe sisik (squama) ctenoid, tidak memiliki sisik duri (scute), tidak memiliki lendir, tidak memiliki lunas (keel), warna sisik bening kehitaman, bentuk sisik bulat lonjong, tidak memiliki primary radii, namun memiliki secondary  radii bejumlah 6.  Di dalam sisik ctenoid terdapat beberapa bagian didalamnya yaitu ctenii, focus, posterior field, circuli, lateral field, anterior field, secondary radii. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Abdul, (2014) bahwa sistem integumen merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar atau habitat hidup. Sistem integumen mencangkup kulit dan derivat serta modifikasinya. Derivat integumen merupakan suatu struktur yang secara embriogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang sebenarnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir dan kelenjar racun. Pendapat lain pula yang sejalan dengan hasil yang diperoleh yang dikemukakan oleh Makatipu, (2006) bahwa integumen merupakan bagian tubuh ikan yang terletak paling luar. Sistem integumen atau sistem integumentum terdiri dari kulit dan derivat-derivatnya. Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil), kelenjar lendir, dan kelenjar racun.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan ikan Terbang (H. oxycephalus) ini adalah memiliki tipe sisik (squama) ctenoid, tidak memiliki sisik duri (scute), tidak memiliki lendir, tidak memiliki lunas (keel), warna sisik bening kehitaman, bentuk sisik bulat lonjong, tidak memiliki primary radii, namun memiliki secondary  radii bejumlah 6
B. Saran
Adapun saran saya dalam praktikum kali ini yaitu sebelum melakukan praktikum harus membaca terlebih dahulu panduan paraktikum agar dalam praktikum dapat berjalan dengan lancar. 


 I. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Ikan adalah hewan yang memiliki tekstur daging yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hal ini dikarenakan didalam daging ikan mengandung zat-zat yang bernutrisi seperti protein, vitamin, lemak, air dan mineral seperti pada ikan Cakalang (K. pelamis). Sejalan dengan berkembangan masyarakat kebutuhan terhadap ikan tidak pernah berkurang. Untuk itu perlu dipelajari iktiologi agar organisme ikan tetap ada sehingga keberlanjutan permintaan terhadap ikan selalu elastis. 
Ikhtiologi merupakan salah satu cabang ilmu Biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupan yang dimilikinya. Istilah ini berasal dari Ichthyologia (bahasa Latin: Yunani) dimana perkataan Ichthyes artinya ikan dan logos artinya ajaran. Iktiologi juga mempelajari mengenai sistem urat daging. Dibangdingkan dengan vertebrata lainnya, ikan mempunyai system otot yang relatif jauh sederhana
Urat daging atau yang dikenal dengan otot yang kelihatan jelas pada ikan  merupakan satu kesatuan yang disusun oleh suatu komponen yang disebut myotome yang tampak seperti blok-blok otot. Kumpulan dari myotome-myotome ini akan membentuk yang disebut dengan myosepta. Urat daging pada ikan terbagi oleh horizontal steleto geneus septum yang terdiri dari bagian bawah yang disebut dengan hypaxial dan urat daging bagian atas yang disebut dengan apaxial.
Olehnya itu, Perlu dilakukan praktikum kali ini untuk lebih mengetahui dan memahami tentang sistem urat daging pada ikan.
B.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengamati letak dan jenis-jenis urat daging yang terdapat dalam tubuh ikan.
Adapun manfaat praktikum ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang sistem urat daging yang terdapat dalam tubuh  ikan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi
Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang adapun klasifikasi cakalang menurut Paendong dkk. (2012), adalah sebagai berikut :
Filum : Vertebrata
          Kelas  : Telestoi
                      Ordo : Perciformes
                                         Famili : Scombridae
                                                       Genus : Katsuwonus
                                                                    Spesies : Katsuwonus pelamis
Gambar 10. Ikan Cakalang (K. pelamis)
                                  (Sumber : Dok. Pribadi,  2016)

B.     Morfologi dan Anatomi
   Morfologi ikan Cakalang (K. pelamis) yaitu tubuh berbentuk torpedo/kerucut (Fusiform), memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik- titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan. Termasuk ikan yang hidup pada perairan Laut lepas namun dekat dengan garis pantai. Ikan-ikan muda sering masuk ke dalam teluk atau pelabuhan. Gerombolannya terbentuk bersama spesies lain, terdiri dari 100 sampai 5.000 ekor. Bagian tubuh ikan mulai dari anterior sampai posterior berturut­-turut (Marline, 2014).
C.    Habitat dan Penyebaran
Penyebaran Cakalang  (K. pelamis) tersebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut (Litaay, 2013).
D. Fisiologi dan Reproduksi
Ikan Cakalang (K. pelamis) mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah Cakalang dapat menghasilkan 1.000.000-2.000.000 telur. Fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada ikan betina dengan ukuran fork length 41-48 cm antara 8.000-2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa, antara musim semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu pemijahan akan semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa. Pemijahan Cakalang sangat dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva Cakalang ditemukan di perairan dengan suhu di atas 24oC . Musim pemijahan Cakalang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya larva di perairan tersebut. Perbedaan ukuran Cakalang pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur serta kecepatan pertumbuhan (Manik, 2007)
E. Makan dan Cara makan
Ikan Cakalang (K. pelamis) termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Gerombolannya terbentuk bersama spesies lain, terdiri dari 100 sampai 5.000 ekor. Termasuk predator oportunistik dengan jenis makanan dari ikan- ikan kecil (Clupeidae dan Engraulidae), cumi-cumi, crustacea sampai zooplankton (Jamal, 2008).
Kebiasaan Cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah Cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu suatu schooling Cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan yang besar. Ikan Cakalang ukuran besar berbeda kemampuan adaptasinya dengan ikan Cakalang ukuran kecil dalam mengatasi perubahan lingkungan. Dengan mengetahui ukuran ikan Cakalang, maka dapat melihat sebagian sifat-sifatnya dalam mengatasi perubahan lingkungan. Di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan Cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin banyaknya ikan kecil dan plankton, maka Cakalang akan berkumpul untuk mencari makan. Ikan Cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Tolihe, 2014).
F.    Nilai Ekonomis  
Ikan Cakalang (K. pelamis) merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyebutkan target pertumbuhan ekspor mencapai 19% dimana posisi ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang sangat strategis dalam menghasilkan devisa negara, selain sebagai komoditas pencukupan sumber protein hewani untuk penduduk Indonesia. Laporan terkini menyebutkan bahwa kelompok TTC (Tuna Tongkol Cakalang) menyumbang sebanyak 12% dari total 40% ekspor produk perikanan. Untuk itu status perikanan Cakalang di WPP menjadi sangat penting untuk diketahui. Analisa mengenai indeks musim penangkapan, dan perkembangan hasil tangkapan sangat diperlukan. Di daerah tropis seperti Indonesia, satu alat tangkap yang dapat menangkap banyak spesies ikan dengan karakteristik ikan yang sangat berbeda-beda seperti ikan demersal dan ikan pelagis (Tolihe, 2014).
Salah satu jenis sumberdaya ikan laut, yang mempunyai nilai ekonomis  penting dan mempunyai prospek yang baik adalah ikan Cakalang. Potensi ikan pelagis besar di wilayah pengelolaan perikanan (WPP 4) yaitu di Selat Makassar dan Laut Flores sebesar 193,60 (103 ton/tahun) dan produksinya sebesar 85,10 (103 ton/tahun), dengan tingkat pemanfaatan sebesar 43,96 %. Teknologi penangkapan yang umum digunakan di Indonesia untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan Cakalang adalah purse seine dan pancing (pole and line, pancing tonda, pancing ulur dan long line). Potensi produksi ikan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 900 ribu ton (Suara, 2014).
G.    Sistem Urat Daging
Urat daging atau yang dikenal dengan otot yang kelihatan jelas pada ikan  merupakan satu kesatuan yang disusun oleh suatu komponen yang disebut myotome yang tampak sepertsi blok-blok otot. Kumpulan dari myotome-myotome ini akan membentuk yang disebut dengan myosepta. Urat daging pada ikan terbagi oleh horizontal steleto geneus septum yang terdiri dari bagian bawah yang disebut dengan hypaxial dan urat daging bagian atas yang disebut dengan apaxial. Letak dari urat daging ini hampir tersebar diseluruh tubuh sehingga urat daging pada ikan mempunyai peranan, fungsi, yang sesuai dengan letaknya dalam tubuh  (Abdul, 2010).

Urat daging mempunyai peranan penting dalam aktifitas kehidupan ikan. Gerakan tubuh yang dihasilkan merupakan hasil kerja dari otot. Secara fungsional otot ini terbagi menjadi 2 tipe yaitu otot yang bekerja dibawah rangsangan atau disebut voluntary dan otot yang bekerja tidak dibawah rangsangan otot atau disebut involuntary. Urat daging pada ikan mempunyai peranan dan fungsi yang sesuai dengan letak dan fungsinya dalam tubuh karena urat daging pada pada ikan hampir diseluruh tubuh tersebar (Abdul, 2010).

Pada dasarnya ikan mepunyai 3 macam urat daging berdasarkan strukturnya yaitu otot polos, otot bergaris, dan otot jantung dan salah satu hal yang menarik dari sistem urat daging ini adalah terdapatnya organ listrik pada beberapa ikan yang pada vertebrata lainnya tidak ada. Urat daging pada  ikan yang mempunyai sirip tunggal yang mempunyai fungsi untuk menggerakkan sirip-sirip terebut (Ikbal, 2008)
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 September 2016 pukul 15:00-17:45 WITA, bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS dan Remote Sensing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
A.
Alat
-    Alat Tulis
-    Baki

-    Kamera
-    Penggaris
-    Pisau bedah

-
-

 -
 cm
 -


-      Menulis data yang yang telah diamati
-      Tempat untuk meletakkan objek yang  diamati
-      Mendokumentasikan objek yang diamati
-      Mengukur objek yang diamati
-      Mengupas kulit
B.
Bahan
- Alkohol
-   Air panas
-   Ikan Cakalang (K. pelamis)
-   Tisu
-   Kertas HVS

%
liter

individu
-
lembar

-      Mensterilkan meja
-      Merendam objek
-      Obyek yang diamati
-      Membersihkan meja
-      Mengalas objek





C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum sistem urat daging ini adalah sebagai berikut:
1.    Menyiapkan alat dan bahan 
2.    Meletakan objek pada baki kemudian direndam dengan air panas sampai ikan tersebut kejang dan kulitnya mudah dikelupas, namun perendaman jangan terlalu lama sebab urat daging akan rusak sehingga akan menyulitkan pengupasan.
3.    Mengelupas kulit dengan menggunakan pisau kater sampai terlihat urat dagingnya.
4.    Memotong objek sehingga menjadi posisi daging melintang
5.    Mengamati bagian-bagian pada daging melintang dan pada daging bagian luarnya.
6.    Menggambar hasil pengamatan dalam worksheet yang dijadikan laporan sementara.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Urat Daging Bagian Luar Tubuh Ikan Cakalang (K. pelamis)                                                                                                                                                        Keterangan:
1.         Apaxial
2.         Hypaxial
3.         Myoseptum
4.         Myotome
5.         Literalis septum

Gambar 11. Urat Daging Bagian Luar Tubuh Ikan Cakalang (K. pelamis)
2. Urat Daging Penampang Melintang Ikan Cakalang (K. pelamis)
                                                                                               Keterangan:
1.    Supracarinalis
2.    Septum verticale
3.    Myomer
4.    Myocomate
5.    Corpus verteble
6.    Lusclus lateralis
cuperficialistis
7.    Septum horizontal
8.    Infracanhalis

Gambar 12. Urat Daging Penampang Melintang Ikan Cakalang (K. pelamis)

C.    Pembahasan
Sistem urat daging merupakan suatu kesatuan antara komponen-komponen penyusunnya, komponen tersebut berupa blok urat daging yang disebut myotome dan kumpulan-kumpulan dari myotome yang disebut myoseptum.
Berdasarkan hasil pengamatan urat daging bagian luar ikan Cakalang (K. pelamis) terdapat beberapa bagian didalamnya yaitu apaxial, hypaxial, myotome, myoseptum dan literalis septum. Apaxial merupakan bentuk tubuh ikan pada bagian atas. Hypaxial merupakan bentuk tubuh ikan yang terdapat dibagian bawah. Myotome adalah blok-blok penyusun myosepta. Myosepta merupakan kumpulan dari beberapa myotome. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukkan oleh Abdul, (2010) bahwa urat daging atau yang dikenal dengan otot yang kelihatan jelas pada ikan  merupakan satu kesatuan yang disusun oleh suatu komponen yang disebut myotome yang tampak sepertsi blok-blok otot. Kumpulan dari myotome-myotome ini akan membentuk yang disebut dengan myosepta. Urat daging pada ikan terbagi oleh horizontal steleto geneus septum yang terdiri dari bagian bawah yang disebut dengan hypaxial dan urat daging bagian atas yang disebut dengan apaxial. Letak dari urat daging ini hampir tersebar diseluruh tubuh sehingga urat daging pada ikan mempunyai peranan, fungsi, yang sesuai dengan letaknya dalam tubuh.
Sedangkan pada  bagian penampang melintang ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki supracarinalis, septum verticale, myomer, myocomate, corpus verteble,  lusclus lateralis cuperficialistis, septum horizontal, infracanhalis. Hal ini sejalan dengan pertanyaan yang dikemukakan oleh pendapat yang dikemukakan oleh Jamal, (2011) bahwa untuk melihat jelas bagian-bagian urat daging, maka perlu dibuat sayatan melintang pada tubuh ikan agak ke caudal (potongan tegak lurus melalui tulang punggung). Setelah terpotong menjadi penampang melintang maka secara otomatis tampaklah otot-otot yang tersusun dalam lingakaran-lingkaran konsentris. Potongan otot-otot yang berupa lingkaran tersebut disebabkan karena otot-otot tersebut tersusun dengan rapidari cranial ke caudal oleh lapisan otot yang terbentuk kerucutyang disebut coni musculi. Coni musculi ini tersusun secara segmental dan disebut myomer dan myotome. Antara satu myomer dengan myomer yang lainnya dipisahkan oleh suatu pembungkus yang disebut myocomate
atau myoseptum. Otot-otot yang terletak dibagian sebelah kiri dan kanan tubuh dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut septum vertical dan septum horizontal atau horizontal skeletogeneus septum. Otot-otot pada tubuh ikan terbagi atasa dua daerah yaitu musculi dorsalis atau musculi apaxialis yaitu kumpulan otot-otot yang terdapat disebelah dorsal septum horizontal, musculiventralis atau musculi apaxialis yaitu kumpulan otot-otot yang terletak disebelah ventral septum horizontal.

V.  SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
  Adapun simpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah urat daging pada bagian luar ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki apaxial, hypaxial, horizontal steletogeneus, myotome, dan memiliki myoseptum dan bagian luar urat daging pada bagian penampang melintang ikan Cakalang (K. pelamis) memiliki supracarinalis, septumverticale, myomer, myocomate, corpusverteble, lusclus lateralis cuperficialistis, septum horizontal, dan infracanhalis.
B. Saran
Adapun saran saya sebagai praktikan adalah sebaiknya praktikum berikutnya para praktikan melaksanakan praktikum dengan sebaik-baikya agar tidak mengalami kesulitan pada saat pembuatan laporan.
    

I.    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ikan merupakan hewan akuatik, artinya hewan yang seluruh siklus hidupnya berada dalam suatu perairan, umumnya bernafas dengan insang. Insang yang di gunakan oleh ikan untuk bernafas terdiri atas insang yang dilengkapi dengan tutup inang, misalnya ikan bertulang sejati dan insang yang tidak di lengkapi dengan tutup inang, misalnya pada ikan bertulang rawan. Di samping itu, ada pula kelompok ikan yang bernafas dengan paru paru dan alat pernafasan tambahan lainnya.
Pernapasan adalah proses perukaran oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) antara orgapnisme dengan lingkunganya atau proses pengambilan oksigen (O2) yang berasal dari alam dan dan diproses kedalam tubuh organisme kemudian di lepaskan lagi di alam dalam bentuk (CO2). Alat pernafasan pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan  paru-paru dan alat pernafasan tambahan lainnya.
Pada proses pernapasan, pertukaran gas terjadi secara difusi yaitu suatu aliran molekul gas dari lingkunganya yang berkontraksi gasnya tinggi kelingkungan luar dengan lingkungan yang konsentrasi gasnya lebih rendah. Sehingga begitu penting jika kita melaksanakan praktek secara langsung mengenai sistem pernapasan terhadap ikan agar kita mengetahui letak bagian-bagian aalat yang digunakan dalam proses pernafasan  khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmra).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilakukan praktikum iktiologi terhadap sistem pernapasan pada ikan untuk mengetahui bentuk dan letak bagian alat pernapasan pada beberapa golongan organism serta mengidentifikasi ada atau tidaknya alat pernapasan tambahan yang terdapat pada ikan khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).
B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini yaitu kita dapat mengetahui bagian-bagian alat pernapasan yang digunakan dalam proses pernapasan yang meliputi insang serta ada atau tidaknya alat pernapasan tambahan yang ada pada ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjnus kasmira).
Manfaat dari praktikum ini kita dapat menambah wawasan atau pengetahuan mengenai sistem pernapasan yang meliputi insang serta ada atau tidaknya alat pernapasan tambahan yang ada pada ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).

II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Klasifikasi
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008), adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus          
Species : Decapterus macrosoma


Gambar 13. Ikan Layang (D. Macrosoma)
                 (Sumber : Dok. Pribadi 2016)
Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus  
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 14. Ikan Timun (L. Kasmira)
           (Sumber : Dok. Pribadi 2016)

B.     Morfologi dan Anatomi
Ikan layang (Decapterus macrosoma) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Prihartini dkk., 2007).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma) biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap+8 biasa), sirip punggung kedua berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan bergabung dengan 22–27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 30 cm, umumnya 20–25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk., 2015).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira) berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
C.    Habitat dan Penyebaran
Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan Layang (D. Macrosoma) menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, neritik, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap secara bersama. Ikan Layang (D. macrosoma) bersifat stenohalin, artinya hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31 - 32 ppt (Safruddin, 2013).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan  jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari  pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan  bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 - 100 meter
(Prihartini dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan Layang marga Decapterusbaik di perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan Indonesia (Imbir dkk., 2015).
Habitat ikan Timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 200C hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1-60  meter, terkadang ikan ini berenang dengan membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan Timun (L. Kasmira) ini banyak di jumpai hampir di seluruh  perairan indonesia maupun manca negara (Muths dkk., 2012).
D.    Fisiologi dan Reproduksi
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September (Ariyani dkk., 2008). Pemijahan ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
 (Prihartini dkk., 2007).
Reproduksi ikan Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
E.     Makan dan Kebiaasaan Makan
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan layang ini mencari makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva ikan juga telur-telur ikan teri (Stolephorus sp.) (Muths dkk., 2012).
Jenis makanan ikan timun (L.   Kasmira) adalah ikan-ikan kecil dan inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
F.     Nilai Ekonomis
Pindang layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya. Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih (Fauziah dkk. (2014).
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam skala kecil (Antonio, 2015).
G.    Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan merupakan pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida dalam suatu organisme hidup. Alat pernapasa pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasaan paru-paru selalu menggunakan insang. Belum berfungsinya insang pada saat embrio, maka pernafasan dilakukan dengan menggunakan telur. Ada tiga bagian insang yaitu daun insang (giil filament) adalah bagian yang mengandung kapiler-kapiler  darah, tulang lengkung insang (gill arch) suatu saluran yang memungkinkan keluar masuknya darah dan terakhir adalah tapis insang (gill racker) terletak pada bagian yang terdepan (Nadia, 2014).

III.    METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum Iktiologi Air terhadap  Sistem Pernafasan ikan dilaksanakan pada hari, Sabtu Tanggal 01 Oktober 2016 Pukul 09.00 – 11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum sistem pernapasan ikan dapat di lihat pada tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Alat dan Bahan yang digunakan Pada Praktikum Sistem Pernapasan.
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
A.











B.

Alat
-     Pisau bedah (Scapel)
-     Gunting bedah
-     Pinset
-     Kaca pembesar/lup
-     Baki (Dissecting-pan)
-     Alat tulis
-     Kertas HVS
-     Lap kasar dan halus
-     Mistar
-     Kamera
Bahan
-    Ikan layang (D. Macrosoma)
-    Ikan timun (L. Kasmira)  
-    Alkohol 70%

-    Tisu
-    Sunlight
       
       
-
-
-
-
-
-
-
-
Cm
-


-
-
-
-

-
-


Untuk  membedah objek
Untuk  menggunting objek
Untuk  mengambil bahan
Untuk  melihat objek yang kecil
Sebagai wadah menyimpan objek
Untuk menulis hasil pengamatan
Sebagai media menggambar objek
Membersihkan tempat praktikum
Alat bantu untuk foto ilmiah
Untuk pemotretan objek


Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
Membersihkan noda sisa praktikum
Mengeringkan objek
Untuk mensterilkan alat bedah


C.    Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum sistem pernapasan ikan adalah sebagai berikut :
1.      Menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam praktikum.
2.      Menyiapkan kertas laminating yang di gunakan sebagai alas untuk meletakan organisme.
3.      Meletakan organisme pada kertas laminating kemudian mengambil gambar terlebih dahulu.
4.      Melakukan pembedahan pada organisme yang di mulai dari lubang anus sampai pada bagian kepala.
5.      Mengamati bagian alat pernapasan pada organisme
6.      Membuat laporan sementara
7.      Membersihkan dan merapikan alat-alat praktikum.

IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan sistem pernapasan  pada ikan layang (D. Macrosoma) dan ikan timun (L. Kasmira) dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9. Hasil Pengamatan Sistem Pernapasan pada Ikan
.
Parameter
Ikan Layang
Ikan Timun
1.
Jumlah Upper Limb Rakers
15 helai
8 helai
2.
Jumlah Lower Limb Rakers
           22 helai
         16 helai
3.
4.
Jumlah Gill Rakers
Jumlah Gill Filament
           70 helai
         127 helai
         49 helai
       108 helai

1.    Alat Pernapasan Ikan Layang (D. Macrosoma)                                                                                                                                                                  Keterangan :

1. Upper limb rakers      
2. Lower limb rakers
3. Gill rakers
4. Gill fillament

Gambar 15. Insang Ikan Layang (D. Macrosoma).
2.      Alat Pernapasan Ikan Timun (L. Kasmira)Keterangan :

1.   Upper limb rakers
2.   Lower limb rakers
3.   Gill rakers
4.   Gill filament
                   Gambar 16. Insang Ikan Timun (L. Kasmira).


B.     Pembahasan
Pernafasan adalah proses perukaran oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) antara organisme dengan lingkunganya atau proses pengambilan oksigen (O2) yang berasal dari alam dan dan diproses kedalam tubuh organisme kemudian di lepaskan lagi di alam dalam bentuk (CO2). Alat pernapasan pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan  paru-paru dan alat pernafasan tambahan lainnya.
Berdasarkan pengamatan sistem pernapasan pada ikan layang (D. macrosoma), jelas bahwa sistem pernapasan ikan layang terdiri dari upper limb rakers berjumlah 15 helai,  lower limb rakers berjumlah 22 buah, gill rakers berjumlah 70 helai yang berfungsi sebagai penyaring oksigen (O2) terlarut yang masuk kedalam insang, dan gill filament berjumlah 127 helai yang berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran gas oksigen (O2) dengan karbon dioksida (C02). Pada bagian-bagian sistem pernafasan ikan layang di sesuaikan dengan habitat atau lingkungan hidupnya. Hal ini didukung oleh pandapar Nadia (2014), bahwa Sistem pernafasan merupakan pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida dalam suatu organisme hidup. Alat pernapasan pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasaan paru-paru selalu menggunakan insang. Belum berfungsinya insang pada saat embrio, maka pernafasan dilakukan dengan menggunakan telur. Ada tiga bagian insang yaitu daun insang (giil filament) adalah bagian yang mengandung kapiler-kapiler darah, tulang lengkung insang (gill arch) suatu saluran yang memungkinkan keluar masuknya darah dan terakhir adalah tapis insang (gill racker) terletak pada bagian yang terdepan.
Berdasakan pengamatan pada ikan timun sama halnya dengan ikan layang hanya perbedaannya terletak pada jumlah  upper limb rakers sebanyak 8 helai,  lower limb rakers sebanyak 16 helai, gill rakers sebanyak 49 helai dan gill filament sebanyak 108 helai, yang masing-masing alat pernafasan tersebut mempunyai fungsi masing-masing dalam proses pernafasan ikan timun sesuai dengan habitat atau lingkungan hidupnya. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), bahwa Sistem pernafasan merupakan pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida dalam suatu organisme hidup. Alat pernapasan pada ikan secara umum adalah insang dengan pengecualian pada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasaan paru-paru selalu menggunakan insang. Belum berfungsinya insang pada saat embrio, maka pernafasan dilakukan dengan menggunakan telur. Ada tiga bagian insang yaitu daun insang (giil filament) adalah bagian yang mengandung kapiler-kapiler  darah, tulang lengkung insang (gill arch) suatu saluran yang memungkinkan keluar masuknya darah dan terakhir adalah tapis insang (gill racker) terletak pada bagian yang terdepan.
 Jika di tinjau pada sistem pencernaan ikan layang (D. Macrosoma) dan ikan timun (L. Kasmira) masing-masing mempunyai perbedaan yang terletak pada hitungan helai alat pencernaan. Dimana insang dari ikan layang sangat lebat dan halus di bandingkan dengan ikan timun, hal ini di karenakan ikan layang merupakan  kelompok organisme karnivor (pemakan daging) berbeda dengan ikan timun, ikan timun merupakan kelompok organisme herbivor (pemakan tumbuhan) sehingga insangnya lebih renggang bila di bandingkan dengan ikan layang.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
            Pernapasan merupakan proses pengambilan oksigen (O2) dari alam dan pelepasan karbondioksida (CO2) pada suatu organsme hidup. Pada pengamatan ikan layang dan ikan timun memiliki bagia-bagian pernapasan sama yang tetapi mempunyai jumlah helai yang berbeda-beda, dan pada ikan layang sistem pernapasan terdiri dari upper limb rakers berjumlah 15 helai,  lower limb rakers berjumlah 22 buah, gill rakers berjumlah 70 helai dan gill filament berjumlah 127 helai. Sedangkan ikan timun sistem pernafasan terdiri dari upper limb rakers sebanyak 8 helai,  lower limb rakers sebanyak 16 helai, gill rakers sebanyak 49 helai dan gill filament sebanyak 108 helai.
B.     Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat praktikum harus dilengkapi dengan mikroskop, agar nantinya praktikan dapat mengamati secara jelas bagian-bagian dari sistem pernafasan ikan yang bersifat mikroskopik.

 I.    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin.
Sistem pencernaan merupakan suatu sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan kemudian di cerna menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur atau anus.
Sistem pencernaan yaitu meliputi organ yang berhubungan dengan pengambilan makanan kemudian diproses secara kimiawi di dalam tubuh, serta pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak tercerna lagi oleh tubuh melalui anus. Alat-alat pencernaan makanan secara berturut-turut dari awal makananan masuk ke mulut kemudian ke rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, usus dan sampai pada anus. Bagian-bagian dari sistem pencernaan pada ikan mempunyai fungsi yang berbeda-beda tetapi saling berkaitan satu sama lain.
Alat pencernaan dalam ikan berhubungan erat dengan jenis makanan dan kebiasaan makannya sehingga terdapat beberapa adaptasi alat pencernaan makanan terhadap jenis makanan yang di konsumsinya. Suatu proses pencernaan dapat  membedakan antara spesies satu dengan yang lainnya. Alat pencernaan yang sering mendapat modifikasi adalah bibir, gigi, mulut, dan lambung.
Fungsi pencernaan makanan adalah untuk menghancurkan makanan menjadi zat yang terlarut sehingga makanan tersebut mudah diserap dan kemudian digunakan dalam proses metabolisme. Proses pencernaan terbagi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik (terutama dalam rongga mulut dan lambung), serta secara kimiawi (terutama dalam lambung dan usus) sehingga sangat penting untuk melaksanakan praktikum secara langsung guna mengetahui bagaimana sistem pencernaan yang terjadi di dalam tubuh ikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilakukan praktikum iktiologi terhadap sistem sistem pencernaan pada ikan untuk mengetahui bentuk dan letak bagian alat pencernaan pada beberapa golongan organisme khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira) serta mengamati secara langsung ada atau tidaknya modifikasi alat yang terjadi pada ikan ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).
B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk dapat mengetahui bentuk dan letak pencernaan makanan pada ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira) serta melihat ada atau tidaknya modifikasi alat pencernaan yang terjadi pada ikan tersebut.
Manfaat dari praktikum ini yaitu untuk menambah wawasan atau pengetahuan mengenai bentuk dan letak pencernaan makanan pada ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira) serta melihat ada atau tidaknya modifikasi alat pencernaan yang terjadi pada ikan tersebut.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Klasifikasi
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani, (2008) adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus          
Species : Decapterus macrosoma

Gambar 17. Ikan Layang (D. Macrosoma)
                   (Sumber : Dok. Pribadi 2016)





Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus  
Spesies : Lutjanus kasmira

Gambar 18. Ikan Timun (L. Kasmira)
           (Sumber : Dok. Pribadi 2016)









B.     Morfologi dan Anatomi
Ikan layang (Decapterus macrosoma) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Prihartini dkk., 2007).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma) biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap+8 biasa), sirip punggung kedua berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 30 cm, umumnya 20 – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir  dkk., 2015).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan memiliki kedudukan tulang penutup insang yang berkembang dengan baik. Tepat bagian belakang dan sisik ikan timun (L. Kasmira) berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths  dkk., 2012).
C.    Habitat dan Penyebaran
Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan Layang (D. Macrosoma) menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, neritik, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap secara bersama. Ikan Layang (D. Macrosoma) bersifat stenohalin, artinya hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31-32 ppt (Safruddin, 2013).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan  jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20–30 mil dari  pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan  bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
 (Prihartini dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan Layang marga Decapterus baik di perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan Indonesia (Imbir dkk., 2015).
Habitat ikan Timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 20 0C hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1 - 60  meter, terkadang ikan ini berenang dengan membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan Timun (L. Kasmira) ini banyak di jumpai hampir di seluruh  perairan indonesia maupun manca negara (Muths dkk., 2012).
D.    Fisiologi dan Reproduksi
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September
 (Ariyani dkk., 2008).
Pemijahan ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
Reproduksi ikan Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
E.     Makan dan Kebiaasaan Makan
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus sp.) (Muths dkk., 2012).
Jenis makanan ikan timun adalah ikan-ikan kecil dan inverterbrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
F.     Nilai Ekonomis
Menurut Fauziah dkk. (2014), pindang layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya. Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih.
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam skala kecil (Antonio, 2015).
G.    Sistem Pencernaan
Ikan mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Secara umum alat pencernaan pada ikan meliputi : mulut (mouth) dan rongga mulut, faring (pharynx), esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus. Pencernaan makanan mempunyai fungsi utama dalam menghancurkan makanan  sehingga makanan tersebut mudah diserap dan bisa digunakan dalam proses metabolisme. Proses pencernaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik yang tidak memerlukan enzim dan secara kimiawi yang dibantu dengan enzim              (Nadia, 2014).






















III. METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum Iktiologi Air terhadap Sistem Pencernaan ikan dilaksanakan pada hari, Sabtu Tanggal 01 Oktober 2016 Pukul 09.00 – 11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum sistem pencernaan ikan dapat di lihat pada tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Alat dan Bahan yang digunakan Pada Praktikum Sistem Pencernaan.
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
A.











B.

Alat
-     Pisau bedah (Scapel)
-     Gunting bedah
-     Pinset
-     Kaca pembesar/lup
-     Baki (Dissecting-pan)
-     Alat tulis
-     Kertas HVS
-     Lap kasar dan halus
-     Mistar
-     Kamera
Bahan
-    Ikan layang (D. Macrosoma)
-    Ikan timun (L. Kasmira)  
-    Alkohol 70%
-    Tisu
-    Sunlight
     
         
-
-
-
-
-
-
-
-
Cm
-


-
-
-
-
-


Untuk  membedah objek
Untuk  menggunting objek
Untuk  mengambil bahan
Untuk  melihat objek yang kecil
Sebagai wadah menyimpan objek
Untuk menulis hasil pengamatan
Sebagai media menggambar objek
Membersihkan tempat praktikum
Alat bantu untuk foto ilmiah
Untuk pemotretan objek


Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
Membersihkan noda sisa praktikum
Mengeringkan objek
Untuk mensterilkan alat bedah






C.    Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum sistem pencernaan ikan adalah sebagai berikut :
1.      Menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam praktikum.
2.      Menyiapkan kertas laminating yang di gunakan sebagai alas untuk meletakan organisme.
3.      Meletakan organisme pada kertas laminating kemudian mengambil gambar terlebih dahulu.
4.      Melakukan pembedahan pada organisme yang di mulai dari lubang anus sampai pada bagian kepala.
5.      Mengamati bagian alat pencernaan pada organisme
6.      Membuat laporan sementara
7.      Membersihkan dan merapikan alat-alat praktikum.











IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan sistem pencernaan makanan pada ikan layang (D. Macrosoma), dan ikan timun (L. Kasmira)  dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Hasil Pengamatan Sistem Pencernaan pada Ikan.
No
Parameter
Ikan Layang
Ikan Timun
1.
2.
3.
Pajang Saluran Pencernaan
Panjang lambung
Panjang usus
12,5 cm
1,5 cm
7,5 cm
6 cm
1 cm
4,5 cm

1.      Saluran Pencernaan Ikan Layang (D. Macrosoma).
                                                                                                Keterangan :
1.    Lambung
2.    Anus
3.    Usus





Gambar 19. Saluran Pencernaan Ikan Layang (D. Macrosoma).

2.      Saluran Pencernaan Ikan Timun (L. Kasmira)
Keterangan :
1.      Lambung
2.      Anus
3.      Usus





    Gambar 20. Saluran Pencernaan Ikan Timun (L. Kasmira).


B.     Pembahasan
Sistem pencernaan merupakan suatu sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan kemudian di cerna menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur atau anus. Proses berlangsungnya pencernaan terbagi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik terutama dalam rongga mulut dan lambung, dan secara kimiawi terutama dalam lambung dan usus
Berdasarkan hasil pengamatan saluran sistem pencernaan pada ikan layang (D. Macrosomai) memiliki mulut (mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach), pilorus (piloric), usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Fungsi mulut adalah tempat dimana makanan pertama kalinya masuk setelah itu diteruskan kedalam pangkal kerongkongan/faring. Lambung merupakan tempat dimana penampung makanan. Usus merupakan tempat dimana terjadinya proses penyerapan sari-sari makanan dan anus merupakan tempat dimana keluarnya sisa sari-sari makanan yang tidak dibutuhkan atau digunakan lagi oleh tubuh. Hasil pengukuran yang diperoleh saluran pencernaan ikan layang sepanjang 12,5 cm. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), bahwa  Ikan mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Secara umum alat pencernaan pada ikan meliputi : mulut (mouth) dan rongga mulut, faring (pharynx), esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus. Pencernaan makanan mempunyai fungsi utama dalam menghancurkan makanan  sehingga makanan tersebut mudah diserap dan bisa digunakan dalam proses metabolisme. Proses pencernaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik yang tidak memerlukan enzim dan secara kimiawi yang dibantu dengan enzim.
Berdasarkan hasil pengamatan saluran sistem pencernaan ikan Timun (L. Kasmira) sama halnya dengan ikan layang yaitu memiliki mulut (mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach), pilorus (piloric), usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Fungsi mulut adalah tempat dimana makanan pertama kalinya masuk setelah itu diteruskan kedalam pangkal kerongkongan/faring. Lambung merupakan tempat dimana penampung makanan. Usus merupakan tempat dimana terjadinya proses penyerapan sari-sari makanan dan anus merupakan tempat dimana keluarnya sisa sari-sari makanan yang tidak dibutuhkan atau digunakan lagi oleh tubuh. Hasil pengukuran yang diperoleh pada saluran pencernaan ikan timun sepanjang 6 cm.  Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), Ikan mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Secara umum alat pencernaan pada ikan meliputi : mulut (mouth) dan rongga mulut, faring (pharynx), esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus. Pencernaan makanan mempunyai fungsi utama dalam menghancurkan makanan  sehingga makanan tersebut mudah diserap dan bisa digunakan dalam proses metabolisme. Proses pencernaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu secara fisik yang tidak memerlukan enzim dan secara kimiawi yang dibantu dengan enzim.
             Berdasarkan pengamatan pada ikan layang dan ikan timun memiliki ukuran panjang saluran pencernaan yang sangat berbeda hal ini dikarenakan ikan layang merupakan hewan karnivor (Pemakan daging) dan ikan timun merupakan hewan herbivor (Pemakan daging). Pada umumnya proses pencernaan pada hewan herbivor dan karnivor khususnya ikan layang dan ikan timun sangat berbeda. Pada ikan layang (karnivor) proses pencernaannya sangat membutuhkan waktu yang cukup singkat sehingga ukuran saluran pencernaannya lebih pendek, Sedangkan pada ikan timun (herbivor) dalam proses pencernaannya sangat membutuhkan waktu yang cukup sehingga ukuran panjang saluran pencernaannya lebih panjang dari ikan layang (herbivor).
















V.   
SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Pada ikan Layang (D. Macrosoma) memiliki mulut (mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach), pilorus (piloric), usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Dengan adanya semua alat pencernaan diatas maka telah diperoleh hasil pengukuran saluran pencernaan sepanjang 14 cm, panjang ginjal 1 cm dan panjang gonad 7,5 cm, serta ikan ini tidak memiliki alat pencernaan yang termodifikasi.
Pada ikan Timun (L. Kasmira) memiliki mulut (mouth), faring (pharinx), esopagus (esophaus), lambung (stomach), pilorus (piloric), usus (intestine), seka, rektum, dan anus. Dengan adanya semua alat pencernaan diatas maka telah diperoleh hasil pengukuran saluran pencernaan sepanjang 7 cm, panjang ginjal 1 cm dan panjang gonad 4,5 cm serta ikan ini tidak memiliki alat pencernaan yang termodifikasi.
Ukuran saluran pencernaan ikan layang lebih panjang dari ikan layang yaitu 12,5 cm sedangkan ikan timun hanya sepanjang 6 cm, hal ini di karenakan kedua organisme ini mempunyai kebiasaan makan yang berbeda. Ikan layang merupakan kelompok organisme herbivor (pemakan tumbuhan) sedangkan ikan timun merupakan kelompok organisme herbivor (pemakan tumbuhan) sehingga ukuran saluran pencernaan ikan layang lebih pendek dari ikan timun.
B.     Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat praktikum harus dilengkapi dengan mikroskop, agar nantinya praktikan dapat mengamati secara jelas bagian-bagian dari sistem pencernaan yang bersifat mikroskopik dari semua organisme yang diamati


I.    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin.
Alat ekskresi ikan berupa ginjal opistonefros yaitu merupakan tipe ginjal yang paling primitive. Pada ginjal ini, tubulus-tubulus bagian anterior telah lenyap, beberapa tubulus bagian tengah berhubungan dengan testes serta terdapat konsentrasi dan pelipatgandaan tubulus di bagian posterior.
Ikan mempunyai sistem ekskresi berupa ginjal dan suatu lubang pengeluaran yang disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat bermuaranya saluran ginjal dan saluran kelamin yang berada tephunggat dibelakang anus. Ginjal pada umumnya terletak antara columna vertebralis dan gas bladder. Ginjal terdiri dari dua bagian yaitu caput renalis anterior yang tersusun atas jaringan hemapoeitik, limfoid dan endokrin serta trunkus renalis posterior yang tersusun atas nefron-nefron dikelilingi jaringan limfoid interstitial. Sehingga dalam sistem urogenitalia ini penting untuk dilaksanakan praktek secara langsung agar kita dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam proses pengeluaran  maupun reproduksi yang terjadi pada beberapa ikan khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilakukan praktikum terhadap sistem urogenitalia pada ikan khususnya ikan layang (Decapterus macrosoma) dan ikan timun (Lutjanus kasmira) untuk mengetahui letak-letak yang digunakan dalam proses ekskresi (pengeluaran) dan reproduksi (pembiakan).
B.     Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengamati letak alat-alat yang digunakan dalam proses ekskresi (pengeluaran) dan reproduksi (pembiakan) ikan.
Manfaat dari pratikum ini adalah agar praktikan dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan mengenai sistem urogenitalia meliputi sistem ekskersi dan reproduksi ikan .

II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Klasifikasi
Klasifikasi ikan Layang (D. Macrosoma) menurut Ariyani (2008), adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Order : Percomorphi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus          
Species : Decapterus macrosoma

Gambar 21. Ikan Layang (D. Macrosoma)
                                    (Sumber : Dok. Pribadi 2016)
Klasisifikasi ikan Timun (L. Kasmira) menurut Muths dkk. (2012), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Lutjanidae
Genus : Lutjanus  
Spesies : Lutjanus kasmira
Gambar 22. Ikan Timun (L. Kasmira)
           (Sumber : Dok. Pribadi 2016)

B.     Morfologi dan Anatomi
Ikan layang (Decapterus Macrosoma) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Prihartini dkk., 2007).
Deskripsi ikan Layang (D. Macrosoma) biasanya berbadan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari–jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari sirip lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 30 cm, umumnya 20  – 25 cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Imbir dkk., 2015).
Tubuh ikan Timun (L. Kasmira) memiliki badan compressed kepala curam miring, dan memiliki kedudukan tulang penutup insang berkembang dengan baik. Bagian belakang dan sisik ikan Timun (L. Kasmira) berwarna kuning cerah, dengan sisik yang lebih rendah dan bawah kepala memudar menjadi putih. Empat garis-garis biru terang berjalan longitudinal di sisik ikan, dengan beberapa garis-garis abu-abu samar di bagian paling bawah dari sisi ikan. Kebanyakan sirip berwarna kuning (Muths dkk., 2012).
C.    Habitat dan Penyebaran
Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan Layang (D. Macrosoma) menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, neritik, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap secara bersama. Ikan Layang (D. Macrosoma) bersifat stenohalin, artinya hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31-32 ppt (Safruddin, 2013).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan  jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20–30 mil dari  pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan layang , tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan ini bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan  bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter
(Prihartini dkk., 2007).
Daerah sebaran ikan Layang (D. Macrosoma) sangat luas, yaitu di perairan tropis dan sub tropis. Sebagian besar populasi ikan ini terdapat di samudra atlantik. Ikan Layang di wilayah Jepang berada di bagian utara pantai natal di bagian selatan. Di laut jawa ikan ini tersebar mengikuti pergerakan salinitas persediaan makanan yang sesuai dengan hidupnya. Penyebaran jenis ikan Layang marga Decapterusbaik di perairan indonesia maupun manca negara akan tetapi lebih banyak di perairan Indonesia (Imbir dkk., 2015).
Habitat ikan Timun (L. Kasmira) hidup di perairan pantai karang, perairan karang dengan suhu perairan lebih 200C hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat ditemukan pada kedalaman 1-60  meter, terkadang ikan ini berenang dengan membentuk gerombolan besar dan ditemui di dekat tubir. Penyebaran jenis ikan Timun (L. kasmira) ini banyak di jumpai hampir di seluruh  perairan indonesia maupun manca negara (Muths dkk., 2012).
D.    Fisiologi dan Reproduksi
Reperoduksi ikan Layag (D. Macrosoma) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini memiliki 20.000-84.000 butir setiap musim, ikan layang dari timur bertelur disekitar pulau Bawean pada bulan Juli dan September
(Ariyani dkk., 2008).
Pemijahan ikan layang terjadi pada setiap bulan sehingga dapat dikatakan ikan layang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun dan puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September – Desember
(Prihartini dkk., 2007).
Reproduksi ikan Timun (L. Kasmira) dengan cara ovipar (bertelur), ikan ini biasanya bertelur dengan cara menyimpan telur di karang atau disekitar karang (Antonio dkk., 2015).
E.     Makan dan Kebiaasaan Makan
Makanan ikan Layang (D. Macrosoma) zooplankton, ikan-ikan kecil (teri dan japuh), invertebrata, pada umumnya ikan Layang ini mencari makan pada permukaan air antara 0-200 m (Imbir dkk., 2015). Ikan layang termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha, copepoda, udang-udangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus sp.) (Muths dkk., 2012).
Jenis makan timun (L. Kasmira) adalah ikan-ikan kecil dan invertebrata dasar. Pada umumnya ikan ini mencari makan sesuai dengan jenis dan ukuran mulutnya mulutnya dan apabila ikan tersebut bertambah besar maka akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Antonio dkk., 2015).
F.     Nilai Ekonomis
Menurut Fauziah dkk. (2014), pindang layang memiliki kualitas yang baik dan layak dikonsumsi. Pindang yang digunakan memiliki kenampakan utuh, rapi, bersih dan warna kurang cemerlang bercahaya. Tekstur pada ikan pindang pun padat, kompak lentur serta berlendir tipis tidak berbau. Bau yang tercium harum dan segar, selain itu rasanya enak dan gurih.
Ikan Timun (L. Kasmira) merupakan jenis ikan karang konsumsi. Jenis ikan ini didaptkan di dasar laut. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis yang kurang baik karena jenis ikan ini memiliki banyak tulang dan penagkapannya juga hanya dalam skala kecil (Antonio, 2015).
G.    Sistem Urogenitalia
Sistem urogenitalia merupakan kombinasi dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem genitalia (reproduksi). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi yang berfungsi untuk membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan atau membahayakan bagi kesehatan tubuh yang dikeluarkan sebagai larutan dalam air dengan perantara ginjal dan salurannya. Sistem gintalia meliputi sistem didalam reproduksi yaitu proses dihasilkannya, yang didahului oleh pencampuran dengan perubahan gen dari ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru (Nadia, 2014).

III.    METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum Iktiologi Air terhadap  Sistem urogenitalia ikan dilaksanakan pada hari, Sabtu Tanggal 01 Oktober 2016 Pukul 09.00 – 11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Oseanografi, GIS, Remotesesing, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum sistem urogenitalia ikan layang (D. Macrosoma) dan ikan timun (L. Kasmira) dapat di lihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Alat dan Bahan yang digunakan Pada Praktikum Sistem Urogenitalia.
No
Alat dan Bahan
Satuan
Kegunaan
A.











B.

Alat
-     Pisau bedah (Scapel)
-     Gunting bedah
-     Pinset
-     Kaca pembesar/lup
-     Baki (Dissecting-pan)
-     Alat tulis
-     Kertas HVS
-     Lap kasar dan halus
-     Mistar
-     Kamera
Bahan
-    Ikan layang (D. Macrosoma)
-    Ikan timun (L. Kasmira)  
-    Alkohol 70%

-    Tisu
-    Sunlight
         
     
-
-
-
-
-
-
-
-
Cm
-


-
-
-
-

-
-


Untuk  membedah objek
Untuk  menggunting objek
Untuk  mengambil bahan
Untuk  melihat objek yang kecil
Sebagai wadah menyimpan objek
Untuk menulis hasil pengamatan
Sebagai media menggambar objek
Membersihkan tempat praktikum
Alat bantu untuk foto ilmiah
Untuk pemotretan objek


Sebagai objek pengamatan
Sebagai objek pengamatan
Membersihkan noda sisa praktikum
Mengeringkan objek
Untuk mensterilkan alat bedah



C.    Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang di lakukan pada praktikum sistem pernafasan ikan adalah sebagai berikut :
1.      Menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam praktikum.
2.      Menyiapkan kertas laminating yang di gunakan sebagai alas untuk meletakan organisme.
3.      Meletakan organisme pada kertas laminating kemudian mengambil gambar terlebih dahulu.
4.      Melakukan pembedahan pada organisme yang di mulai dari lubang anus sampai pada bagian kepala.
5.      Mengamati alat-alat yang digunakan dalam sistem urogenitalia
6.      Membuat laporan sementara
7.      Membersihkan dan merapikan alat-alat praktikum
            
IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan sistem urogenitalia  pada ikan layang (D. Macrosoma) dan ikan timun (L. Kasmira) dapat dilihat pada tabel 13 dibawah ini :
Tabel 13. Hasil Pengamatan Sistem Urogenitalia Pada Ikan
No
Parameter
Ikan Layang
Ikan Timun
1.
Ginjal
1 cm
0,6 cm
2.
Gonad
8,5 cm
4 cm

1.      Sistem Urogenitalia Pada Ikan Layang (D. Macrosoma)
                                                                                                       Keterangan :
1.      Urinary papilla
2.      Vas deferens
3.      Testes

Gambar 23. Urogenitalia Pada Ikan Layang (D. Macrosoma)

2.      Sistem Urogenitalia Ikan Timun (L. Kasmira)
                                                                                                      Keterangan :
1.      Urinary papilla
2.      Vas deferens
3.      Testes
Gambar 24. Urogenitalia Pada Ikan Timun (L. Kasmira)
                                  
B.     Pembahasan
Sistem urogenitalia merupakan suatu sistem yang terbentuk dari pengkombinasian antara sistem urinaria (ekskresi). Sistem urinaria meliputi pembuangan sisa hasil metabolisme, baik melalui usus dan kulit maupun alat ekskresi khususnya ginjal. Namun pada system genitalia meliputi sistem  di dalam reproduksi yaitu proses di hasilkannya spesies baru oleh spesies sebelumnya yang di dahului oleh percampuran dengan perubahan gen dan ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sistem urogenitalia pada ikan Layang (D.  Macrosoma) adalah berjenis kelamin betina yang terdiri atas ovary dan oviduct.Ovari merupakan tempat dimana terdapatnya sel telur sedangkan oviduct merupakan lapisan terluar dari kelamin. Selain itu pula dalam sistem urogenitalia ini terdapat sistem ekskresi yaitu : ginjal dan gonad. Ginjal berfungsi sebagai pembuang sisa metabolisme berupa urea (sisa pembongkaran protein) dan zat-zat sisa yang berupa racun, misalnya sisa obat-obatan. Pada ginjal ikan Layang ini memiliki panjang 1 cm. Gonad adalah organ yang berfungsi dalam proses reproduksi ikan. Gonad merupakan kelenjar endoktrin yang menghasilkan gamet dari organisme ikan. Pada ikan ini memiliki panjang gonad 8,5 cm. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), sistem urogenitalia merupakan kombinasi dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem genitalia (reproduksi). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi yang berfungsi untuk membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan atau membahayakan bagi kesehatan tubuh yang dikeluarkan sebagai larutan dalam air dengan perantara ginjal dan salurannya. Sistem gintalia meliputi sistem didalam reproduksi yaitu proses dihasilkannya, yang didahului oleh pencampuran dengan perubahan gen dari ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru.
Berdasarkan hasil pengamatan ikan Timun (L. Kasmira) adalah berjenis kelamin jantan yang terdiri dari testes, vas deferens, dan genital pore. Testes adalah sel kelamin jantan pada ikan.Testis ikan berbentuk seperti kantong dengan lipatan-lipatan, serta dilapisi dengan suatu lapisan sel spermatogenik. Sepasang testis pada jantan tersebut akan mulai membesar pada saat terjadi perkawinan dan sperma jantan bergerak melalui vas deferens menuju celah/lubang urogenital, sedangkan genital pore adalah lubang dimana sebagai tempat keluarnya sel sperma.Selain itu pula dalam sistem urogenitalia ini terdapat sistem ekskresi yaitu ginjal dan gonad yang mana fungsi gonad adalah sebagai pembuang sisa metabolisme berupa urea (sisa pembongkaran protein) dan zat-zat sisa yang berupa racun, misalnya sisa obat-obatan. Pada ginjal ikan Layang ini memiliki panjang 0,6 cm. Sedangkan gonad adalah organ yang berfungsi dalam proses reproduksi ikan. Gonad merupakan kelenjar endoktrin yang menghasilkan gamet dari organisme ikan. Pada ikan ini memiliki panjang gonad 4 cm. Hal ini didukung oleh pendapat Nadia (2014), sistem urogenitalia merupakan kombinasi dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem genitalia (reproduksi). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi yang berfungsi untuk membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan atau membahayakan bagi kesehatan tubuh yang dikeluarkan sebagai larutan dalam air dengan perantara ginjal dan salurannya. Sistem gintalia meliputi sistem didalam reproduksi yaitu proses dihasilkannya, yang didahului oleh pencampuran dengan perubahan gen dari ciri-ciri pada spesies sebelumnya itu nampak pada spesies baru.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
Pada ikan Layang (D. Macrosoma) adalah berjenis kelamin betina yang terdiri atas ovary dan oviduct.Ovari merupakan tempat dimana terdapatnya sel telur sedangkan oviduct merupakan lapisan terluar dari kelamin.
 Pada ikan Timun (L. Kasmira) berjenis kelamin jantan yang terdiri dari testes, vas deferens, dan genital pore. Testes adalah sel kelamin jantan pada ikan sedangkan genital pore adalah lubang dimana sebagai tempat keluarnya sel sperma.
B.     Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya alat praktikum harus dilengkapi dengan mikroskop, agar nantinya praktikan dapat mengamati secara jelas bagian-bagian dari sistem pencernaan yang bersifat mikroskopik dari semua organisme yang diamati.

DAFTAR PUSTAKA
Amir Faisal dan Achmal Mallawa. 2015. Pengkajian Stok Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Selat Makassar. Jurnal IPTEKS PSP, Vol.2 (3) : 208-217

Azka Aulia, Nurjanah, Agoes. M. J. 2015. Profil Asam Lemak, Asam Amino, Total Karotenoid, Dan Α- Tokoferol Telur Ikan Terbang. JPHPI. Volume 18 (3) : 75- 83.

Antonio, J. E.G, Daniel. L. M. F, Maldonado. M. G, Carlos. J. P. U, Romero. J. R dan Manuel, J. A. N. 2015. Influence of the Temperature on the Early Larval Development of the Pacific Blue Snapper (L. kasmira). Vol. 43 (1) : 137-145.
Ariyani. F. dan Yennie. Y. 2008. Pengawetan Pindang Ikan Layang (D. macrosoma) Menggunakan Kitosan. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi  Kelautan dan Perikanan. Vol. 3 (2) : 139-146.

Fauziah F. Swastawati, dan L. Rianingsih. 2014. Kajian Efek Antioksidan Asap Cair Terhadap Oksidasi Lemak Ikan Pindang Layang (Decapterus Sp.) Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 3 (4) : 71-76.

Imbir. E. Onibala. H dan Pongoh, J. 2015. Studi Pengeringan Ikan Layang (D. macrosoma) Asin dengan Penggunaan Alat Pengeringan Surya. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 3 (1) : 13-18.
Manik. N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan dan Pulau Nusa Laut. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Vol. 33 (1) : 17-25.
Muths. D, Gouws G, Mwale. M., Tessier. E dan Bourjea. J. 2012. Genetic Connectivity of the Reef Fish Lutjanus Kasmira at the Scaler of the Western Indian Ocean. Vol. 69 (5) : 842-853.
Nadia. L. R. N. 2014. KajianTentangIlmuIktiologi. Unahlu Press.
Palo Mahfud. 2009. Selektifitas Jaring Insang Ikan Terbang (Exocoetidae) di Perairan Majene Selat Makasar. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Vol. 19 (3) : 137-142.
Paendong Marline. S, John. S. K dan Winsy Ch. D. Weku. 2012. Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian. Vol. 12 (5) : 83-97.
Prihartini. S, Anggoro dan Asriyanto. 2007. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus Sp) Hasil Tangkapan Purse Seine Yang Didaratkan Di Ppn Pekalongan. Jurnal Pasir Laut, Vol.3 (1) : 61-75.
Safruddin. 2013. The Distribution of Scads (D. macrosoma) in Relation With Oceanographic Conditions in Pangkep Regency Waters. ISSN : 0853-4489. Vol. 23 (3) : 150-156.
Suara Yahya, Asri Silvana. N dan Lukman. M. 2014. Analisis Organoleptik Pada Ikan Cakalang Segar yang Diawetkan Dengan Es Air Kelapa Fermentasi. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 2 (3) : 135-142.
Syahailatula. A, Asikin. D, Petrus. M dan Syamsu. A. A. 2006. Keragaman Jenis dan Distribusi Ukuran Panjang Ikan Terbang di Perairan Indonesia Timur. Jurnal Perikanan. Vol. 8 (2) : 260-265.
Tolihe Opin, Sitti. N dan Aziz. S. 2014. Analisis Parameter Dinamika Populasi Ikan Cakalang yang di Daratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Kelurahan Tenda Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 (4) : 140- 162.
Wouthuyzen Sam, Teguh. P dan Nurdin. M. 2007. Makanan Dan Aspek Reproduksi Ikan Cakalang (Katsowonus Pelamis) di Laut Banda, Suatu Studi Perbandingan. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Vol. 33 (1) : 1-25.
Yusuf. J, Didi. R, Syamsu alam. A dan Yusral. N. I. 2014.  Studi Kelembagaan Dalam Pengelolaan Dan Pemanfaatan Telur Ikan Terbang (Kasus Desa Pa’lalakang Kabupaten Takalar). Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Vol. 24 (3) : 19-28.

































1 komentar:

  1. MgmD - Casino and Games | Dr. Md.
    ‎Casino and 논산 출장샵 Games · 포천 출장샵 ‎Casino and 아산 출장마사지 Games · 안동 출장샵 ‎Casino and Games · ‎Entertainment 안산 출장샵 · ‎Entertainment

    BalasHapus

Semoga Artikel Ini Bermanfaat Untuk Anda